Hari anti-hukuman mati, ini 6 tuntutan untuk Jokowi

Aliansi Nasional Reformasi KUHP bersama Koalisi Anti-Hukuman Mati mendesak Presiden Joko Widodo menghapus praktik hukuman mati dalam sistem hukum pidana Indonesia. Tuntutan penghapusan ini muncul menjelang peringatan hari anti hukuman mati sedunia, 10 Oktober.

Laman Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Rabu (8/10) menulis, Indonesia masih mempraktikkan hukuman mati meski beberapa negara di dunia sudah meninggalkannya. Di era pemerintahan Jokowi, eksekusi mati telah dilakukan terhadap 14 orang yang terjerat kasus narkotika.

Eksekusi pertama dilakukan pada Minggu, 18 Januari 2015 terhadap enam orang terpidana mati yang keseluruhannya adalah warga negara asing. Eksekusi selanjutnya pada Rabu, 29 April 2015 terhadap delapan orang, satu di antaranya warga negara Indonesia.

Kedua eksekusi mati tersebut menghabiskan biaya sapai Rp 3 miliar. Berdasarkan informasi yang dapat dikumpulkan, saat ini terdapat 121 orang yang menunggu eksekusi mati di Indonesia.

Terpidana hukuman mati kemungkinan bakal terus bertambah karena ada 13 tuntutan hukuman mati di pengadilan selama Juli sampai Oktober 2015 ini. “Hukuman paling tidak beradab dalam sejarah manusia, dan Indonesia masih mempraktikannya,” kata peneliti, Anggara di Jakarta, Kamis (8/10) dilansir Tribunnews.

Ketua LBH Masyarakat, Ricky Gunawan, melalui Vivanews, menambahkan pemerintah telah dua kali melaksanakan hukuman mati dalam dua gelombang, jumlah kasus narkoba tidak pernah turun. “Hukuman mati tidak efektif dalam mengurangi kriminalitas narkotika,” kata Ricky.

Presiden Jokowi pernah memberikan pernyataan menjelang eksekusi kedua. Dilansir CNNIndonesia, Jokowi mengatakan masyarakat yang tidak setuju eksekusi seharusnya bisa membandingkan satu terpidana mati dengan 18 ribu warga Indonesia yang meninggal akibat narkoba.

Berikut enam poin tuntutan Aliansi Nasional Reformasi KUHP bersama Koalisi Anti Hukuman Mati terhadap Presiden Jokowi:

1. Melakukan review ulang pada semua putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana mati, harus dipastikan bahwa semua putusan sudah sesuai dengan prinsip fair trial dan prinsip universal terkait penjatuhan pidana mati.

2. Melakukan review ulang pada setiap peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan guna menjamin terlindungi hak asasi manusia dan pencari keadilan.

3. Melakukan moratorium eksekusi bagi terpidana mati dan penjatuhan pidana mati selama masih belum adanya hukum acara pidana yang sesuai standar fair trial. Setidaknya pemerintah harus segera melakukan pembahasan dengan segera terkait perubahan KUHAP untuk memberikan standar baru bagi proses peradilan pidana terhadap tersangka/terdakwa yang diancam pidana mati.

4. Mahkamah Agung untuk segera mencabut SEMA 1/2012 dan SEMA 7/2014 yang memberikan batasan-batasan serta hambatan kepada pencari keadilan. Peninjauan Kembali (PK) seharusnya diatur lebih komprehensif dalam KUHAP atau UU khusus mengenai Peninjauan Kembali sehingga tidak menimbulkan pembatasan terhadap hak terpidana mati seperti pengaturan saat ini.

5. Untuk isu narkotika, mengadopsi rekomendasi Ahli dan Akademisi kesehatan meminta pemerintah untuk meninjau ulang strategi punitif/menghukum yang telah terbukti tidak efektif dan bahkan kontra-produktif dan menganjurkan untuk memperluas intervensi berbasis bukti seperti terapi substitusi opioid, layanan alat suntik steril, penanganan HIV serta pengguna napza.

6. Untuk isu buruh migran, Pemerintah harus mengambil langkah-labgkah strategis dan menaikkan posisi tawar dalam melindungi warga negara Indonesia yang terancam pidana mati di luar negeri, mengambil langkah untuk menolak hukuman mati bisa menjadi alasan rasional dalam menaikkan nilai tawar untuk melindungi warga negara Indonesia.

Sumber: Beritagar


Tags assigned to this article:
hukum pidanahukuman matiRancangan KUHPRKUHP

Related Articles

Menyempurnakan Kembali Hasil Penelitian

Jakarta – Kanwil Hukum dan HAM DKI pernah menyampaikan bahwa hampir 3.000 napi tanpa surat yang sah. Putusan Pengadilan tak

MA terbitkan Perma Diversi Peradilan Anak

Kontan.co.id – JAKARTA. Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan MA (Perma) Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem

Pentingkah Mengatur Kembali Penghinaan Presiden?

Presiden dalam struktur ketatanegaraan di Indonesia adalah kepala negara dan kepala pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia. Presiden Indonesia

Verified by MonsterInsights