ICJR Dukung Langkah MA Terkait Sumpah Advokat dan Dorong DPR Segera Bahas UU Advokat yang Baru
ICJR memandang perubahan dan pembaruan UU Advokat (multi bar) semakin diperlukan mengingat sulit untuk membentuk organisasi advokat yang tunggal (single bar)
Melalui Surat Ketua MA Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015, Mahkamah Agung merespon perpecahan yang terjadi di tubuh Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Surat tersebut memuat ketentuan bahwa Ketua Pengadilan Tinggi (KPT) memiliki kewenangan untuk melakukan penyumpahan terhadap advokat yang memenuhi syarat dari organisasi manapun.
Alasan perpecahan bukan satu-satunya dasar MA mengeluarkan ketentuan ini, ketersediaan dan persebaran Advokat yang selama ini menjadi salah satu soal yang tak terpecahkan menjadi salah satu landasan ketentuan tersebut. MA juga mempertimbangkan bahwa di beberapa daerah, akses terhadap advokat sangat kurang karena banyak advokat yang belum diambil sumpah atau janji sehingga tidak bisa beracara di pengadilan sedangkan pencari keadilan sangat membutuhkan jasa advokat.
Institute for Criminal Juctice Reform (ICJR) mendukung dan mengapresiasi langkah yang diambil oleh Ketua MA tersebut, mengingat perpecahan dan masalah yang berada di tubuh Peradi saat ini masih dicari solusinya.
Menurut ICJR kepentingan para calon Advokat yang telah melaksanakan ketentuan – ketentuan dalam UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat sangat dirugikan akibat perpecahan tersebut. Terfragmentasinya Peradi akan membawa konsekuensi serius terhadap para Sarjana Hukum yang akan menjadi advokat di masa depan, selain juga berdampak pada pencari keadilan sebagaimana dipertimbangkan oleh MA.
Untuk itu, ICJR mendesak agar DPR dan Pemerintah untuk segera membahas RUU Advokat yang baru. ICJR memandang perubahan dan pembaharuan pengaturan untuk Advokat semakin diperlukan mengingat realitasnya sulit untuk membentuk organisasi advokat yang tunggal (single bar).
Artikel Terkait
- 30/08/2017 Kurang memadainya Jaminan “Hak atas Advokat (Penasehat hukum) dan Bantuan Hukum” Dalam R KUHAP
- 27/02/2020 ICJR Kritik Larangan Memfoto, Merekam dan Meliput Persidangan Tanpa Izin Ketua Pengadilan
- 01/04/2018 ICJR Apresiasi MA tentang Larangan Buron Ajukan Permohonan Praperadilan
- 22/03/2017 Menguji Kebijakan Pembatasan Peninjauan Kembali (PK) Bagi Terpidana Mati; Judicial Review Terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana
- 26/07/2016 ICJR Minta DPR Panggil Mahkamah Agung Terkait Masalah Peninjauan Kembali dan Administratsi Peradilan Terpidana Mati
Related Articles
ICJR Minta Pengadilan Negeri Tangerang Berhati – hati Dalam Memeriksa Kasus RAI
Dugaan adanya rekayasa kasus tidak boleh diabaikan karena tekanan public RAI, adalah satu – satunya terdakwa anak dalam kasus kekerasan
ICJR Kritik Putusan PN Bandung dalam Kasus Wisni dan Putusan PN Yogyakarta dalam Kasus Florence
Kedua putusan Pengadilan tersebut telah mencederai prinsip – prinsip dan asas – asas hukum pidana dan pelanggaran terhadap perlindungan atas
Problem Implementasi Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia Masih Ditemukan
ICJR mencermati bahwa praktek peradilan pidana anak di Indonesia masih jauh dari cita-cita ideal yang dituangkan dalam UU SPPA Setiap