ICJR Minta agar Pemerintah Berhenti Intervensi Mahkamah Agung

Pemberlakuan SEMA No 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana (SEMA 7/2014) telah memantik kontroversi. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menduga bahwa SEMA 7/2014 ini lahir karena intervensi Pemerintah melalui Menkopulhukam dan Jaksa Agung ke Mahkamah Agung terkait dengan pembatasan Peninjauan Kembali dalam KUHAP.

Upaya intervensi ini terlihat dalam dalam open house di rumah Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Kuningan, Jakarta, pada Sabtu (3/1/2014). Pada saat itu Menkopulhukam Tedjo Edhi Purdjiatno menyatakan bahwa SEMA itu dibuat tanpa melibatkan Kemenkopulhukam, dan juga Kejaksaan Agung. Pada intinya Menkopulhukam mengisyaratkan akan melakukan evaluasi terhadap SEMA 7/2014

Sementara itu, Kejaksaan Agung berupaya mengalihkan tanggung jawab terhadap kewajiban eksekusi terpidana mati karena dibukanya kemungkinan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) tanpa batasan kepada MA dengan cara meminta MA membuat Peraturan MA (PERMA) mengenai pembatasan PK tersebut.

Upaya – upaya intervensi yang dilakukan para menteri dalam Kabinet Presiden Joko Widodo ini, menurut Anggara – Ketua Badan Pengurus ICJR, adalah bentuk intervensi terhadap Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman yang diharamkan dalam UUD 1945. Dengan melakukan intervensi ini, pemerintah berupaya mengalihkan tanggung jawab eksekusi terpidana mati kepada Mahkamah Agung. Anggara, juga meyayangkan sikap Mahkamah Agung yang membuka ruang untuk diintervensi oleh Pemerintah.

Anggara mengingatkan bahwa fungsi paling penting dari Pengadilan, termasuk Mahkamah Agung, adalah menjaga hak – hak asasi manusia. Fungsi ini hanya dapat dijalankan apabila Pemerintah menahan diri untuk tidak melakukan intervensi ke Mahkamah Agung.

Anggara juga mendesak agar Mahkamah Agung segera mencabut SEMA 7/2014 karena keberlakukan SEMA 7/2014 bertentangan dengan Konstitusi. Apabila Mahkamah Agung tidak mencabut SEMA 7/2014, Anggara menyatakan bahwa ICJR akan mengambil langkah – langkah, sesuai prosedur hukum yang berlaku, untuk membatalkan keberlakuan SEMA 7/2014 ini.



Related Articles

ICJR Dorong Pemerintah dan DPR untuk menghasilkan Undang-Undang yang komprehsif dan berkualitas bagi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Indonesia.

Presiden akhirnya mengeluarkan Surat Presiden Nomor R-25/Pres/06/2017 tentang Penunjukan Wakil untuk Membahas Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual pada tanggal

Koalisi Perlindungan Saksi dan Korban: Perlindungan Whistleblower atau Pelapor Berpotensi Melemah

“Whistleblower lebih dianggap sebagai pelapor dalam ranah hukum pidana, Perlu memperluas konsep whistleblower” Saat ini RUU Perubahan UU Perlindungan Saksi

MODUL KUHP 2023: Tindak Pidana Kohabitasi

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah disusun berpuluh tahun sejak desakan pada Seminar Hukum

Verified by MonsterInsights