Mengurai Implementasi dan Tantangan Anti-Pencucian Uang di Indonesia

Kejahatan pencucian uang sudah menjadi salah satu kejahatan yang mendapatkan perhatian secara serius dari masyarakat Internasional. Kejahatan ini selalu menyertai tindak kejahatan yang sifatnya terorganisasi dan bisa melintasi batas – batas negara seperti kejahatan narkotika, terorisme, dan juga korupsi

Tak heran jika masyarakat internasional menilai kejahatan pencucian uang kian mencemaskan karena adanya perputaran dana dalam jumlah yang besar dari negara yang satu ke negara lainnyayang memiliki potensi untuk mengganggu stabilitas perekonomian internasional. Beberapa negara, termasuk Indonesia, lalu berupaya membentuk undang – undang anti pencucian uang untuk terjadinya praktik pencucian uang.

Untuk Indonesia sendiri, kejahatan pencucian uang diatur sejak 17 April 2002 lewatdiundangkannya UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. UU tersebut merupakan aturan hukum pertama yang mengatur delik pencucian uang. Untuk lebih mengoptimalkan pemberantasan kejahatan pencucian uang ini, UU ini lalu beberapa kali diubah lewat UU No. 25 tahun 2003 dan dioptimalkan kembali melalui UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.Lewat regulasi ini, Indonesia juga memiliki sebuah lembaga independen yang bernama Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan atau PPATK. PPATK memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti- pencucian uang dan kontra pendanaan terorisme di Indonesia.

Namun sejauh mana regulasi yang telah diterbitkan ini mampu membendung kejahatan pencucian uang di Indonesia? Dari laporan yang disampaikan oleh PPATK, selama Januari 2014 hingga Desember 2013 PPATK telah menghasilkan 3.259 hasil analisa (HA) yang 2.451 HA di antaranya disampaikan ke penyidik dan 808 HA sisanya disimpan dalam databasePPATK. Sayangnya dari Hasil Analisa tersebut, ternyata masih sedikit yang ditindak lanjuti pada tahap penyidikan dan penuntutan. Karena itu diperlukan cara – cara dan strategi yang jitu serta koordinasi yang baik antara PPATK dan juga Penyidik serta Penuntut Umum untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang di Indonesia.

Meski negara telah mengeluarkan regulasi – regulasi baru untuk mencegah terjadinya kejahatan pencucian uang, namun ternyata praktik pencucian uang semakin banyak dengan modus yang semakin bervariasi. Persoalan ini tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan orang untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidananya melalui beragam sarana seperti teknologi informasi. Namun persoalan ini juga dipengaruhi oleh peraturan-peraturan tentang kejahatan pencucian uang yang dalam implementasinya kurang memadai dan bahkan kerap ditafsirkan berbeda sehingga memberikan kesulitan tersendiri untuk para penegak hukum dalam melakukan pencegahan dan penindakan kejahatan pencucian uang.

Karena itu diperlukan kembali upaya perbaikan atas regulasi yang ada sehingga peraturan – peraturan tentang kejahatan pencucian uang dapat berfungsi dengan baik dan tidak memberikan ruang adanya perbedaan penafsiran dalam penindakan kejahatan pencucian uang

Unduh Disini



Related Articles

Kekacauan atau Keteraturan? Membahas Aturan Peralihan Dalam R KUHP

Perdebatan yang dipicu melalui sebuah tulisan di salah satu media terkemuka di Indonesia telah membuka kembali diskusi tentang landasan filosofis

Melihat Potensi Ancaman Kebebasan Berkespresi Dalam Pasal – Pasal Makar di RKUHP 2017

Pasal-pasal Makar (berasal dari kata Aanslag) berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI) yang diberlakukan pertama kali dengan

Keadilan bagi Perempuan Pengguna Narkotika Korban Kekerasan Seksual Berdasarkan UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Pasca pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Women and Harm Reduction

Verified by MonsterInsights