Pembahasan Terbuka RUU Terorisme Memasuki Masalah Krusial Terkait Rumusan Tindak Pidana Terorisme

Pada 22 Maret 2017 dan 23 Maret 2017, Panja Pansus RUU terorisme (Panja) kembali melakukan Pembahasan RUU. Pembahasan ini dilakukan secara terbuka di gedung DPR. Pembahasan terbuka akhirnya dilakukan oleh Panja sejak Tanggal 22 Maret 2017. ICJR menyambut baik proses pembahasan RUU terorisme secara terbuka ini, dan menilai bahwa pembahasan terbuka akan memperkuat partisipasi masyarakat terkait dengan isu pencegahan dan penegakan hukum bagi terorisme.

Berdasarkan monitoring Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), bahwa sampai dengan Tanggal 23 Maret 2017, pembahasan di Ruang Rapat badan Anggara di gedung Nusantara II Paripurna telah masuk Agenda DIM No 40 (Pasal 12 B RUU). Pada Pembahasan Panja Tanggal 23 Maret 2017, Panja telah membahas sampai dengan Pasal 12B ayat 2. Sebelumnya pada pembahasan Tanggal 22 Maret 2017, agenda pembahasan masuk agenda DIM No 27 (Pasal 6 sd pasal 12 RUU).

ICJR melihat pembahasan selama dua hari ini cukup krusial dan cukup alot karena telah masuk pembahasan jenis tindak pidana terorisme. Pada Pembahasan Panja tanggal 22 Maret 2017, panja   telah membahas DIM 26, 27, DIM 36 dan 37, DIM 39 dan DIM 40 Pasal 6, yakni Pasal 10A, pasal 12 A dan pasal 12B. Ini adalah pasal-pasal penting terkait revisi tindak pidana terorisme. Pasal 6 RUU terkait dengan perubahan Pasal 6 UU Terorisme, dalam pasal tersebut Pemerintah mengusulkan rumusan baru yang memperbaiki rumusan lama. Sedangkan pasal 10A dan 12 A dan B merupakan pasal-pasal tindak pidana baru.

Pasal 10A mengkriminalkan perbuatan yang terkait dengan bahan peledak, senjata kimia dan lain-lain untuk tindak pidana terorisme. Pasal 12 A mengkriminalkan perbuatan mengadakan hubungan dengan Setiap Orang yang berada di dalam negeri dan/atau di luar negeri atau negara asing akan melakukan atau melakukan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia atau di negara lain. Sedangkan pasal 12B mengkriminalkan perbuatan terkait menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan Tindak Pidana Terorisme, atau merekrut, menampung, atau mengirim orang untuk mengikuti pelatihan.

Sebagian besar pasal-pasal ini telah disetujui, namun untuk pengertian-dan istilah tertentu, Panja meminta agar perlu penyusunan dalam bagian penjelasan pasal-pasal tersebut.

ICJR sepakat dengan usulanm penambahan penjelasan bagi pasal-pasal, hal ini agar rumusan pasal-pasal tindak pidana terorisme menjadi lebih presisi dan pasti. Memasukkan pengertian pengertian atas istilah-istilah seperti Korporasi terorisme, kegiatan Korporas, paramiliter, pelatihan, dst juga dapat memperkuat dan mengurangi penafsiran yang terlalu luas bagi penerapan pasal-pasal tindak pidana Terorisme



Related Articles

ICJR: Pembaruan Peradilan Pidana di Indonesia Harus juga Menjangkau Kesetaraan Gender

Penamaan peringatan 22 Desember sebagai hari Ibu melenceng dari tujuan awalnya. Tanggal ini harusnya disebut sebagai Hari Pergerakan Perempuan, karena

Pemerintah Inggris dan Institute for Criminal Justice Reform Perkuat Akses Terhadap Keadilan Melalui Pengembangan Teknologi Aplikasi Pencari Layanan Hukum

Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, melalui Program Akses Digital bersama dengan Institute Criminal Justice Reform (ICJR), melanjutkan pengembangan terhadap aplikasi

[Media Rilis ICJR, IJRS, LeIP] Kondisi Kasus Covid-19 di Rutan/Lapas Harus Mendapatkan Perhatian, Overcrowding Harus Diselesaikan Bersama

Setidaknya ada 7 Lapas di Indonesia yang terpapar covid-19, dengan jumlah infeksi kepada 120 WBP dan 18 Petugas Lapas. Ditjen

Verified by MonsterInsights