Pemberian Keterangan Saksi Lewat Videoconference dalam Rancangan KUHAP

Salah satu mekanisme pembuktian dalam sistem peradilan pidana adalah memeriksa keterangan saksi atau keterangan korban di Pengadilan. Secara tradisional saksi atau korban diperiksa keterangannya dengan menghadapkan saksi ataupun korban ke depan Pengadilan. Namun pada masa sekarang keterlibatan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam sistem peradilan pidana dalam bentuk video conference ataupun teleconference mau tidak mau mengubah cara pemeriksaan keterangan saksi atau korban sebagaimana yang selama ini dikenal.

KUHAP tidak mengatur mengenai kesaksian melalui teleconference, Pasal 162 ayat (2) KUHAP hanya mengatur seorang saksi yang tidak dapat hadir dalam sebuah persidangan, yaitu keterangannya dibacakan di persidangan secara tertulis sebagaimana tercantum dalam Berkas Acara Pemeriksaan. Dalam perkembangannya, ada lima undang – undang yang membolehkan pemeriksaan keterangan saksi atau korban menggunakan sarana video conference atau teleconference ini. Dalam praktek peradilan, ICJR mencatat ada 6 perkara di Pengadilan dimana pemeriksaan keterangan saksi atau korban ini dilakukan melalui sarana video conference atau teleconference

Terlepas dari perdebatan yang memikat antara Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum di Pengadilan, ICJR juga mencatat bahwa prosedur untuk penggunaan sarana video conference atau teleconference di Pengadilan untuk memeriksa saksi/korban tidaklah sama dalam tiap – tiap kasus. Karena itu ada urgensi untuk mengatur penggunaan sarana video conference atau teleconference dalam pengaturan yang lebih baik. Karena mekanisme ini dapat digunakan sebagai salah satu upaya perlindungan untuk mengurangi ancaman terhadap keamanan saksi dan bahaya intimidasi dari terdakwa di ruang sidang

Namun demikian, ada beberapa hal penting untuk diperhatikan jika akan mengatur penggunaan sarana video conference atau teleconference dalam Rancangan KUHAP yaitu mencakup (1) Persyaratan yang Harus Dipenuhi Saksi: untuk keamanan dan perlindungan saksi, (2) Persyaratan Berkaitan Tempat Pemeriksaan harus berada dalam yurisdiksi hukum Indonesia, (3) Persyaratan lain: kehadiran para pihak, biaya, teknologi, dan Syarat pihak pengusul. Kesemuanya ini diperlukan agar pemeriksaan keterangan saksi dapat memenuhi standar minimum pembuktian dalam sistem peradilan pidana

Unduh Disini



Related Articles

Menolak Intervensi DPR dalam Penyidikan Tindak Pidana Bagi Anggota DPR

Permohonan Pengujian Pasal 245 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Uji Materil UU Narkotika Terhadap UUD 1945 terkait Larangan Narkotika Golongan I untuk Pelayanan Kesehatan di Mahkamah Konstitusi

Ketentuan UU Narkotika yang melarang penggunaan Narkotika Golongan I untuk pelayanan Kesehatan digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh 3 orang ibu

Kertas Kerja: Rekomendasi Arah Reformasi Kebijakan Pidana 2019 – 2024

Sejak reformasi yang terjadi pada 1998, Indonesia telah memasuki proses reformasi hukum yang memungkinkan mendorong proses demokrasi konstitusional yang bersandarkan

Verified by MonsterInsights