Pemerintah Didesak Revisi Mekanisme Penahanan Penjahat

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak pemerintah untuk merevisi mekanisme penahanan tersangka, terdakwa, dan terpidana, terlebih pada fase penyidikan. Hal tersebut dilakukan untuk menekan kelebihan kapasitas di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan.

Revisi mekanisme penahanan dinilai lebih efektif dari pembuatan rutan dan lapas baru. “Kelebihan kapasitas penyebabnya banyak. Apabila seseorang diancam pidana lima tahun, penyidik langsung menahannya tanpa melihat syarat lainnya, meski ia baru pertama melakukan tindak pidana,” ujar Ketua ICJR Anggara Wahyu di Jakarta.

Padahal, menurut ICJR, baik penyidik, jaksa penuntut umum, maupun hakim dapat menggunakan opsi penahanan rumah atau penahanan kota. “Upaya ini wajib segera dilakukan agar dapat dengan signifikan mengurangi jumlah penghuhi rutan dan lapas,” kata Anggara.

ICJR juga mendesak Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya untuk serius mempertimbangkan penerapan pidana bersyarat pada Pasal 14 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal tersebut juga mengatur tentang para terdakwa yang dijatuhi pidana karena melakukan kesalahan untuk pertama kali. “Ini jarang dituntut dan diputus di pengadilan,” kata Anggara.

Merujuk pada data Sistem Databese Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, terjadi peningkatan jumlah tahanan di Lapas di seluruh Unit Pelaksana Teknis. Pada 2012, jumlah tahanan 49.979 dengan tingkat kelebihan kapasitas mencapai 146 persen. Pada 2013, terdapat 50.470 tahanan dengan angka kelebihan kapasitas sebesar 149 persen. Sementara tahun 2014, terdapat 52.106 tahanan dengan kelebihan kapasitas sebesar 161 persen.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Handoyo Sudrajat menyatakan saat ini pihaknya tengah melakukan pembenahan lapas, baik dari segi kualitas maupun kuantitas infrastruktur dan sumber daya manusia yang menanganinya.

Sumber: CNN Indonesia



Related Articles

Hari Anti Hukuman Mati Internasional 10 Oktober, Jokowi Diminta Hapus Hukuman Mati

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo diminta menghapus penerapan hukuman mati dalam sistem hukum pidana Indonesia. Permintaan itu muncul jelang

ICJR : Tiga RUU Terkait Pidana yang Masuk Prolegnas Harus Diawasi

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut mengawasi

ICJR Kritik Tafsir MK tentang Kata ‘Segera’

Institute for Criminal Justice Reform(ICJR) mengkritik keras Putusan MK No. 3/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Pasal 18 ayat (3) UU No. 8

Verified by MonsterInsights