Penelitian Kemasyarakatan Dalam Peradilan Anak Bukan Sekedar Pemanis Undang-Undang

Indonesia akan memasuki era baru sistem peradilan anak di akhir Juli nanti. UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) akan mulai diberlakukan. Dengan pendekatan yang dianggap lebih mementingkan kepentingan anak, UU ini memperkenalkan beberapa materi baru yang dianggap sangat penting, mulai dari Diversi sampai masalah pemidanaan. Dari berbagai materi baru tersebut, terselip pula beberapa aturan yang dipertahankan karena dianggap sangat penting, diantaranya yang terpenting adalah Penelitian Kemasyarakatan.

Penelitian Kemasyarakatan dalam UU SPPA memiliki posisi yang sangat penting, peran dari Penelitian Kemasyarakatan adalah untuk menginformasikan mengenai kondisi pribadi anak, hubungannya dengan keluarga, lingkungan dan hal lainnya dari Pembimbing Kemasyarakatan yang kemudian ikut berperan dalam penentuan putusan oleh hakim terhadap perkara pidana anak. Lebih lanjut, dalam UU SPPA, Penelitian Kemasyarakatan memiliki porsi yang lebih besar. Misalnya dalam semua tahapan proses peradilan dan Diversi, penyidik dan penuntut umum sampai dengan Hakim diwajibkan mempertimbangkan laporan Penelitian Kemasyarakatan.

Menurut Erasmus Napitupulu, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Penelitian Kemasyarakatan dianggap sebagai unsur terpenting dalam menjaga kepentingan anak. Erasmus menyebutkan, dalam pasal 60 UU SPPA, diatur bahwa Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara, dan dalam hal  laporan penelitian kemasyarakatan tersebut tidak dipertimbangkan dalam putusan Hakim, putusan batal demi hukum. “dampak tidak dipertimbangkannya Penelitian Kemasyarakatan oleh Hakim dalam Putusannya adalah batal demi hukum” sebutnya.

Erasmus menyatakan bahwa batal demi hukumnya putusan apabila tidak mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan bukanlah barang baru. Sebelum diatur dalam UU SPPA, aturan terdahulu yaitu UU Pengadilan Anak juga telah mengatur hal tersebut, Pasal 59 ayat (2) UU Pengadilan Anak berisikan pengaturan mewajibkan hakim untuk mempertimbangkan Penelitian Kemasyarakatan  yang diajukan oleh Pembimbing Kemasyatakan, dalam penjelasan Pasal 59 ayat (2) tersebut dijelaskan bahwa apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi oleh Hakim maka Putusan batal demi hukum. “ini bukan barang baru, baik UU SPPA maupun UU Pengadilan Anak sudah menyadari pentingnya kehadiran Penelitian Kemasyarakatan”.

Namun, pengaturan norma yang telah baik tersebut tidak diikuti dalam praktiknya di lapangan. Erasmus memaparkan, hasil Penelitian ICJR pada 2013, dari 115 Perkara Pidana Anak se-Jakarta sepanjang 2012, terdapat 30% atau 34 Perkara yang dalam putusannya Hakim tidak mempertimbangkan putusan Penelitian Kemasyarakatan. “ironisnya dengan posisi dan konsekuensi yang begitu kuat, Penelitian Kemasyarakatan justru tidak dipedulikan” sebut Erasmus.

Dirinya menambahkan bahwa 30% adalah angka yang sangat besar, sehingga timbul ketakutan bahwa praktik buruk peradilan ini terulang kembali dalam rezim baru UU SPPA. “sangat disayangkan kalau tidak ada perombakan besar dalam sistem peradilan pidana anak, jangan hanya UU nya saja yang baru tapi praktiknya sama saja buruknya” tegasnya. “Penelitian Kemasyarakatan memiliki andil penting dalam menyukseskan UU SPPA” tambahnya.

Tanpa Penelitian Kemasyarakatan, Polisi, Jaksa dan Hakim tidak akan mudah untuk memahami kondisi anak yang sebenarnya, bahkan konsep Diversi yang sangat ditonjolkan dalam UU SPPA tidak akan berjalan. Untuk itu, Erasmus menyebutkan bahwa ICJR mendorong adanya perbaikan sumber daya, infrastruktur dan penguatan kemampuan aparatur terkait Penelitian Kemasyarakatan, dari mulai penyidik sampai dengan Hakim, dan Pembimbing Kemasyarakatan sebagai pembuat Penelitian Kemasyarakatan. Harus ditambahkan pengaturan dalam UU SPPA bahwa dalam semua putusan Diversi sampai dengan putusan akhir pengadilan oleh hakim, harus dilampirkan alasan terkait pertimbangan terhadap Penelitian Kemasyarakatan. Serta yang terpenting adalah seluruh pihak yang berkepentingan harus mengawasi praktik peradilan untuk dapat mengoptimalkan posisi Penelitian Kemasyarakatan.



Verified by MonsterInsights