Pengaturan Pidana dalam Perda Harus Tunduk Pada Pengaturan KUHP
Rancangan KUHP harus memastikan agar seluruh pengaturan pidana dalam Peraturan Daerah (Perda) maupun Qanun harus tunduk kepada pengaturan dalam KUHP. Hal ini sangat penting mengingat pada saat ini ada ribuan pasal-pasal pidana di tingkat Perda di seluruh Indonesia yang pada umumnya pengaturan tersebut juga melakukan duplikasi pengaturan dengan KUHP saat ini, khususnya di Buku III mengenai pelanggaran. Aliansi Nasional Reformasi KUHP melihat, bahwa pada saat ini sudah terlalu banyak pengaturan pidana di Perda yang kebablasan bahkan melanggar banyak syarat kriminalisasi maupun ketentuan pidana dalam KUHP.
Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengingatkan bahwa R KUHP memang telah mencoba mengatur hukum pidana dalam Perda. Dalam Pasal 776 huruf a R KUHP menyatakan bahwa “…pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka kualifikasi kejahatan dan pelanggaran yang disebut dalam Undang-Undang di luar Undang-Undang ini atau Peraturan Daerah harus dimaknai sebagai tindak pidana”
Namun Aliansi menilai, pengaturan ini terlihat kurang tegas, bersifat transisi dan terlalu mengakomodir pengaturan pidana yang berpotensi melanggar batas-batas pidana dalam KUHP. Aliansi berpandangan hal ini sangat berpotensi mengakibatkan overkriminalisasi dan merusak rencana unifikasi hukum pidana Indonesia.
Untuk menjaga sinkronisasi antara Perda dan kebijakan pidana nasional, maka kebijakan tersebut erat kaitannya dengan pemberlakuan prinsip “lex superior derogat legi inferiori”. Prinsip ini mengakibatkan hukum yang kedudukannya lebih tinggi menghapus hukum yang ada di bawahnya, atau dengan kata lain hukum yang lebih rendah tingkatannya harus sesuai dengan ketentuan yang ada di atasnya.
Melalui ketentuan ini, dapat dipahami bahwa aspek materiil hukum pidana atau tindak pidana yang tercantum dalam Perda kedudukannya diakui pula dalam RKUHP. Pengakuan itu memerlukan batas dan syarat-syarat tertentu, jika tidak, maka tatanan pengaturan tindak pidana dalam perda berpotensi akan bertentangan dengan RKUHP
Oleh karena itu R KUHP harus secara tegas menyatakan bahwa kualifikasi kejahatan dan pelanggaran yang disebut dalam Peraturan Daerah harus dimaknai sebagai tindak pidana sepanjang tidak melanggar pengaturan dalam KUHP hal ini sesuai dengan prinsip “lex superior derogat legi inferiori”. Aspek materiil hukum pidana atau tindak pidana yang tercantum dalam Perda kedudukannya diakui KUHP dengan batas dan syarat-syarat tertentu.
Artikel Terkait
- 27/10/2015 Prinsip “lex superior derogat legi inferiori” harus digunakan, Seluruh Peraturan Daerah (Perda) Harus tunduk pada KUHP
- 02/04/2020 Rancangan KUHP Memperburuk Kondisi Pandemic COVID-19: Tunda Pembahasan
- 15/08/2019 Setuju RKUHP Buru-buru disahkan: Pemerintahan Presiden Joko Widodo Abai terhadap Penanggulangan HIV/AIDS Indonesia
- 01/07/2019 Ketentuan Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat di RKUHP Ancam Hak Warga Negara
- 14/05/2019 ICJR: Penerapan Pasal Makar Harus Hati Hati
Related Articles
Penyiksaan di Kepolisian Terus Bermunculan, Revisi KUHAP Harus Segera
Kasus penyiksaan dalam proses penyidikan kembali terjadi, kali ini ditemukan di Deli Serdang, Sumatera Utara. Korban penyiksaan merupakan saksi mata
Aliansi PKTA Mendorong Polisi dan Aparat Penegak Hukum Serius Tangani Penyelesaian Kasus Pemerkosaan di Luwu Timur
Rilis Bersama Aliansi PKTA Mendorong Polisi dan Aparat Penegak Hukum Serius Tangani Penyelesaian Kasus Pemerkosaan di Luwu Timur Aliansi Penghapusan
Diskriminatif, Primitif, dan Tidak Ilmiah, ICJR Desak Kota Bogor Cabut Perda P4S!
Pada tanggal 21 Desember 2021 DPRD Kota Bogor dan Walikota Bogor telah menetapkan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku