RUU Intelijen Dinilai Prematur: Aturan itu dinilai bertentangan dengan perlindungan hak asasi manusia (HAM).

VIVAnews – Rancangan Undang-undang (RUU) Intelijen yang sedang digodok pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih menimbulkan polemik.  Aturan itu dinilai bertentangan dengan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan tata cara penyadapan semestinya diatur dalam undang-undang tersendiri.

Hal yang menyebabkan kontroversi salah satunya yaitu adanya kewenangan penyadapan (intersepsi komunikasi), yang diberikan kepada Lembaga Koordinasi Intelijen Negara – pengganti Badan Intelijen Negara (BIN), seperti diatur di dalam Pasal 31 ayat (1) RUU.

Dalam pasal itu, kewenangan yang diberikan sifatnya hampir-hampir absolut. Inilah yang sangat mengkhawatirkan masyarakat. Karena dianggap bertentangan dengan perlindungan HAM.

Mahkamah Konstitusi menghendaki tata cara penyadapan harus diatur dengan undang-undang tersendiri, yang mengatur seluruh mekanisme penyadapan bagi semua lembaga yang memiliki kewenangan itu.
Artinya, UU Intelijen hanya dibolehkan mengatur tentang pemberian kewenangan penyadapan, tetapi tidak mengatur tata cara, pra-syarat, serta pembatasannya.

Bukan hanya itu, sebaiknya disediakan mekanisme pengaduan bagi individu yang hak privasinya dilanggar kerja-kerja lembaga intelijen.

Pengaturan penyadapan juga harus secara detail mengatur hak-hak istimewa dari kalangan profesional tertentu, seperti jurnalis dan advokat. Hal ini penting demi perlindungan narasumber dan klien mereka.

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dalam siaran persnya yang diterima VIVAnews.com, mendesak pemerintah dan DPR untuk mentaati putusan–putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-I/2003, bertanggal 30 Maret 2004, No 012-016-019/PUU-IV/2006, bertanggal 19 Desember 2006, dan No 5/PUU-VIII/2010 tertanggal 24 Februari 2011.

Putusan itu berisi tata cara penyadapan yang harus diatur dengan undang-undang tersendiri, yang mengatur seluruh mekanisme penyadapan bagi semua lembaga yang memiliki kewenangan itu ditaati.

Kedua, DPR harus membuka konsultasi publik yang lebih luas, guna menyerap aspirasi yang lebih beragam dari berbagai pihak di masyarakat. Ketiga,  RUU Intelijen dinilai masih sangat prematur. Diperlukan pengaturan secara mendetail mengenai tata cara penyadapan.

Pemerintah dan DPR didesak untuk segera membuat RUU Penyadapan yang harus mengatur tentang adanya otoritas resmi yang ditunjuk dalam Undang-undang untuk memberikan izin penyadapan, adanya jaminan jangka waktu yang pasti dalam melakukan penyadapan, pembatasan penanganan materi hasil penyadapan.

Selanjutnya pembatasan mengenai orang yang dapat mengakses penyadapan, wewenang untuk melakukan, memerintahkan maupun meminta penyadapan, tujuan penyadapan secara spesifik, tata cara penyadapan, pengawasan terhadap penyadapan, dan penggunaan hasil penyadapan.

Artikel ini dimuat di VIVAnews.com



Verified by MonsterInsights