JAKARTA – Sidang panel pertama permohonan pengujian Pasal I Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP Sebagaimana Telah Ditetapkan Menjadi Undang-Undang dengan UU No. 1 Tahun 1961 Terhadap UUD 1945, telah berlangsung Rabu, tanggal 28 Maret 2012 pukul 10.23-10.58 WIB. Dengan Nomor Perkara 27/PUU-X/2012, sidang tersebut beragendakan pemeriksaan permohonan.
Dipimpin oleh Maria Farida Indrati sebagai Ketua Panel Hakim yang didampingi oleh Alim Fadlil Sumadi dan Muhammad Alim sebagai Anggota Panel Hakim. Permohonan ini diajukan oleh Anggara sebagai pemohon prinsipal dari Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana/Institute Criminal for Justice Reform (ICJR), didampingi oleh para kuasa hukumnya, yaitu Diyah Stiawati, Wahyudi Djafar, Adiani Viviana, Supriyadi Widodo Ediyono dan Andi Muttaqin.
Wahyudi menyampaikan, bahwa pada pokoknya pemohon keberatan atas masih tetap berlakukanya ketentuan dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan Dalam KUHP sebagaimana telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 beserta penjelasannya. Dengan adanya Perpu ini, nilai barang yang semula ditentukan “vijf en twintig gulden”, kemudian setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 dibaca sebagai “vijf en twintig rupiah”yang berarti Rp25,00, diubah menjadi Rp250,00. Akan tetapi, perubahan tersebut tidak dilakukan secara continue dengan melihat perkembangan dan peningkatan nilai barang yang selalu mengalami perubahan.
Dengan tetap berlakunya ketentuan dalam Perpu tersebut, telah menyebabkan maraknya perkara-perkara tindak pidana ringan, khususnya pencurian ringan diadili berdasarkan ketentuan pencurian biasa. Hal ini terjadi karena untuk saat ini sudah tidak ada lagi nilai barang yang setara dengan Rp250,00, untuk barang-barang yang bernilai ekonomis. Sehingga ketentuan tindak pidana ringan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan Pasal 482 KUHP, secara praktis tidak pernah berlaku lagi di Indonesia. Atas dasar tersebut, Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa “dua ratus lima puluh rupiah” sepanjang tidak dimaknai sebagai “dua juta lima ratus ribu rupiah”.
Terkait dengan pemaparan permohonan pemohon, hakim panel menyampaikan beberapa saran kepada pemohon. “Kalau kemudian MK harus mengganti atau mengubah frasa Rp250,00 diganti dengan Rp2.500.000,00 ini bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi. Ini adalah legislative review, sehingga Anda harusnya mengajukan permohonan ini ke Dewan Perwakilan Rakyat atau kepada Pemerintah, kecuali Anda bisa menjelaskan apa yang menjadi pokok permohonan Anda sehingga Anda dirugikan”, ujar Maria memberi saran kepada pemohon. Selanjutnya, Anggota Panel Hakim secara bergantian memberikan saran yang hampir serupa kepada pemohon. (Diyan/ICJR)
Keterangan gambar di ambil dari situs Mahkamah Konstitusi
Risalah Sidang silahkan unduh disini