Pada saat ini Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih membahas Rancangan Undang Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) setelah tertunda-tunda hampir belasan tahun. Secara umum diharapkan Perubahan hukum acara pidana, yang dirumuskan dalam naskah RUU KUHAP menjadi panduan arah yang jelas tentang reformasi hukum acara pidana, khususnya dalam kerangka mendorong sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system) di Indonesia. Tujuan lebih jauh adalah terciptanya sistem peradilan pidana yang mampu menghadirkan keadilan dengan peradilan yang adil dan tidak memihak sesuai prinsip-prinsip fair trial.
UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP saat ini tidak lagi mencukupi kebutuhan untuk menghadirkan sistem peradilan pidana yang modern karena pengaturannya yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perkembangan hukum pidana, diantaranya dalam merespon tuntutan proses beracara yang semakin kompleks karena munculnya delik-delik baru dan sistem pembuktian perkara pidana yang berkembang.
Salah satu perkembangan dalam hukum pidana adalah tuntutan atas prosedur pidana yang lebih adil bagi para pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana di antaranya para saksi dan korban, dimana UU No. 8 Tahun 1981 masih menitikberatkan pada kepentingan para tersangka, terdakwa dan terpidana semata. Selain itu, Indonesia juga telah meratifikasi berbagai instrumen hak asasi manusia (HAM) internasional maupun yang terkait dengan tindak pidana internasional,yang mewajibkan Indonesia untuk menyesuaikan instrumen Internasional tersebut dengan berbagai peraturan di tingkat Nasional