Terjadi lagi….
Kita perlu sama-sama mengingat kasus hampir serupa dengan Reyndhart Rossy N. Siahaan, Fidelis Arie di Sanggau, Kalimantan Barat, mengobati penyakit langka istrinya dengan bantuan ganja, tetapi harus dihukum secara pidana dan dipenjara, sang istri akhirnya meninggal dunia.
Reyndhart Rossy N. Siahaan atau Reyndhart Rossy (37 tahun) sejak 2015 berdasarkan hasil CT Scan Nomor Registrasi RJ1508100084 dari RS OMNI, menderita penyakit kelainan saraf yang membuat badannya sering mengalami kesakitan, sampai 2019 penyakit juga masih dirasakan. Ia terpaksa mengakses ganja untuk pengobatan berbekal dari informasi bahwa ganja dapat meredakan sakit. Reyndhart Rossy ditangkap pada 17 November 2019.
Reyndhart Rossy kini menunggu putusan hakim dan berharap hakim mampu melihat bahwa ia sakit dan membutuhkan pengobatan untuk rasa sakitnya. Sampai dengan saat ini pun, dari dalam Rutan, Reyndhart Rossy masih harus minum obat untuk menahan rasa sakitnya. Dibantu oleh temannya, Reyndhart Rossy bisa memperoleh obat yang ia butuhkan. Reyndhart Rossy tidak memiliki anggota keluarga di Kupang, NTT.
Hakim adalah cerminan dari suatu keadilan, bukan hanya corong undang-undang. Dengan perkembangan dunia yang sudah menjadikan ganja sebagai ciptaan Tuhan yang sangat memberikan manfaat kepada kemanusiaan, maka seyogyanya aparat penegak hukum mempertimbangkan hal ini. Tidak ada kepentingan untuk mempidana orang yang sedang berjuang untuk melawan sakitnya dengan memanfaatkan tumbuhan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Sebagai pihak yang berkepentingan terhadap upaya pembaruan hukum, khususnya pembaruan hukum tentang kebijakan narkotika dan penghormatan hak asasi manusia utamanya hak atas pelayanan kesehatan, maka dengan ini, Kami—ICJR, IJRS, LBH Masyrakat dan LeIP berharap hakim pada perkara ini di Pengadilan Negeri Kupang dapat menghadirkan keadilan bagi Reyndhart Rossy yang mederita sakit, mencari pengobatan, namun tak kunjung memperoleh pengobatan yang menghilangkan kesakitannya.
Unduh Amicus disini