Pada Jumat, 21 Desember 2018 lalu, ICJR mengirimkan Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) ke Pengadilan Negeri Indramayu pada perkara pidana Nomor 397/PID.B/2018/PN.IDM atas nama terdakwa Sawin, Sukma dan Nanto.
Ketiganya didakwa melanggar Pasal 66 jo. Pasal 24 huruf a UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, karena dituduh menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara karena tuduhan memasang bendera terbalik.
Sawin, Sukma dan Nanto merupakan bagian dari Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu (JATAYU) yang pada 5 Juli 2017 mengajukan gugatan terhadap izin lingkungan atas aktivitas pembangunan Perusahaan Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu berkapasitas 2×1.000 MW. Pada 6 Desember 2017, Putusan dengan nomor perkara 90/G/LH/2017/PTUN.BDG menyatakan dan memutuskan bahwa izin lingkungan PLTU Indramayu 2×1.000 MW tidak sah dan dicabut.
Untuk merayakan putusan tersebut, para warga melakukan pengibaran bendera Merah Putih. Pemasangan bendera dilakukan oleh Ketiga Terdakwa dan sebelumnya telah memastikan bendera terpasang dengan benar dan sama sekali tidak terbalik serta terdokumentasikan oleh Sawin dalam foto sambil memegang bendera merah putih sebelum dilakukan penancapan bendera. Selang satu hari setelah terpasang, pada hari Jumat tanggal 15 Desember 2017 dini hari, warga masyarakat mendapat informasi dari warga masyarakat lainnya bahwa bendera yang dipasang sudah dalam kondisi terbalik. Sawin segera ke lokasi, namun pada waktu melihat bendera sudah tidak ada lengkap dengan bambu-bambunya.
Pada hari Minggu tanggal 17 Desember orang memakai pakaian preman lengkap dengan senjata laras panjang melakukan penangkapan terhadap Sukma (34 tahun), selain Sukma, polisi juga menangkap Sawin (50 tahun). Setelah dilakukan BAP, Sawin dan Sukma ditahan di polres dan status mereka dinaikan menjadi tersangka dengan dugaan melanggar Pasal 66 jo. Pasal 24 huruf a UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara karena tuduhan memasang bendera terbalik.
Atas kasus ini, ICJR mengirimkan amicus curiae (Sahabat Pengadilan) untuk membantu kinerja Hakim dalam memutus. “Amicus curiae” atau “Friends of the Court” merupakan praktik yang berasal dari tradisi hukum Romawi, yang kemudian berkembang dan dipraktikkan dalam tradisi common law. Melalui mekanisme Amicus Curiae ini, pengadilan diberikan izin untuk menerima-mengundang pihak ketiga guna menyediakan informasi atau fakta-fakta hukum berkaitan dengan isu-isu yang belum familiar.
Terhadap kasus ini, ICJR berpandangan bahwa:
Pertama, dakwaan Penuntut Umum seharusnya batal demi hukum, Surat Dakwaan yang dibuat Penuntut Umum tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP tentang uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tidak pidana yang dilakukan serta menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dalam dakwaan. Uraian penuntut umum dalam dakwaan terkait dengan perbuatan merencakan membuat spanduk, merakit bendera terbalik, memasang bendera dan spanduk sama sekali tidak menjelaskan fakta bahwa telah terjadi tindak pidana merusak, merobek, menginjak-injak, membakar atau perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina atau merendakan kehormatan bendera. Ketidakcermatan Penuntut Umum dalam penyusunan surat dakwaan tidak hanya sampai disitu; dakwaan dalam perkara ini juga dihasilkan dengan tidak merujuk pada hasil penyidikan, dalam penyidikan sama sekali tidak ada saksi ataupun alat bukti lain yang menguraikan Terdakwa II Sawin merakit bendera dengan bambu dengan posisi bendera terbalik.
Kedua, unsur “dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara” berdasarkan analisis ICJR, seharusnya tidak terbukti. Dalam perkara ini, berdasarkan pemeriksaan saksi-saksi dan fakta yang terungkap di persidangan, tidak ada alat pemasangan bendera Negara secara terbalik dengan maksud menodai sebagaimana dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Sawin, Sukma dan Nanto.
Ketiga, Sawin, Sukma dan Nanto adalah aktivis lingkungan yang seharusnya dilindungi. Pasal 66 UU 39/2009 tentang Lingkungan Hidup mengatur jaminan perlindungan hukum masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sehingga warga masyarakat pejuang lingkungan terlindungi baik dari gugatan secara perdata maupun represifitas hukum pidana. Pasal 66 ini merupakan bentuk regulasi Anti-SLAPP yang diperkuat oleh Keputusan MA Nomor: 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa “Anti SLAPP merupakan perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan hidup..”
Atas dasar hal tersebut, ICJR lewat Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) ini bertindak untuk memberikan dukungan kepada Majelis Hakim PN Indramayu agar dapat memutus kasus ini dengan hati-hati untuk memenuhi rasa keadilan bagi ketiga pejuang lingkungan hidup Sawin, Sukma dan Nanto.
Dokumen Amicus Curiae lengkap dapat diunduh disini[1]
——————
Kami memahami, tidak semua orang orang memiliki kesempatan untuk menjadi pendukung dari ICJR. Namun jika anda memiliki kesamaan pandangan dengan kami, maka anda akan menjadi bagian dari misi kami untuk membuat Indonesia memiliki sistem hukum yang adil, akuntabel, dan transparan untuk semua warga di Indonesia tanpa membeda – bedakan status sosial, pandangan politik, warna kulit, jenis kelamin, asal – usul, dan kebangsaan.
Hanya dengan 15 ribu rupiah, anda dapat menjadi bagian dari misi kami dan mendukung ICJR untuk tetap dapat bekerja memastikan sistem hukum Indonesia menjadi lebih adil, transparan, dan akuntabel
Klik taut icjr.or.id/15untukkeadilan
- disini: https://icjr.or.id/amicus-curiae-sahabat-pengadilan-dalam-perkara-sawin-sukma-dan-nanto-di-pengadilan-negeri-indramayu-nomor-perkara-397pid-b2018pn-idm-hentikan-kriminalisasi-pejuang-lingkungan/