ICJR, IJRS dan LeIP dukung Perpanjang Kebijakan Pemberian Hak Asimilasi di Rumah, Namun Tidak Cukup Untuk Atasi Darurat Pandemi di Rutan dan Lapas
Berdasarkan siaran pers yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pada Kamis, 1 Juli 2021, disebutkan bahwa Pemerintah melalui Kemenkumham memperpanjang kebijakan pemberian hak Asimilasi di rumah bagi narapidana dan Anak dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 24 Tahun 2021 sebagai perubahan atas Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), dan Cuti Bersyarat (CB) Bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
ICJR, IJRS dan LeIP sejak dari awal mendukung kebijakan ini, mengingat kondisi Rutan dan Lapas yang bisa memburuk dan kolaps kapan saja. Namun, Pemerintah harus tetap diingingatkan bahwa langkah tersebut saja, tidak akan maksimal dalam menekan angka overcrowding di Rutan maupun Lapas. Ada 4 langkah lain yang dapat diambil Presiden untuk menyelamatkan kondisi Rutan dan Lapas di Indonesia yang hari ini kondisi overcrowdingnya memburuk.
Berdasarkan sistem database pemasyarakatan per 7 Juli 2021 mengalami overcrowding di angka 87%, dimana kapasitas yang tersedia hanya untuk 135.981 orang namun diisi oleh 253.938 tahanan/narapidana. Sempat berhasil ditekan hingga pada Maret-Mei 2020 lalu, dari angka overcrowding 99% menjadi 69%, nyatanya sekarang overcrowding Lapas dan Rutan terus merangkak naik bahkan lebih buruk dari kondisi sebelum pandemi. Masalah overcrowding ini, tidak hanya terjadi dalam Rutan dan Lapas di bawah pengawasan Menteri Hukum dan HAM, namun juga terjadi di tempat penahanan lainnya seperti kantor kepolisian, meskipun tidak ada data pasti seperti informasi di Rutan dan Lapas di bawah pengawasan Kemenkumham.
Salah satu penyebab terjadinya overcrowding tersebut adalah tidak terdapatnya sinergisitas antara Kemenkumham dengan Aparat Penegak Hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan dalam rangka menekan angka overcrowding dalam masa darurat pandemi seperti saat ini, dimana jumlah orang dalam Rutan dan Lapas harus segera dikurangi. Dengan adanya kondisi overcrowding tersebut, dapat dipastikan bahwa WBP dan Tahanan tidak akan mungkin melakukan physical distancing, bahkan hingga saat ini, vaksinasi bagi seluruh WBP dan Tahanan belum menjadi program prioritas pemerintah.
Atas dasar tersebut, ICJR, IJRS dan LeIP kembali mengingatkan bahwa diperlukan penerapan dan pembangunan sistem yang mumpuni untuk adanya alternatif penahanan rutan, dan alternatif pemidanaan non pemenjaraan. Salah satu dari 5 langkah yang pernah direkomendasikan telah berjalan yaitu perpanjangan kebijakan Asimilasi di Rumah, namun untuk lebih memastikan komitmen Pemerintah, dibutuhkan Langkah strategis dan sesegara mungkin lainya.
Oleh karena itu, Presiden harus mengambil 4 langkah lainnya yang diperlukan dan mendapatkan hasil yang lebih signifikan yaitu:
1. Menerbitkan kebijakan penghentian penahanan dalam lembaga bagi Kepolisian dan Kejaksaan, dengan memaksimalkan bentuk lain seperti penangguhan penahanan dengan jaminan, tahanan rumah, tahanan kota;
2. Menerbitkan kebijakan untuk Kejaksaan untuk melakukan penuntutan dengan memaksimalkan alternatif pemidanaan non pemenjaraan misalnya pidana percobaan dengan syarat umum dan syarat khusus ganti kerugian, pidana denda, rehabilitasi rawat jalan untuk pengguna narkotika.
3. Menerbitkan kebijakan untuk vaksinasi langsung dan segera bagi seluruh penghuni rutan dan lapas termasuk penghuni rutan selain di bawah Kementerian Hukum dan HAM.
4. Menerbitkan kebijakan pengeluaran WBP berbasis kerentanan untuk WBP lansia, perempuan dengan anak atau beban pengasuhan, dengan riwayat penyakit bawaan dan pecandu narkotika.
Hormat Kami, 7 Juli 2021
ICJR, IJRS, LeIP