ICJR: KOMNAS HAM dan Jaksa Agung Harus Segera Memanggil Agum Gumelar

Berdasarkan pantauan pemberitaan media, melalui video yang beredar, Agum Gumelar, salah satu anggota dewan pertimbangan presiden (Wantimpres) periode 2015-2019, menyatakan bahwa dirinya mengetahui nasib para aktivis maupun orang yang dihilangkan secara paksa oleh Tim Mawar Kopassus pada medio 1997-1998. Dirinya mengaku mengetahui  bagaimana aktivis maupun orang korban penculikan itu dibunuh dan dibuang. Hal ini ditempuh ketika dirinya menjadi anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada 1998.

Penghilangan secara paksa aktivis 1997-1998 merupakan salah satu pelanggaran HAM berat yang sampai saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Pada 27 November 2018 lalu, Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan yang diserahkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), dimana salah satu berkas yang dikembalikan adalah berkas penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998. Jaksa Agung mengembalikan berkas-berkas penyelidikan KOMNAS HAM itu karena dianggap masih terlalu sumir untuk ditingkatkan ke penyidikan sebagaimana dinyatakan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mukri. Oleh sebab itu, perkembangan kasus ini dan beberapa pelanggaran HAM berat lainnya masih jalan di tempat.

Atas dasar hal tersebut, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta serta mendesak kepada KOMNAS HAM dan Kejaksaan Agung untuk memanggil Agum Gumelar untuk memberikan keterangan terkait pelanggaran HAM berat penculikan aktivis maupun orang pada tahun 1997-1998 dalam rangka menggali informasi untuk mendukung kebutuhan penyelidikan. Agar dengan keterangannya tersebut, kasus penculikan aktivis dan orang pada 1997-1998 mendapat perkembangan baru dan bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan.

ICJR mengingatkan bahwa setiap warga Negara yang mengetahui adanya kejahatan –  berdasarkan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku – wajib untuk memberikan keterangan kepada pejabat/instansi yang berwenang. ICJR juga mengingatkan bahwa mengingkari kewajiban hukum tersebut pada dasarnya merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 221 ayat (1) angka 2 KUHP yang menyebutkan bahwa:

”Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang- undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.”

———–

Kami memahami, tidak semua orang orang memiliki kesempatan untuk menjadi pendukung dari ICJR. Namun jika anda memiliki kesamaan pandangan dengan kami, maka anda akan menjadi bagian dari misi kami untuk membuat Indonesia memiliki sistem hukum yang adil, akuntabel, dan transparan untuk semua warga di Indonesia tanpa membeda – bedakan status sosial, pandangan politik, warna kulit, jenis kelamin, asal – usul, dan kebangsaan.

Hanya dengan 15 ribu rupiah, anda dapat menjadi bagian dari misi kami dan mendukung ICJR untuk tetap dapat bekerja memastikan sistem hukum Indonesia menjadi lebih adil, transparan, dan akuntabel

Klik taut icjr.or.id/15untukkeadilan



Related Articles

ICJR Mempublikasi Dua Penelitian untuk Memperkuat Hak-Hak Fair Trial dalam Kasus Hukuman Mati dan Meluncurkan Database Hukuman Mati Indonesia (hukumanmati.id)

Pada 27 April 2022, ICJR menyelenggarakan webinar series “Penguatan Prinsip Fair Trial dalam Kasus Hukuman Mati” dalam rangka meluncurkan dua

ICJR Tunggu Langkah Konkret Pemerintah Untuk Revisi UU ITE

ICJR menunggu langkah konkret pemerintah atas komitmennya untuk melakukan revisi terhadap UU ITE. Namun, ICJR kembali mengingatkan Pemerintah terkait beberapa

Menguatnya Soal Duplikasi Pidana Penghinaan dalam Pembahasan “Rahasia” Revisi UU ITE

Pada Selasa 21 Juni 2016, DPR kembali melakukan Pembahasan RUU ITE yang tertutup oleh Panja Komisi I DPR dan pemerintah.