ICJR Kritik Tindakan Penahanan terhadap Baiq Nuril Maknun
Penahanan terhadap tersangka mestinya dilakukan secara proporsional, hati – hati, dan berdasarkan oleh hukum.
Baiq Nuril Maknun, seorang Ibu 3 anak dari Desa Parampuan, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat telah merasakan dinginnya sel tahanan sejak 24 Maret 2017 hingga saat ini. Ia dilaporkan atas tuduhan mentransmisikan rekaman elektronik yang bermuatan kesusilaan yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE.
Bermula pada 2002, ia ditelpon oleh oknum kepala sekolah tentang pengalaman pribadinya pada Nuril. Percakapan yang sangat bermuatan unsur pelecehan seksual tersebut kemudian direkam oleh Nuril. Pada Desember 2014, seorang rekannya meminjam HP milik Nuril, kemudian mengambil rekaman percakapan antara oknum kepala sekolah dan Nuril. Rekaman tersebut bocor, membuat oknum kepala sekolah yang membeberkan aib dirinya sendiri pada Nuril malu akibat beredarnya rekaman mesumnya.
ICJR mengingatkan kembali agar setiap pejabat yang memiliki kewenangan penahanan untuk bersikap proporsional dan hati – hati untuk menggunakan kewenanganan penahanan. Berdasarkan ketentuan KUHAP, penahanan pada prinsipnya dilarang dilakukan kecuali terdapat alasan – alasan yang sah berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang secara garis besar mengatur 3 alasan penting yaitu:
- Ada bukti yang cukup
- Perbuatan tersebut diancam dengan pidana lima tahun
- Adanya keadaan yang menimbulkan kekuatiran, tersangka akan (a) melarikan diri, (b) menghilangkan barang bukti, dan (c) mengulangi tindak pidana
Para pejabat yang memiliki kewenangan seharusnya dapat memeriksa secara obyektif apakah ada keadaan – keadaan tersebut dan tidak hanya bersandar pada kekuatiran semata – mata. Dalam posisi Ibu Nuril, ICJR melihat penahanan yang dilakukan terhadapnya memiliki potensi tinggi telah dilakukan secara melawan hukum karena ketiadaan alasan ketiga.
Selain itu, ICJR juga telah memberikan peringatan terhadap pemerintah dan DPR ketika meloloskan perubahan UU ITE yang memberikan kewenangan besar dilakukan penahanan tanpa ijin dari Pengadilan (Baca: https://icjr.or.id/respon-atas-rencana-penetapan-revisi-uu-ite-lima-masalah-krusial-dalam-revisi-uu-ite-yang-mengancam-kebebasan-ekpresi-di-indonesia/). Sebelumya, ICJR telah merekomendasikan agar perubahan UU ITE terkait dengan ketentuan penahanan untuk diperketat melalui ijin dari Pengadilan (Baca: https://icjr.or.id/catatan-dan-usulan-masyarakat-sipil-atas-ruu-perubahan-ite/)
ICJR mendesak agar Majelis Hakim PN Mataram yang menyidangkan perkara ini untuk sesegera mungkin membebaskan Baiq Nuril Maknun dari penahanan yang telah dijalaninya.
Artikel Terkait
- 08/04/2014 Persidangan Kasus Penghinaan BBM M. Arsyad, Dirancang Untuk Dipaksakan!
- 16/08/2019 ICJR Desak Presiden Serius Mencegah dan Mencabut Undang – Undang Yang Menyulitkan Rakyat
- 19/11/2018 Menunggu Respon Presiden Atas Petisi Amnesti Untuk Nuril
- 14/10/2018 Kasus Augie Fantinus: ICJR Minta Agar Polisi Tidak Mudah Melakukan Penahanan
- 15/06/2017 ICJR Kritik Pembahasan Masa Penahanan di RUU Terorisme yang Tertutup
Related Articles
Peringatan 30 Tahun Deklarasi Hak-Hak Asasi Anak, ICJR: Anak (masih) Dalam Ancaman Penjara
20 November menandai 30 tahun deklarasi hak-hak asasi anak, yang kemudian dituangkan di dalam Konvensi Hak Anak. Indonesia merupakan salah
Perilaku aparat yang melakukan pengamanan sidang Kanjuruhan dinilai bentuk penghinaan terhadap pengadilan
Pada hari Selasa, 14 Februari 2023, persidangan ke-12 kasus tragedi Kanjuruhan dengan Nomor Perkara 11/11/Pid.B/2023/PN.Sby;12/Pid.B/2023/N.Sby; dan 13/Pid.B/2023/PN.Sby dilangsungkan di Pengadilan
Inkonsistensi Wacana Moral Pemerintah: Judi Bisa Legal, Hubungan Privat Dipenjara
Inkonsistensi ini menunjukkan bahwa tidak ada indikator moral yang jelas dalam perumusan RKUHP. Di satu sisi sebagian fraksi di DPR