ICJR Meminta Menjadi Pihak Terkait dalam Permohonan Pasal Zina dalam KUHP
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang pemeriksaan dalam Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016. Perkara yang dimohonkan sejumlah masyarakat dengan latar belakang berbeda tersebut memohonkan uji materi Pasal 284 ayat (1) sampai ayat (5), Pasal 285, dan Pasal 292 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP).
Dalam perkara tersebut, terdapat 12 pemohon dengan latar belakang beragam seperti akademisi dan pekerja swasta. Ke 12 nama tersebut yakni Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti., M.Si (Pemohon I) 2. Rita Hendrawaty Soebagio, Sp.Psi., M.Si. (Pemohon II); 3. Dr. Dinar Dewi Kania (Pemohon III) 4. Dr. Sitaresmi Sulistyawati Soekanto (Pemohon IV) 5. Nurul Hidayati Kusumahastuti Ubaya, S.S., M.A. (Pemohon V) 6. Dr. Sabriaty Aziz (Pemohon VI) 7. Fithra Faisal Hastiadi, S.E., M.A. M.Sc., Ph.D (Pemohon VII) 8. Dr. Tiar Anwar Bachtiar, S.S., M.Hum. (Pemohon VIII) 9. Sri Vira Chandra D, S.S., MA (Pemohon IX) 10.Qurrata Ayuni, S.H. (Pemohon X) 11.Akmal, S.T., M.Pd.I. (Pemohon XI) 12.Dhona El Furqon, S.H.I., M.H. (Pemohon XII).
Mewakili para Pemohon, Evi Risna Yanti memaparkan pokok permohonannya. Dijelaskan Evi, para Pemohon merasa dirugikan hak konstitutionalnya untuk mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan sebagai pribadi, keluarga, dan masyarakat atas berlakunya pasal yang mengatur mengenai perzinaan, perkosaan, dan pencabulan tersebut.
“Apalagi kita sadari KUHP disusun para ahli hukum Belanda yang hidup ratusan tahun lampau. Tentulah keadaan masyarakat pada saat penyusunannya sudah sangat jauh berbeda dengan masa kini,” jelasnya dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Selain itu, Evi menegaskan KUHP disusun oleh mereka yang tak meyakini Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Oleh karena itu, menurutnya, dapat dipastikan tidak sepenuhnya ketentuan dalam KUHP sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang menjiwai setiap hukum positif di Indonesia. Evi menilai pasal-pasal terkait perzinahan tersebut tidak cukup jelas untuk melindungi hak konstitusional para Pemohon.
Permohonan Pihak Terkait (unduh disini)
Artikel Terkait
- 27/08/2016 Memperluas Tindak Pidana Kesusilaan akan Berpotensi Besar Mengakibatkan Over Kriminalisasi
- 09/10/2020 Fenomena Deret Tunggu Terpidana Mati di Indonesia
- 02/04/2020 Rancangan KUHP Memperburuk Kondisi Pandemic COVID-19: Tunda Pembahasan
- 24/03/2020 Ancaman Kriminalisasi Pembubaran Kerumunan Masyarakat Berlebihan dan Perburuk Kondisi Penanganan Covid-19
- 11/11/2019 ICJR Policy Brief: EU – Indonesia Human Rights Dialogue
Related Articles
RS Vs. Negara Republik Indonesia
Kasus Posisi HS mendengar informasi bahwa di kedai milik RS dilakukan pencemaran nama baik HS dimana RS mengatakan bahwa HS,
WD Vs. Negara Republik Indonesia
Kasus Posisi WD didakwa telah mencemarkan nama dari saksi korban Drs. LW, M.Si pada Mei 2007. WD menyuruh AS untuk
Ir. HRD v Negara Republik Indonesia
Kasus Posisi Terdakwa Ir. HRD (54 tahun), bermula ketika Terdakwa kepada kuasa hukumnya yang bernama AMS telah memberikan informasi data