Pada 8 Desember 2020, ICJR telah mengirimkan sahabat pengadilan (Amicus Curiae) kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang. Di dalam Amicus ini ICJR memberi perhatian khusus terhadap perkara Gugatan Tata Usaha Negara No. 63 G/2020/PTUN.SMG pada PTUN Semarang. Duduk dari perkara ini adalah diskriminasi terhadap Penggugat karena dasar orientasi seksualnya yang berujung pada Pemberhentian dengan Tidak Hormat (PDHT).
Di dalam kasus pada 2017 ini, Penggugat yang berprofesi sebagai Polisi dipaksa menjalani pemeriksaan dugaan pelanggaran Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi. Pemeriksaan kemudian berlanjut hingga keluarnya Putusan Sidang Kode Etik Profesi Kepolisian Nomor: PUT/KKEP/46/X/2017/KKEP tanggal 18 Oktober 2018 Jo Putusan Sidang Banding Nomor: PUT Banding/03/IV/2018/Kom Banding Tanggal 12 April 2018 yang memberhentikan Penggugat sebagai anggota Polri secara tidak hormat dari dinas Polri.
Di dalam putusannya, Penggugat dianggap melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia khususnya Pasal 7 ayat (1) huruf (b) “menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri;” dan Pasal 11 huruf (c) “Setiap Anggota Polri wajib (…) menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan lokal, dan norma hukum;”
Dalam keputusan itu ICJR melihat Pemberhentian Dengan Tidak Hormat melanggar hak konstitusional dari Penggugat atas perlindungan HAM dan kebebasan dasar manusia tanpa diskriminasi.
Pemberhentian pekerjaan berdasarkan orientasi seksual atau gender merupakan pembatasan Hak atas Kerja. Hal ini juga merupakan pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar kelompok atau golongan (termasuk minoritas orientasi seksual) yang memenuhi sifat diskriminasi sesuai dengan perlindungan Pasal 1 angka 3 j.o Pasal 3 ayat (3) UU 39 tahun 1999 tentang HAM. Selain itu, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga selanjutnya mengakui akan Hak untuk tidak dirampas pekerjaannya secara tidak adil yang tertuang di dalam Pasal 150 sampai Pasal 172 UU Ketenagakerjaan.
Selain dalam kerangka UU Nasional, perbuatan ini juga bertentangan dengan semangat peraturan yang dikeluarkan sendiri oleh Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Surat Edaran Polri No. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian. Di dalam Surat Edaran ini di definiskan bahwa ujaran kebencian salah satunya adalah penistaan yang memiliki tujuan dan bisa berdampak pada tindakan diskriminasi, kekerasan, bertujuan untuk menyulut kebencian pada berbagai komunitas yang dibedakan. Secara jelas Surat Edaran tersebut menyebut komunitas yang dibedakan tersebut termasuk berdasarkan gender dan orientasi seksual, ujaran kebencian terhadap kelompok berbasis hal tersebut harus dilarang.
Di dalam konteks hukum pidana, yang diatur hanya terkait dengan perbuatan dan bukan orientasi seksual. Hukum pidana Indonesia sudah melarang perbuatan pidana berupa kesusilaan di muka umum, percabulan, percabulan dengan anak, atau tindakan lain, tindakan kriminalisasi ataupun diskriminasi berkaitkan dengan orientasi seksual tidak dibenarkan secara hukum.
ICJR mengirimkan Amicus ini sebagai dukungan kepada majelis hakim PTUN Semarang guna memeriksa secara teliti dan mendalam atas adanya potensi diskriminasi berdasarkan orientasi seksual, ekspresi gender dan identitas gender merupakan golongan yang dilindungi atas perbuatan diskriminasi berdasarkan UUD 1945, UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagarkerjaan.
Unduh dokumen Amicus disini