Setidaknya sebanyak 17 orang yang mayoritas berasal dari Jawa Tengah telah menjadi korban kasus perdagangan orang dengan iming-iming bekerja di Jepang yang dilakukan oleh tiga orang Terdakwa: AAK, MR, dan A. Peristiwa tersebut terjadi tahun 2023, dan para terdakwa ditangkap pada 19 Juli 2023 saat mengurus penempatan para korban, sehari sebelum pemberangkatan para korban ke Jepang.
Perkaranya hingga kini masih disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pertengahan Maret lalu, Penuntut Umum telah membacakan tuntutan untuk ketiga terdakwa, dengan Pasal 2 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda masing-masing Rp 120 juta. Penuntut Umum juga menuntut masing-masing terdakwa membayar restitusi kepada para korban sebesar Rp 498.166.666 dengan penggantian kurungan selama 1 tahun apabila terdakwa tidak mampu membayar restitusi.
ICJR memandang bahwa tindakan perdagangan orang yang dilakukan oleh para terdakwa mengakibatkan korban mengalami sejumlah kerugian sebesar biaya penempatan yang telah nyata dikeluarkan oleh korban. Ganti kerugian terhadap korban dalam nama Restitusi, dijamin dalam UU No. 21 tahun 2007.
Pasal 48-50 UU TPPO tersebut menjamin bahwa nilai restitusi harus dicantumkan dalam amar putusan (Pasal 48 ayat (3) UU TPPO), pembayaran restitusi dibayarkan sejak dijatuhkan pada putusan tingkat pertama, dan dititipkan terlebih dahulu pada Pengadilan Negeri (Pasal 48 ayat (4) dan (5) UU TPPO), perampasan kekayaan terpidana untuk pembayaran restitusi juga dapat dilakukan (Pasal 50 ayat (3) UU TPPO), baru kemudian, jika terpidana tidak mampu membayar restitusi, maka berlaku pidana pengganti kurungan maksimal 1 tahun penjara (Pasal 50 Ayat (4) UU TPPO).
Penuntut Umum dalam berkas tuntutannya menuntut masing-masing terdakwa untuk membayar restitusi sebesar Rp 498.166.666 dengan subsider 1 tahun kurungan penjara. Namun, Penuntut Umum sama sekali tidak menyatakan dengan detail nilai restitusi yang harus diberikan kepada masing-masing korban secara rinci. Penuntut Umum tidak menurutkan amanat Pasal 48-50 UU TPPO secara detail.
Tuntutan tidak menjelaskan berapa komponen masing-masing restitusi pada masing-masing korban, padahal nilai kerugian sebesar jumlah uang yang diberikan oleh korban berbeda satu sama lain. Hal ini perlu diperbaiki dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sesuai amanat Pasal 48 Ayat (1) dan (3) UU TPPO. Selain itu, tuntutan tidak menjelaskan tentang daftar aset yang dimiliki para terdakwa untuk kemudian dapat dirampas jika terdakwa tidak kunjung membayar restitusi korban. Padahal hal itu bisa diupayakan sesuai amanat Pasal 50 Ayat (3) UU TPPO. Tuntutan justru langsung kepada upaya menggantikan pembayaran restitusi dengan pidana kurungan, padahal seharusnya ada upaya mendaftarkan harta yang bisa dirampas, pembayaran dengan penitipan di Pengadilan Negeri, perampasan dan pelelangan harta untuk pembayaran restitusi, baru terakhir kemudian mengganti dengan pidana kurungan.
Sikap aktif Hakim perlu diupayakan. Pada dasarnya, pemberian restitusi dapat berupa pengajuan gugatan sendiri oleh korban atas kerugian yang dialaminya, sesuai Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana. Dalam materi PERMA Pasal 8 Ayat (4), hakim berperan memeriksa kebenaran atas pengajuan restitusi sebesar biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan tersebut. Hakim perlu secara detail mempertimbangkan kerugian pada 17 orang yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
Fakta persidangan telah menekankan bahwa terdapat transfer dana yang dilakukan oleh para korban kepada terdakwa, artinya sudah ada biaya yang dikeluarkan oleh korban. Sesuai dengan Pasal 48 Ayat (1) dan (3) UU TPPO, hakim dapat mencantumkan restitusi dalam amar putusan sebesar kehilangan kekayaan atau kerugian yang dialami masing-masing korban.
Untuk itu, kami mendorong Majelis Hakim untuk memutus dan memastikan materi berikut tercantum dalam amar putusan, yaitu:
(1) Masing-masing nilai restitusi diberikan kepada masing-masing korban dengan mengacu pada permohonan korban
(2) Memerintahkan nilai restitusi tersebut untuk dibayarkan dan dititipkan kepada Pengadilan Negeri terlebih dahulu dalam waktu 14 hari setelah putusan pengadilan tingkat pertama yang akan diputus Majelis Hakim
(3) Memerintahkan Penuntut Umum untuk mendaftar harta Terpidana yang dapat disita, dirampas, dan dilelang untuk pembayaran restitusi
(4) Penggantian hukuman kurungan hanya apabila ketiga langkah di atas telah dilaksanakan.
Jakarta, 1 April 2024
Hormat Kami,
ICJR
Akses dokumen amicus curiae di sini