Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), pada Kamis, 30 Juli 2015 menyelenggarakan diskusi yang dihadiri oleh awak media di Bakoel Coffie Cikini. Diskusi ini diselenggarakan bertepatan dengan batas akhir waktu pengesahan peraturan pelaksana dari UU SPPA. Pasal 107 UU SPPA menegaskan jika pada 30 Juli 2015, pemerintah harus merampungkan peraturan pelaksana UU SPPA dalam bentuk 6 materi Peraturan Pemerintah dan 2 materi Peraturan Presiden.
Anggara, Peneliti Senior ICJR menyoroti bahwa pasca disahkannya UU SPPA, terdapat 3 permasalahan utama. Permasalahan yang pertama yaitu UU SPPA masih sangat umum menjelaskan terkait beberapa ketentuan, untuk itu diperlukan peraturan pelaksana untuk secara komprehensif menjelaskan suatu aturan dalam Undang-Undang.Kedua,tanpa adanya Peraturan Pelaksana UU SPPA maka berarti tidak ada aturan mengikat secara keseluruhan terhadap Aparat Penegak Hukum,khususnyaPenyidik dan Balai Pemasyarakatan (Bapas). Dan yang terakhir, UU SPPA pada akhirnya akan semakin lama bisa diterapkan diakibatkan absennya peraturan pelaksana untuk mengefektifkan UU SPPA tersebut. Hasilnya, tentu saja terancamnya hak dan kepentingan anak yang dikandung dalam UU SPPA.
Selain itu, persoalannya yang terjadi sampai saat ini adalah akses RPP dari UU nya itu sendiri, karena jika melihat dari situs resmi pemerintah RPP tersebut ada, namun tidak bisa di unduh oleh masyarakat luas sehingga masyarakat menjadi tidak memiliki kesempatan untuk ikut memberikan saran dalam penyusunan RPP tersebut. Begitu pula dengan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 Tahun yang sempat digembor-gemborkan di jaman Presiden SBY namun sampai sekarang tidak ada rekam jejaknya dan proses penyusunan RPP tersebut seolah-olah tidak dilanjutkan lagi.
Senada dengan itu, Adzkar Ahsinin, Peneliti dari Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA) juga menyatakan bahwa UU SPPA menyisakan banyak persoalandiantaranya pembangunan sarana dan prasarana pendukung UU SPPA masih belum optimal, dan juga peraturan pelaksana yang sampai saat ini belum bisa dituntaskan oleh pemerintah.
Lebih lanjut Adzkar menyatakan bahwa ketiadaan peraturan pelaksana UU SPPA akan merugikan kepentingan anak itu sendiri. Ketiadaan peraturan pelaksana diversi akan membuat anak yang berhadapan dengan hukum cenderung berpotensi menjadi korban kekerasan baik oleh aparat maupun proses peradilan tersebut.
Dalam akhir diskusi Anggara meminta pemerintah untuk memberikan penjelasan kepada publik terkait keberadaan dan sudah sejauh mana proses pembahasan peraturan pelaksana UU SPPA. Ia juga meminta agar Pemerintah membuka kembali pembahasan peraturan pelaksana UU SPPA secara terbuka, partisipatif, dan profesional.