Pemerintahan SBY tidak memiliki komitmen dan perhatian terhadap pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Sehingga, SBY tidak menjadikan hak asasi manusia sebagai salah satu agenda prioritas dalam Pemerintahannya. Hal ini terbukti dari tidak adanya kemajuan dan pencapaian yang berarti dalam bidang hak asasi manusia selama lima tahun terakhir terutama terkait anti penyiksaan. Sebagian besar agenda hak asasi manusia yang seharusnya menjadi prioritas pemerintahan macet, terbengkalai, atau bahkan tidak dijalankan. Salah satu agenda hak asasi manusia yang juga diabaikan Pemerintahan adalah menghentikan dan atau mengurangi praktik-praktik penyiksaan. Selama 10 tahun terakhir, Pemerintahan SBY tidak melakukan langkah-langkah konkrit untuk menghentikan dan atau mengurangi praktik-praktik penyiksaan, membentuk mekanisme penghukuman yang efektif dan membuat mekanisme pemulihan yang mudah bagi korban penyiksaan dan atau keluarganya[1][1].
Deskripsi dan asumsi tidak adanya komitmen dan perhatian Pemerintahan SBY dalam pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia dapat dilihat dalam Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010 -2014 yang dikeluarkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam laporannya Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyatakan bahwa :“…..capaian penting yang telah dilakukan Pemerintah adalah terbitnya beberapa regulasi yang semakin memperkuat perlindungan dan pemenuhan HAM pada masyarakat seperti Perpres No. 23/2011 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Tahun 2011-2014 dan ditindaklanjuti dengan pembentukan panitia RAN HAM di 32 K/L dan ditingkat Provinsi dan Kab/Kota. Selain itu, pemerintah telah menetapkan UU No.16/2011 tentang Bantuan Hukum yang semakin memperluas akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan hukum dan UU No.11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak….. Capaian penting lainnya di bidang pembangunan HAM adalah Pemerintah turut serta dalam pelaporan pelaksanaan Convention on the Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW), turut sertanya Pemerintah Indonesia dalam kegiatan Universal Periodic Report kepada Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (DHAM PBB), semakin meningkatnya penanganan pengaduan pelanggaran HAM di Indonesia serta adanya komitmen pemerintah untuk meratifikasi Optional Protokol Konvensi CEDAW”[2][2].
Laporan Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010 -2014 yang dikeluarkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 2013 ini menunjukkan bahwa pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia dipahami sebatas “adanya” regulasi parsial yang tidak sepenuhnya menyentuh permasalahan pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia. Sementara regulasi-regulasi, kebijakan dan langkah-langkah penting yang seharusnya menjadi standard setting pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia tidak tercermin dan tidak masuk dalam agenda Pemerintahan SBY[3][3], seperti penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia masa lalu, penyelesaian konflik agraria, pembentukan mekanisme pencegahan penyiksaan dan pemulihan bagi korban-korban pelanggaran hak asasi manusia.
Menjelang berakhirnya masa jabatannya pemerinta saat ini, praktik penyiksaan justru masih marak terjadi dan dilakukan oleh aparat penegak hukum serta terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Semua permasalahan terkait dengan pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, dalam hal ini pencegahan praktik-praktik penyiksaan disebabkan oleh tidak adanya komitmen dan ketidakmampuan pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan seluruh instrumen hak asasi manusia yang sudah dimiliki Indonesia[4][4].
Pemerintah juga tidak menjadikan rekomendasi-rekomendasi lembaga-lembaga hak asasi manusia nasional dan internasional, seperti Komnas HAM, Komite Anti Penyiksaan, Universal Periodic Review, Komite CCPR, sebagai sesuatu yang dianggap penting dan harus dilakukan dalam upaya pencegahan praktik-praktik penyiksaan. Sehingga, sebagian besar rekomendasi-rekomendasinya tidak ditindaklanjuti. Padahal apabila diperhatikan, rekomendasi-rekomendasi tersebut sangat penting ditindaklanjuti untuk mencegah meluas dan terulangnya praktik-praktik penyiksaan.
Masih terjadinya tindakan yang dikualifikasi sebagai tindakan penyiksaan, hukuman yang kejam tidak manusiawi dan merendahkan martabat, tidak adanya proses legislasi regulasi yang dapat mencegah terjadinya praktik-praktik penyiksaan serta diabaikannya berbagai rekomendasi badan-badan PBB dan negara-negara anggota PBB seolah menjadikan Pemerintahan SBY “pro” dengan praktik-praktik penyiksaan, hukuman yang kejam tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia.
Unduh Briefing Paper disini[5]
[1][6] Laporan HAM ELSAM 2011 dan 2012; Hukumonline, Penegakan HAM di Era Reformasi Mandek: Banyak regulasi yang tidak menghormati dan menjamin HAM, Selasa, 22 Mei 2012, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fbb6f043b21d/penegakan-ham-di-era-reformasi-mandek[7]; Theglobejournal, Gagal Penegakan HAM Era SBY, Kamis, 20 Oktober 2011 00:00 WIB, http://theglobejournal.com/hukum/gagal-penegakan-ham-era-sby/index.php
[2][8] Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2010 -2014, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2013, Hal 140-141.
[3][9] Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 -2014, yang selanjutnya disebut RPJM Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden hasil Pemilihan Umum tahun 2009. RPJM Nasional memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Lihat juga Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014.
[4][10] Antara lain UUD 1045, UU 39/1999, Ratifikasi CAT
- [1]: #_ftn1
- [2]: #_ftn2
- [3]: #_ftn3
- [4]: #_ftn4
- disini: https://icjr.or.id/wp-content/uploads/2014/06/Briefing-Paper-penyiksaan-Indonesia-2014-23-Juni-2014.pdf
- [1]: #_ftnref1
- http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fbb6f043b21d/penegakan-ham-di-era-reformasi-mandek: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fbb6f043b21d/penegakan-ham-di-era-reformasi-mandek
- [2]: #_ftnref2
- [3]: #_ftnref3
- [4]: #_ftnref4