Jakarta – Badan Intelijen Negara (BIN) dinilai tidak perlu risih bila kewenangannya diatur Undang-undang. Salah satu kewenangan yang memang harus diatur dan diperbaiki dalam Rancangan Undang-undang (RUU) yakni urusan sadap-menyadap.
“Nggak perlu repot, nggak perlu risih. Kalau diatur nanti tidak akan menghambat tugas maupun operasi intelijen,” kata Anggara Suwahju, peneliti Institue for Criminal Justice Reform (ICJR) dalam diskusi soal RUU Intelijen di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jl Cikini Raya, Jumat (25/3/2011).
Sementara itu, peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menilai urusan penyadapan sangat terkait dengan privasi warga negara. Bila tidak diatur dengan gamblang terutama mekanisme penyadapan, pertanggungjawaban dan koreksi, maka penyadapan intelijen dianggap akan merusak privasi seseorang.
“Bayangkan, bila masuk rumah seseorang tanpa izin saja sudah melanggar hukum. Apalagi ini memasuki wilayah yang paling penting, yang paling privat, paling individu. Di negara lain, urusan intelijen seperti ini sudah di atur dan tidak ada masalah (hambatan),” terang Peneliti Elsam, Wahyudi Djafar.
“Selain itu, penyadapan juga harus diatur meminta penetapan atau izin pengadilan. Ini tidak akan menghambat operasi intelijen. Pada praktiknya, pada kasus lain seperti penyitaan, sudah diberlakukan izin pengadilan dan semua berjalan lancar. Justru legalitas hukumnya kuat,” tambahnya.
Sebelumnya, Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) juga meminta RUU Intelijen diperbaiki. Menurut Kontras, setidaknya ada 4 hal yang masih penuh kekurangan yakni soal fungsi pengamanan, penyadapan, pengawasan dan koreksi.
“Sekarang kemana mengadu kalau intelijen salah? Kerja intel itukan hanya berdasar desas-desus. Bagaimana kalau tidak ada bukti, tidak ada saksi dan sebagainya,” kata Kabiro Penelitian Kontras, Papang Hidayat.
(Ari/gun)
Artikel ini dimuat di detikNews.com