Ringkasan Kasus Posisi
Putusan Mahkamah Agung No. 2105 K/Pid/2006, adalah putusan atas perkara pidana Terdakwa WH (42 tahun) yang bertempat tinggal di Kelapa Gading Jakarta Utara. Terdakwa merupakan salah seorang Karyawan BII (Mantan Kepala Cabang BII Senen). Terdakwa menjabat sebagai Kepala Cabang Pembantu BII Senen, terdakwa menawarkan kerja sama dengan Dana Pensiun PUSRI (Depensri) Palembang dengan membuat surat penawaran kerja sama No.2003.095 /09 /WAPRES. DIR/ KW-3-STS.5 tanggal 5 September 2003 yang ditujukan kepada saksi Bunyamin Ibrahim selaku Direktur Utama Depensri. Dimana dalam surat tersebut terdakwa menyatakan menyetujui menerima dana sebesar 25.000.000.000,- yang rencananya mau ditempatkan sebagai Deposito Berjangka, jangka waktu 3 (tiga) bulan (ARO) dengan permohonan bunga 8,5% . Untuk pengiriman dana, dilakukan melalui sandi kliring 0160131.
Setelah dana milik Dapensri sebesar Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah) ada di BII KCP Senen, beberapa hari kemudian saksi Buyanmin Ibrahim menerima Bilyet Giro Berjangka BII dari Terdakwa sebesar Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah) di rumahnya No. DB/DC.8215885 A tanggal 8 September terhitung sejak tanggal 8 September 2003 sampai dengan 8 Desember 2003 yang ditanda tangani oleh Terdakwa dan saksi Adyastuti. Setelah deposito itu habis jangka waktunya, kemudian deposito tersebut diperpanjang lagi beberapa kali sampai dengan tanggal 8 Juli 2004. Perpanjangan deposito tersebut diantarkan langsung oleh Terdakwa kerumah Saksi Bunyamin Ibrahim.
Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorimum Kriminalistik, terdapat kejanggalan pada tanda tangan Terdakwa WH. dan tanda tangan Adyastuti yang terdapat pada 1 (satu) lembar Advice Deposito Berjangka/ Call Deposit BII Cabang Juanda Kalilo nominal Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah) dan beberapa perpanjangan deposito/ pemberitahuan (Advice) Deposito Berjangka/ deposit on call BII Cabang Juanda Kalilo Nominal Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah). Berdasarkan pemeriksaan laboratorium No.lab.4053/DTF/2004 tanggal 14 September 2004 adalah non identik atau merupakan tanda tangan yang berbeda dengan tanda tangan WH. dan tanda tangan Adyastuti (Pembanding).
Sama halnya blanko bukti yang terdapat disatu lembar Advice Deposito berjangka/Call Deposito BII Cabang Juanda Kalilo No. Seri DB/DC.821585 A tanggal 8 September 2003 nominal Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah), adalah Non Identik atau merupakan blanko/produk cetak yang berbeda dengan blanko pembanding.
Dana sebesar Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah), milik Dapensri yang terdapat pada rekening simpanan sementara di BII KCP Senen Jakarta Pusat kemudian dipindahkan / ditransfer oleh terdakwa ke Rekening PT. Kharisma International Hotel a.n. Ade Suhidin (DPO) di BII KCP Senen Jakarta yang baru dibuka pada tanggal 4 September 2003. Selanjutnya dana tersebut keesokan harinya diterima direkening PT Kharisma Internasional Hotel yaitu pada tanggal 5 September 2003.
Pemindahan dana oleh terdakwa tersebut dilakukan atas dasar adanya surat dari Dapensri No. 403/ Dapensri/IX/2003 tanggal 5 September 2003 yang telah ditanda tangani oleh Direksi Dapensri (Bunyamin Ibrahim, A. Syarbini dan Syaiful Bahri). Surat tersebut berisikan permintaan Direksi Dapensri kepada Kepala Bank Mandiri KCP Pusri Palembang untuk memindahkan dana milik Dapensri yang ada di Bank Mandiri KCP Pusri No. Rek. 112-0093012933 sebesar Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah) ke BII KCP Senen (Kanwil III Juanda) untuk penempatan Deposito melalui sandi kliring No. 060131. Selain itu, pemindahan dana tersebut dilakukan oleh Terdakwa dengan tanpa adanya konfirmasi terlebih dahulu kepada Bank pengirim, yaitu Bank Mandiri KCP Pusri Palembang sebagaimana diatur dalam Ketentuan Bank Indonesia (Surat Edaran Bank Indonesia No.2/24/Dasp tanggal 17 November 2000).
Dari hasil Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik No.Lab3921/DTF/2004 tanggal 2 Agustus 2004 disimpulkan bahwa Surat Dapensri No. 403/ Dapensri/IX/2003 tanggal 5 September 2003 yang diterima dari saksi Lukman Hakim dan dijadikan dasar untuk pemindahan dana oleh Terdakwa dapat disimpulkan bahwa:
- Tanda tangan Direksi Dapensri yaitu Bunyamin Ibrahim, A. Syarbini dan Syaiful Bahri yang ada pada satu lembar dana pensiun Pusri (Dapensri) No.403/Dapensri/IX/2003 tertanggal Palembang 5 September 2003 adalah merupakan Produk Cetak Printer Color Komputer.
- Cap stempel Dapensri yang ada pada satu lembar dana pensiun Pusri (Dapensri) No.403/Dapensri/IX/2003 tertanggal Palembang 5 September 2003 adalah merupakan Produk Cetak Printer Color Komputer.
- Satu lembar dana pensiun Pusri (Dapensri) No.403/Dapensri/IX/2003 tertanggal Palembang 5 September 2003 bukti seluruh tulisan (Kop Surat, isi, tanda tangan dan cap stempel) adalah merupakan Produk Cetak Printer Color Komputer.
Tidak hanya itu, selanjutnya Terdakwa pun mengulang perbuatannya yang serupa kepada dana sebesar Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah) milik Dapensri yang telah di transfer lagi oleh Bank Mandiri dan diterima pada tanggal 15 September 2003. KCP Pusri. Melalui surat No.423/ Dapensri/IX/2003 tanggal 15 September 2003 lah, Dapensri meminta pihak Bank Mandiri KCP Pusri supaya dana Dapensri sebesar Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah) ditransfer lagi kepada BII Cabang Senen Jakarta.
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Jaksa Penuntut Umum mendakwa WH dengan model dakwaan Subsidiaritas dan Alternatif. Dakwaan Pertama, Primair, terdakwa telah didakwa melanggar ketentuan pasal 49 (1) huruf a Undang- undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang- undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, kerena telah dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembuktian atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha laporan transaksi atau rekening suatu bank. Subsidair, terdakwa didakwa telah melanggar ketentuan Pasal 49 ayat (1) huruf b Undang- undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang- undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, karena dengan sengaja menghilangkan atau memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laopran maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha laporan transaksi atau rekening bank. Lebih Subsidair, terdakwa didakwa telah melanggar ketentuan pasal 49 ayat (1) huruf c Undang- undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang- undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, karena dengan sengaja mengubah mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha laporan transaksi atau rekening suatu bank atau dengan sengaja mengubah mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan, atau merusak catatan pembukuan tersebut.
Kedua, yaitu Terdakwa didakwa telah melanggar ketentuan pasal 49 ayat (2) huruf b Undang- undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang- undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP karena dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang- undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank.
Pasal 49 Undang- undang No. 10 Tahun 1998, menyatakan :(1) Anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja:
atau rekening suatu bank;
(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja: b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).” |
Pasal 64 Ayat (1) KUHP : |
“Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut (voortgezette handeling), maka hanya dikenakan satu aturan pidana; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokokyang paling berat”.
Pada tingkat Pengadilan Negeri, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja membuat pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan transaksi secara berlanjut, dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dikurangkan dengan masa selama terdakwa ditahan, serta pidana denda Rp. 10.000.000.000; (sepuluh milliar rupiah).
Sementara itu, pada tingkat Pengadilan Tinggi, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, memutus perkara ini dengan menguatkan Putusan Sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan memperbaiki putusan akhir Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana terurai dalam dakwaan kesatu Primair dan menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan tidak melaksanakan pencatatan dalam pembukuan atau laporan transaksi atau rekening bank secara berlanjut sebagaimana tercantum dalam dakwaan kesatu Subsidair. Menjatuhkan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dikurangkan masa tahanan dan pidana denda sebesar Rp. 10.000.000.000; (sepuluh milliar rupiah).
Alasan-alasan Kasasi dari terdakwa
Ada banyak alasan yang diajukan terdakwa melalui penasehat hukumnya dalam mengajukan kasasi. Namun, hanya beberapa saja yang dijadikan poin penting dalam pertimbangan Mahkamah Agung untuk memutus perkara ini, sehingga alasan-alasan lainnya mengenai permohonan kasasi dikesampingkan oleh Mahkamah Agung karena dirasa cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi. Alasan-alasan yang dijadikan poin penting tersebut adalah mengenai Perubahan Surat Dakwaan (yang terdapat pada poin pertama alasan diajukannya kasasi).
- Judex Facti telah salah dalam menerapkan peraturan hukum atau setidaknya menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya :
1) Pengadilan tinggi Jakarta tidak mengacu pada ketentuan Undang-undang dalam memutus permohonan banding terhadap putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan tanpa menyertakan alasan yang cukup dalam menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan mempertimbangkan fakta hukum yang terbukti maupun pertimbangan yuridisnya yang tidak bersesuaian antara satu dan yang lainnya.
2) Adanya pertimbangan hakim yang saling bertentangan antara hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama atas adanya perubahan surat dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Namun dalam putusannya, Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta tetap menguatkan Putusan sela Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 143/Pid.B/2005/PN.Jkt.Pst. yang menyatakan tidak dapat menerima Eksespsi Penasehat Hukum terkait dengan adanya perubahan Surat Dakwaan.
3) Ditinjau dari tanggal pembuatan Surat Dakwaan, telah terjadi surat dakwaan ganda sebab surat Dakwaan kedua dengan No.Reg.Perk 88/Jkt Pusat/01/2005 yang baru diberikan kepada Tim Penasehat Hukum tanggal 3 Februari 2005 dibuat pada tanggal yang sama dengan tanggal pembuatan surat dakwaan kesatu No.PDM-88/JK, yaitu tanggal 20 Januari 2005, dimana kedua surat dakwaan tersebut memiliki materi yang berbeda. Dimana pada Surat Dakwaan yang kesatu, terdakwa didakwa dengan dakwaan tunggal. Sedangkan dalam Surat Dakwaan kedua, terdakwa di dakwa dengan dakwaan yang disusun secara berlapis yaitu dengan dakwaan subsidair dan alternative.
- Judex Facti telah salah menerapkan hukum dalam memutus perkara ini;
- Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum dalam pembuktian unsur delik pada dakwaan kesatu subsidair.
- Judex Facti salah dalam menerapkan hukum dalam pembuktian unsur ke 2 (dua), “unsur dengan sengaja” dari dakwaan kesatu subsidair.
- Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum pembuktian.
- Judex Facti salah menerapkan hukum dalam membuktikan unsur ketiga dari dakwaan kesatu subsidair.
- Judex Facti telah salah menerapkan hukum dalam menentukan pelaku tindak pidana dan tanggung jawab pidana.
Putusan Mahkamah Agung
Dalam putusannya Mahkamah Agung Mengabulkan Permohonan Kasasi dari pemohon Kasasi / Terdakwa WH. dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tinggi Jakarta tanggal 24 April 2006 No.09 /PID / 2006 PT.DKI. yang telah memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 Oktober 2005 No.143 / Pid. B /2005 /PN.JKT.Pst. Serta menyatakan bahwa dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima,
Pertimbangan Mahkamah Agung
Keberatan pemohon Kasasi / Terdakwa Ir.Wahyu Hartanto, BS. tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Judex Factie salah menerapkan hukum berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
- Bahwa secara tegas Pasal 144 ayat 1 dan ayat 2 menentukan :
(1) Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum Pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya;
(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai;
- Bahwa Penuntut Umum telah mengubah surat dakwaan a quo tidak menurut cara dan waktu yang secara tegas ditentukan oleh Pasal 144 ayat 1 dan ayat 2 KUHAP, karena :
- Perubahan surat dakwaan kesatu tertanggal 20 Januari 2005 No.PDM / 88 / Jk. Surat dakwaan ini diterima Penasehat Hukum Terdakwa bersamaan saatnya pada waktu perkara Terdakwa dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemudian diterima tanggal 3 Pebruari 2005 dengan Register Perkara Reg.Perk 88 / Jakarta Pusat / 01 / 2005;
- Bahwa terjadinya perubahan dakwaan yang kedua tersebut terjadi pada persidangan tanggal 3 Pebruari 2005 dan diterima dipersidangan dirubah dengan dakwaan kedua;
- Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum (cq. Pasal 144 KUHAP), karena walaupun in casu tidak ada penegasan tentang sanksi apabila ketentuan tersebut dilanggar, tetapi Judex Facti wajib mentaati ketentuan tersebut, yaitu dengan keharusan Judex Facti memperhatikan hak Terdakwa dari sudut pandang Terdakwa bukan berdasarkan penilaian hukum tetapi harus mngambil tolak ukur keberatan yang diajukan Terdakwa dalam Eksepsinya;
Hal ini mengingat :
- Fungsi surat dakwaan bagi Hakim,
Surat dakwaan bagi Hakim merupakan dasar pemeriksaan, dasar pertimbangan dan dasar pengambilan putusan tentang bersalah tidaknya Terdakwa dalam tindak pidana yang didakwakan kepadanya;
- Fungsi surat dakwaan bagi Terdakwa / Penasehat Hukum;
Bagi Terdakwa / Penasehat Hukum surat dakwaan merupakan dasar untuk mempersiapkan pembelaan dan oleh karena itu surat dakwaan harus disusun secara cermat, jelas dan lengkap surat dakwaan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut, akan merugikan hak pembelaan Terdakwa dan oleh karenanya dapat dinyatakan tidak dapat diterima;
- Bahwa yang harus menjadi perhatian Judex Facti setelah adanya dua kali perubahan surat dakwaan dengan cara yang tidak sesuai dengan Pasal 144 ayat 1 dan 2 KUHAP Terdakwa / Penasehat Hukum berpendapat dakwaan tersebut kabur (Obscuur Libel) dan pendapat ini tetap dipertahankan sampai perkara diperiksa dalam tingkat kasasi;
- Bahwa memperhatikan alasan-alasan dalam butir 1 sampai dengan butir 4 tersebut, Judex Facti seharusnya menolak perobahan surat dakwaan yang cara perobahan tidak sesuai dengan Undang-Undang, dan menyatakan dakwaan tidak diterima. Berdasarkan putusan a quo bagi Penuntut Umum masih terbuka untuk melakukan kembali penuntutan setelah diadakan penyempurnaan pada surat dakwaan;
Anotasi Hukum
Isu hukum dalam perkara ini adalah mengenai adanya Perubahan Surat Dakwaan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan tanpa memperhatikan ketentuan Pasal 144 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP yang mengatur mengenai ketentuan perubahan terhadap surat dakwaan.
Pasal 144 ayat (1) dan (2) KUHAP: |
(1) Penuntut Umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum Pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya;
(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai;
Hal ini menandakan adanya praktek kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pihak JPU dalam hal perubahan surat dakwaan. Padahal Surat Dakwaan merupakan penataan konstruksi yuridis atas fakta fakta perbuatan terdakwa yang terungkap sebagai hasil penyidikan dengan cara merangkai perpaduan antara fakta-fakta perbuatan tersebut dengan unsur unsur Tindak Pidana sesuai ketentuan Undang Undang Pidana yang bersangkutan. Ada beberapa fungsi yang dimiliki oleh Surat Dakwaan dalam penyelesaian suatu perkara pidana, yaitu:
1) Bagi Jaksa/ Jaksa Penuntut Umum, surat dakwaan merupakan
a) Dasar penuntutan perkara ke Pengadilan.
b) Dasar untuk pembuktian dan pembahasan yuridis dalam tuntutan (requisitoir).
c) Dasar untuk melakukan upaya hukum.
2) Bagi Terdakwa/ Pembela
Surat dakwaan merupakan dasar untuk melakukan pembelaan dengan menyiapkan bukti-bukti kebaikan terhadap apa yang didakwakan Penuntut Umum.
3) Bagi Hakim, surat dakwaan merupakan
a) Dasar pemeriksaan di persidangan pengadilan
b) Pedoman untuk pengambilan keputusan yang dijatuhkan
Pada kasus ini, Surat Dakwaan yang di ubah memiliki tanggal pembuatan yang sama dengan Surat Dakwaan sebelumnya yang telah diberikan kepada Tim Penasehat Hukum Terdakwa yaitu, dibuat tertanggal 20 Januari 2005. Tidak hanya itu, perubahan yang terjadi pada Surat Dakwaan tersebut baru disampaikan kepada Tim Penasehat Hukum Terdakwa ketika sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dibuka. Yang perlu dicermati adalah adanya batas waktu penyampaian perubahan surat dakwaan kepada Terdakwa. Karena sudah tentu perubahan ini penting diketahui oleh Terdakwa. Urgensi mengetahui perubahan Surat Dakwaan inilah yang diatur didalam Pasal 144 ayat (3) KUHAP.
Pasal 144 ayat (3) KUHAP: |
(3) Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.
Seharusnya surat dakwaan disampaikan kepada terdakwa / penasehat hukumnya pada saat sebelum pemeriksaan perkara dimulai (lihat ketentuan Pasal 144 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP), supaya terdakwa / penasehat hukumnya dapat mempelajari isi dari perubahan surat dakwaan tersebut dan kemudian merumuskan pembelaannya didalam Nota Pembelaan. Oleh karenanya, hak terdakwa dalam hal mempersiapkan pembelaan dapat terpenuhi sebagaimana yang diatur pada Pasal 51 huruf b KUHAP.
Pasal 51 huruf b KUHAP: |
Terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.
(Marto/Diyan)