ICJR : Peraturan Internal Kemensesneg No. 2 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Klasifikasi Keamanan dan Arsip Kementerian Sekretariat Negara, Berpotensi Memasung kebebasan Informasi Publik
Pada Senin, 3 Oktober 2016, PTUN Jakarta membatalkan Keputusan Komisi Informasi Pusat (KIP) No. 58/XII/KIP-PS-A-M-A/2015 (Putusan Banding atas Putusan Komisi Informasi Pusat dalam Perkara Sengketa Informasi (Institutte For Criminal Justice Reform) melawan Kementrian Sekretariat Negara atas Permohonan Informasi Keputusan Grasi Terpidana Mati). KIP sebelumnya memutuskan bahwa dokumen salinan/copy Keputusan Grasi Terpidana Mati merupakan dukumen publik yang terbuka dan merupakan informasi yang wajib tersedia setiap saat.
Institute or Criminal Justice reform (ICJR) sebagai pemohon dokumen Keputusan Presiden Grasi, di KIP sangat menyayangkan Putusan PTUN tersebut karena tidak didasarkan atas pertimbangan yang cermat dan teliti sesuai dengan kaidah kaidah yang tercantum dalam UU Keterbukaan Informasi Publik.
ICJR sangat berkeberatan dengan putusan PTUN Jakarta tersebut karena merupakan langkah mundur jaminan hak masyarakat untuk memperoleh informasi di indonesia. Selain itu, pertimbangan Pengadilan justru bertentangan dengan perintah Undang – Undang yang berlaku. Sampai saat ini, tidak ada ketentuan di level Undang – Undang yang menyatakan keputusan Presiden terkait Grasi adalah bersifat rahasia.
PTUN Jakarta membatalkan keputusan KIP karena mendasarkan pada Peraturan Menteri Sekretaris Negara No. 2 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Klasifikasi Keamanan dan Arsip Kementerian Sekretariat Negara. ICJR memandang peraturan Internal tersebut justru memasung hak masyarakat atas informasi yang bersifat Publik dan juga proses formalnya bertentangan dengan UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam peraturan yang dikeluarkan pada 2016 tersebut hampir semua akses informasi termasuk terkait dengan kebijakan publik menjadi rahasia. Bahkan seluruh Keppres tentang Grasi dapat bersifat rahasia.
Menurut ICJR Putusan TUN tidak memenuhi kaidah hukum dalam UU Keterbukaan Informasi Publik karena tidak mempertimbangkan prosedur internal di Kemensetneg dalam mengecualikan sebuah informasi. Padahal dalam proses persidangan di KIP terungkap fakta-fakta bahwa secara formil uji konsekuensi di kemsetneg dalam menetapkan informasi yang dikecualikan tersebut tidak seusai dengan Pasal 17 huruf g Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.”
ICJR juga mempertanyakan alasan Kemensteneg tidak memberikan kepres grasi karena merupakan akta otentik padahal berdasarkan Pasal 97 dan Pasal 100 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Keputusan Presiden bukan merupakan suatu “akta otentik yang bersifat pribadi seseorang” namun hal ini justru lalai dipertimbangkan oleh Majelis Hakim TUN.
Beberapa pengaturan Dalam Peraturan Menteri Sekretaris Negara No. 2 Tahun 2016 yang menjadi dasar PTUN
Pasal 4 Arsip yang termasuk dalam klasifikasi Biasa dan Terbatas, dapat ditetapkan sebagai arsip dengan klasifikasi Rahasia, apabila di kemudian hari informasi di dalamnya mengandung resiko strategis, sehingga perlu dirahasiakan oleh Menteri Sekretaris Negara. Pasal 5 Informasi pada arsip dengan klasifikasi Rahasia dan Sangat Rahasia merupakan informasi yang dikecualikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Aturan Kontroversial dalam Permensesneg Terkait Grasi (Lampiran Permensesneg halaman 166 – 168) Klasifikasi Rahasia
Klasifikasi Terbatas
|
Sebelumnya dalam putusan KIP No. 58/XII/KIP-PS-A-M-A/2015, Majelis Komisioner KIP menolak dasar hukumyang diajukan Kemsetneg tersebut. menurut KIP, berdasarkan Pasal 3 UU Keterbukaan Informasi Publik pada pokoknya menjamin hak warga negara untuk mengetahui alasan pengambilan suatu keputusan publik, Majelis Komisioner KIP berpendapat bahwa Keputusan Presiden tentang Grasi merupakan kebijakan yang menyangkut kepentingan publik atau masyarakat, sehingga pengecualian terhadap permohonan informasi Keppres Grasi yang dilakukan Kemensetneg tersebut tidak relevan dan tidak berdasar. Majelis Komisioner kemudian memutus bahwa Keputusan Presiden tentang Grasi di kategorikan sebagai suatu informasi yang terbuka bagi publik dan wajib tersedia setiap saat.
Atas putusan TUN tersebut, Pertama, ICJR akan menempuh upaya hukum berupa kasasi sebagai usaha untuk tetap memperjuangkan keterbukaan informasi yang menjadi bagian dalam kemajuan dan demokrasi di Indonesia. Kedua, atas terbitnya Peraturan Menteri Sekretaris Negara No. 2 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Klasifikasi Keamanan dan Arsip yang pada pokoknya berisi pengaturan mengenai informasi atau dokumen yang tidak dapat diakses oleh publik, ICJR meminta Kementerian Sekretarian Negara untuk mencabut dan membatalkan peraturan tersebut karena tidak sejalan dengan semangat keterbukaan informasi publik. Ketiga, Meminta Komisi Informasi pusat untuk melakukan tinjauan hukum berdasarkan tugas dan kewenangannya terhadap Peraturan Menteri Sekretaris Negara No. 2 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Klasifikasi Keamanan dan Arsip yang mengancam kebebasan informasi pubilk.