Keterangan Toby Daniel Mendel Dalam Pengujian KUHP di Mahkamah Konstitusi

by ICJR | 11/10/2011 11:58 am

Berikut ini adalah keterangan dari Toby Daniel Mendel, seorang ahli kebebasan berekspresi berkewarganegaraan Canada, Ia diajukan sebagai ahli oleh Risang Bima Wijaya dan Bersihar Lubis. Keterangan Toby disampaikan melalui fasilitas Video Conference di MK pada 23 Juli 2008. Berikut ini adalah keterangan yang disampaikan di Mahkamah Konstitusi terkait dengan pengujian Pasal 310, 311, 316, dan 207 KUHP. Beberapa hal di edit karena kami tidak memasukkan pertanyaan baik dari kuasa hukum pemohon maupun dari Hakim Mahkamah Konstitusi, hal lainnya adalah keterangan Toby sesungguhnya disampaikan dalam bahasa Inggris, namun disini kami menyampaikan keterangan yang telah diterjemahkan. Untuk risalah sidangnya sendiri silahkan di unduh disini[1]

Toby Daniel Mendel

Terima kasih banyak, saya akan memulai dengan menyebutkan garis besar mengapa menurut saya hukum internasional ini relevan terkait dengan pertimbangan kasus ini saya yakin bahwa Bapak/Ibu memiliki pendapat masing-masing tapi saya ingin menyampaikan mengapa hal ini penting.

Jaminan kebebasan berekspresi atau berpendapat dalam Konstitusi Indonesia seperti halnya dengan Konstitusi lain ini cukup baik. Tetapi ini adalah satu hal yang rumit dari sisi sosial terutama dalam kaitan dengan implikasi dan konteks tertentu ini cukup rumit, jadi adalah satu hal yang relevan dan penting untuk mempertimbangkan kasus dalam kaitannya dengan hukum internasional dan juga jaminan konstitusional. Pada saat kita menerapkan jaminan konstitusional dan mengkaitkan dengan fakta kasus-kasus yang ada dalam hukum internasional ini beberapa yang relevan. Indonesia tentunya terikat pada ketentuan hukum internasional, tentunya tugas para hakim adalah tidak menginterpretasikan hukum internasional tapi Kontistusi Indonesia, tetapi karena ini mengikat secara hukum jadi mungkin Bapak-Bapak yang mulia bisa mengkaitkan ini dengan ketentuan hukum internasional.

Saya akan juga dalam sejauh itu ini cukup menarik untuk melihat dari praktik yang ada di negara lain dan menginterpretasikan jaminan kebebasan berpendapat dalam Konstitusi mungkin ini berbeda dalam respek tertentu dari satu negara ke negara lain pada saat yang sama inti dari jaminan kebebasan berpendapat dalam negara-negara demokrasi ini terdapat beberapa kesamaan dan diterapkan secara konsisten, jika hukum internasional ini bisa dijadikan sebagai interpretasi pada saat kita menginterpretasikan jaminan Konstitusi.

Saya akan menuju pentingnya kebebasan berpendapat dalam kaitan hukum internasional, jadi saya akan mengacu kepada resolusi PBB tahun 1946 dari sidang umum PBB yang membicarakan mengenai pentingnya kebebasan berpendapat secara fundamental sebagai aspek demokrasi dan juga menurut saya ini sangat penting sebagai touch down atau dasar dari semua kebebasan dimana PBB ini mengkonsentrasikan diri. Jadi sidang umum PBB berpendapat bahwa kebebasan berpendapat ini penting sebagai dasar dari demokrasi, tapi juga penting dalam peran yang dimainkannya yang memungkinkan adanya penjaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang lain. Ini adalah hak yang menjadi pondasi atau hak yang sifatnya mendasar. Dengan referensi akan pentingnya kebebasan berpendapat ini telah diperkuat secara berulang-ulang dan secara konstan oleh Mahkamah Internasional termasuk global international court dan juga semua Mahkamah Hak Asasi Manusia regional di seluruh dunia, Afrika, Amerika Latin, Eropa, dan juga pada beberapa negara.

Ada beberapa peristiwa baik oleh persidangan internasional dan tingkat nasional. Ada beberapa alasan mengapa kebebasan berpendapat menjadi satu hal yang sangat penting.

Yang pertama, mungkin ini terlalu jelas untuk disebutkan ini adalah dasar dari negara demokrasi. Jika mereka tidak ada kebebasan berbicara mereka tidak bisa mengkritisi pemerintah untuk berdebat dan mendiskusikan gagasan tertentu maka demokrasi tidak akan ada. Jadi hal peran yang paling penting dimainkan oleh kebebasan berpendapat ini adalah menjadi dasar suatu negara demokrasi.

Yang kedua, saya ingin menyebutkan pentingnya kebebasan berpendapat dalam memberantas korupsi. Kebebasan berpendapat ini telah diakui secara luas sebagai satu alat utama untuk pemberantasan korupsi jika masyarakat bisa berbicara mengenai hal-hal buruk yang terjadi di masyarakat mereka terutama praktik-praktik korupsi dan juga kemungkinan untuk memberantas atau menghilangkan masalah ini, ini bisa meningkat secara signifikan.

Yang ketiga, peran kebebasan berpendapat dalam meningkatkan akuntabilitas. Dalam diskusi yang terbuka di masyarakat dimana warga negara bisa berpikir dalam kaitan dengan akuntabilitas Pemerintah bisa meminta pertanggung jawaban Pemerintah dan ini juga sebenarnya lebih mendalam dari itu, ini lebih luas daripada hal itu dimana kebebasan berpendapat juga bisa meminta pertanggungjawaban dari semua aktor sosial termasuk bisnis-bisnis atau perusahaan yang besar, pelaku dari pihak swasta maupun perseorangan.

Dan peran keempat yang dimainkan yang juga sama pentingnya dari kebebasan berpendapat di dalam masyarakat adalah dipercaya kebebasan ini adalah cara terbaik untuk menemukan kebenaran. Melalui diskusi yang sifatnya terbuka, melalui adanya persaingan gagasan yang terbuka ya ini pasar terbuka bagi kebebasan maka masyarakat ini bisa menemukan kebenaran. Jika kita menekan adanya sudut pandang tertentu maka kebenaran ini tidak akan bisa terangkat.

Jadi ada beberapa peran lain yang telah diidentifikasi dari kebebasan berpendapat ini, tapi empat ini adalah peran yagn paling penting. Sama pentingnya dengan kebebasan berpendapat ini adalah juga diakui juga dalam hukum internasional dan juga semua Undang-Undang Dasar nasional ini bukanlah suatu hak yang sifatnya mutlak kebebasan berpendapat, mungkin dibatasi. Ada beberapa dasar dimana kebebasan ini dapat dibatasi misalnya hak dari masyarakat lain, keamanan nasional, ketertiban umum dan lain sebagainya. Meskipun kebebasan berpendapat ini sangat penting tapi bukan berarti tidak ada batasan. Ini mungkin dibatasi, hukum internasional juga menjelaskan adanya pengujian dari kebebasan berpendapat. Pembatas ini harus bisa memenuhi uji tiga hal supaya disebut memiliki legitimasi, jika tiga ujian ini gagal dalam Undang-Undang Nasional maka ini tidak, bukan merupakan pembatasan kebebasan berpendapat yang sifatnya legitimate ataupun sah.

Ujian pertama adalah pembatasan ini harus diatur dalam undang-undang, harus ada disebutkan dalam undang-undang. Jadi bukan dari keputusan satu pejabat pemerintah untuk membatasi kebebasan berpendapat, ini adalah hak yang sifatnya fundamental dan penting dan hanya parlemen ataupun sistem penyusunan undang-undang yang diakui secara formal yang bisa menerapkan pembatasan tersebut dalam kasus-kasus pencemaran nama baik yang jarang menjadi masalah pembatasan semacam ini sudah diatur dalam undang-undang, jadi bagian dari ujian tersebut atau tes tersebut sudah dipenuhi.

Bagian kedua dari ujian tersebut adalah pembatasan ini harus memiliki tujuan yang legitimate. Hukum internasional menyebutkan daftar dari tujuan-tujuan yang legitimate yang bisa memberikan justifikasi pembatasan berpendapat sebagai hak mendasar. Dan pembatasan ini merupakan tujuan sosial yang sangat penting dan satu tujuan yang diakui dalam konteks nasional adalah hak dan reputasi dari orang lain dan di banyak kasus pencemaran nama baik ini biasanya diatur untuk melindungi reputasi dari warga negara. Jadi bagian dari ujian ini juga terpenuhi. Saya, namun akan mencatat bahwa dalam beberapa kasus tertentu misalnya dimana Undang-Undang mengenai Pencemaran Nama Baik ini melindungi reputasi dari lembaga-lembaga negara, undang-undang nasional ini belum pernah ada di Mahkamah Internasional tapi Undang-Undang Nasional biasanya ini tidak memenuhi dari ujian ini karena biasanya menyebutkan bahwa reputasi lembaga negara ini tidak perlu, jadi tidak ada tujuan sosial yang legitimate yang bisa digunakan untuk menjustifikasi pembatasan. Saya akan kembali pada argumen tersebut pada presentasi saya berikutnya.

Dan dari bagian ujian yang ketiga dan adalah bagian dari ujian dimana keputusan-keputusan Internasional ini merupakan fokus utama pada kasus-kasus pencemaran nama baik, bagian ketiga ini adalah pembatasan dari kebebasan pendapat ini sebaiknya diperlukan untuk melindungi tujuan yang legitimate. Jadi ini bukan untuk mencapai tujuan yang sah atau legitimate tapi diperlukan untuk melindungi pencapaian tujuan tersebut. Ada beberapa implikasi yang telah dielaborasikan oleh pengadilan internasional, jadi satu hal sifatnya ini perlu ada beberapa dasar.

Yang pertama adalah ketentuan yang membatasi kebebasan pendapat ini dirancang secara hati-hati untuk memfokuskan diri pada perlindungan tercapainya tujuan yang legitimate atau sah. Jadi kebebasan berpendapat ini mungkin bisa dilakukan pada situasi tertentu tapi harus dilakukan secara hati-hati saat kita merancang aturan-aturan membatasi kebebasan pendapat. Dan kita harus mempertimbangkan hak statusnya sebagai kebebasan mendasar dari hak asasi manusia. Yang kedua ini tidak boleh terlalu luas, ini harus dilekatkan hanya kepada ekspresi-ekspresi yang membahayakan dan tidak membatasi kebebasan berbicara pihak lain. Yang ketiga, yang paling penting sebagai aspek dari perlunya ini adalah pembatasan tidak boleh tidak seimbang atau disproporsional dalam mempertimbangkan apakah ini seimbang atau tidak, pengadilan harus menganalisa kerugian yang diakibatkan dari pembatasan kebebasan berpendapat dibandingkan dengan manfaat dari pencapaian tujuan yang legitimate atau sah dan aspek utama adalah sanksi sebaiknya tidak terlalu berat. Jika satu kebebasan berbicara itu membahayakan tapi mungkin ini harus dibatasi tapi jangan dibatasi terlalu berat sehingga hanya untuk melindungi yang sifatnya minor. Jadi pembatasan ini tidak boleh terlalu luas karena ini akan memiliki chilling effect terhadap kebebasan berpendapat. Yang disebut chilling effect di sini adalah tidak hanya berdampak kepada pembicara yang dikenakan sanksi tetapi juga semua masyarakat yang mengamati penerapan sanksi tersebut akan lebih hati-hati dalam menggunakan kebebasan berekspresi mereka. Karena mereka takut akan mendapatkan sanksi itu sendiri. Dan pengadilan nasional telah menjelaskan fenomena ini seperti sebuah resiko dimana mereka akan berhati-hati, menjauh dari zona berbahaya tidak hanya dari kebebasan berbicara tapi mungkin mereka tidak akan menggunakan hak berbicara di sekitar zona berbahaya ini mereka tidak mau mengambil resiko untuk mendapatkan sanksi yang sama. Saya juga ingin mengutip sebuah kutipan dari James Marison dari Hakim Agung Amerika Serikat yang telah berhasil menangkap fenomena ini dan ia menyampaikan beberapa pelanggaran ini tidak bisa dipisahkan dari penyalahgunaan semuanya dan ini ada kaitannya dengan kebebasan pers. Dalam praktik-praktik di beberapa negara tertentu mungkin lebih baik untuk menambahkan beberapa hal tertentu dari pada dicabut karena ini merugikan beberapa orang atau segelintir orang tertentu saja. Dengan kata lain seperti yang disebutkan oleh Bapak Marison, jika kita terlalu terperikan masalah membatasi semua yang membatasinya, jika dilakukan terlalu tegas maka orang lain yang tidak bersalah akan terintimidasi dan tidak akan menggunakan hak kebebasan berbicaranya itu sendiri, maka akan takut mengatakan hal-hal yang sebetulnya boleh mereka sampaikan karena mereka melihat kegiatan seperti ini dan mereka menjadi tidak berani berbicara meskipun diperbolehkan.

Marilah sekarang saya akan lanjutkan dalam perkara ini yaitu sanksi pidana untuk pencemaran nama baik dan saya akan berbicara secara singkat tentang asal Undang-Undang Pencemaran baik pidana karena penting untuk memahami di banyak negara darimana asal negara-negara itu kalau kita mau memahami apakah undang-undang tersebut masih sah, apakah sanksi pidana itu masih berlaku sampai sekarang dan asal-usul dari pidana pencemaran nama baik adalah untuk ketertiban umum, pencemaran nama baik mula-mula disusun pada masa dimana ada kemungkinan bahwa penghinaan kepada orang lain akan mengakibatkan mungkin gangguan ketertiban umum yang sangat serius dimana para bangsawan akan saling menghina dan sebetulnya semacam perang sipil kecil-kecilan antara mereka dan kelak mungkin saya sekarang.

Saya akan kembali ke masa abad 13, 14 asal–usul pencemaran nama baik, pernyataan yang bersifat fitnah sehingga menimbulkan terjadinya duel dimana orang-orang akan saling berduel dan satu orang mungkin akan tewas. Jadi pentingnya pembatasan yang bersifat fitnah tentang orang lain berakar di masa itu untuk pertimbangan untuk ketertiban umum bukan reputasi itu sendiri melainkan ketertiban umum pertimbangannya. Dan saya sampaikan bahwa di dunia modern meskipun ada pertengkaran di bar atau mungkin yang timbul pernyataan yang bersifat fitnah itu sudah tidak ada lagi dan sekarang kita memiliki setiap masyarakat termasuk di Indonesia berbagai hukum lain yang secara efektif melindungi ketertiban umum. Jadi ketertiban umum merupakan pembenaran dari sanksi pidana, pencemaran nama baik. Jadi saya sampaikan itu tidak relevan lagi di dunia modern.

Dalam hukum internasional, prinsip-prinsip hukum internasional saya sampaikan ada dua alasan mengapa sanksi pidana dan hukuman penjara untuk pencemaran nama baik sudah tidak sah lagi. Pertama saya sampaikan ini sanksi yang sudah tidak proporsional untuk pelanggaran yang bersifat fitnah. Saya sudah sebutkan tadi bahwa dalam hukum internasional ada uji keperluan untuk melihat apakah sebanding tidaknya dengan pencemaran nama baik, saran saya adalah ini terlalu berlebihan dan yang kedua seperti yang saya tentukan tadi dalam uji keperluan negara harus mengatur dasar agar dapat mempengaruhi kebebasan berpendapat sesedikit mungkin tapi masih melindungi kepentingan yang sah di banyak negara di dunia yang hanya mengandalkan pencemaran nama baik secara perdata untuk melindungi reputasi dan sudah berhasil dalam upaya tersebut maka hukum pidana pencemaran nama baik terutama hukuman penjara untuk itu sudah tidak diperlukan untuk melindungi reputasi. Saya akan kembali membahasnya tapi ini bukan masyarakat barat saja yang sudah menerapkannya banyak negara berkembang dimana sanksi pidana untuk pencemaran nama baik sudah tidak diberlakukan lagi tapi tetap reputasi masih tetap dilindungi dan memadai. Jadi akan saya sampaikan dalam analisis ini sanksi pidana tidak diperlukan untuk melindungi reputasi karena itu tidak dapat dibenarkan lagi atas pembatasan atas kebebasan berpendapat. Saya sebutkan tadi di banyak negara yang mengandalkan semata-mata sanksi perdata ada trend global yang jelas ke arah ini selama 10 tahun terakhir ini, 10 sampai 12 negara di seluruh dunia telah menghapuskan pencemaran nama baik pidana sama sekali atau hukuman penjara untuk pidana pencemaran nama baik, baik di Asia. Di Srilanka misalnya sudah menghapuskan sama sekali pencemaran nama baik tetapi masih memiliki alat yang memadai untuk melindungi reputasi mereka-mereka yang pencemar nama baiknya. Anda mungkin tahu bahwa Kamboja di beberapa tahun yang lalu justru menghapuskan hukuman penjara untuk pencemaran nama baik. Dan sekali lagi saya kira negara tersebut tidak melihat pencemaran adanya peningkatan pencemaran nama baik karena ada sanksi lain yang menyikapinya. Dan ada perkembangan lain di Filipina untuk menghapuskan pencemaran nama baik dan juga di banyak negara di dunia. Banyak negara di Afrika, di Amerika Latin dan di Eropa.

Sekarang saya ingin melanjutkan secara singkat pertimbangan yurisprudensi internasional yaitu perlakuan di berbagai sistem. Sistem regional dan internasional untuk perlindungan hak asasi manusia dan bagaimana cara mereka menangani masalah ini. Tidak ada kasus yang langsung yang ada seperti saat ini, tidak ada kasus yang relevan yang disampaikan ke Komisi Hak Asasi Manusia ke PBB yang merupakan badan yang mengatur politik dan sipil internasional tetapi Komisi HAM PBB ini merupakan badan yang berisi pakar-pakar internasional yang menyampaikan keprihatian tentang penerapan sanksi pidana dalamkasus pencemaran nama baik yang sudah sering terjadi di dalam negaranegara. Negara-negara harus melapor setiap 5 tahun sekali ke Komite HAM PBB mengenai kemajuan pelaksanaan perjanjian mengenai hak sipil dan politik ini, dalam konteks ini komite ini sudah sering menyampaikan pilihannya tentang hukum dan sanksi tentang pencemaran nama baik. Komisi HAM PBB yaitu lembaga yang sudah ada sampai beberapa tahun yang lalu, setiap tahun mengeluarkan resolusi mengenai kebebasan pendapat dan dalam resolusi tersebut dinyatakan keprihatinan dari tahun ke tahun mengenai penerapan hukum penjara dan sanksi pidana dalam konteks pencemaran nama baik. Jadi di tingkat Internasional ada dua badan tertinggi yang menyampaikan keprihatinan tentang penggunaan hukuman pencemaran nama baik ini. Di sistem inter Amerika untuk hak asasi manusia dihasilkan untuk beberapa laporan hukum desacato yaitu suatu hukum tertentu di Amerika yang di dalam laporan itu di Komisi HAM meminta penghapusan sama sekali bahwa hukum desacato yang dianggap menyinggung kebebasan berpendapat sesuai dengan argumentasi yang saya sampaikan tadi. Yaitu sanksi yang tidak proporsional dan hukum perdata sudah cukup untuk reputasi.

Dalam kasus di Mahkamah HAM Inter Amerika tidak pernah ada sanksi pencemaran nama baik pidana yang dipertahankan. Mereka tidak sampai mengatakan bahwa hukuman penjara itu jelas merupakan pelanggaran hak kebebasan berekspresi, tetapi Mahkamah telah menyatakan kebutuhan serius mengenai hukuman penjara untuk pencamaran nama baik dan beberapa tahun yang lalu pada tahun 2004 memutuskan bahwa ketua Mahkamah tersebut pada dasarnya sampai mengatakan bahwa hukuman penjara untuk pencemaran nama baik tidak akan memberikan legitimasi. Ini tanpa sejauh itu dia memberikan alasan yang jelas, yaitu tidak mengakui hukuman penjara untuk sanksi atas pencemaran nama baik.

Komisi Hak Asasi Manusia Afrika memiliki beban perkara yang lebih sedikit dan kasus-kasus yang dihadapinya cenderung lebih ekstrim dalam hal pelanggaran hak asasi manusianya, jadi situasinya seperti yang terjadi sekarang di Zimbabwe yang diajukan ke badan tersebut dan mereka belum membahas-membahas masalah yang mengenai sanksi pidana untuk pencemaran nama baik.

Di Mahkamah HAM Eropa telah diputuskan bahwa ratusan kasus mengenai pencemaran nama baik dan sejauh ini tidak pernah terjadi kasus dimana Mahkamah ini mempertahankan hukuman penjara untuk pencemaran nama baik. Jadi di setiap kasus dimana hukuman penjara diperlakukan ditemukan pelanggaran hak kebebasan berekspresi. Pada umumnya negara-negara diminta untuk menahan diri dalam menerapkan sanksi pidana untuk kebebasan berekspresi secara umum dan untuk kasus pencemaran nama baik dan diakui bahwa sanksi pidana merupakan bentuk sanksi yang paling ekstrim yang tersedia untuk meregulasi suatu kegiatan dan diakui juga langkah-langkah lain misalnya, langkah-langkah perdata umumnya lebih sesuai untuk kebebasan berpendapat.

Meskipun ada contoh-contoh misalnya menyangkut keamanan nasional dimana sanksi ini memiliki legitimasi. Ketika menilai perkara pencemaran nama baik, telah dirujuk kemungkinan telah menggunakan sanksi pidana untuk melindungi ketertiban umum seperti saya sebutkan tadi. Saya tidak melihat ada hubungan lagi antara pencemaran nama baik dan ketertiban umum, tetapi ini tidak pernah mengacu kepada legitimasi sanksi pidana sebagai cara untuk melindungi reputasi. Jadi meskipun tidak ada Mahkamah Internasional yang secara khusus telah menyatakan bahwa hukuman penjara untuk pencemaran nama baik. Merupakan pelanggaran kebebasan hak berpendapat pada saat yang sama tidak ada Mahkamah Internasional yang pernah mempertahankan hukuman penjara untuk kasus pencemaran nama baik dan Mahkamah Internasional telah mengeluarkan pernyataan yang sangat menentang ide tersebut.

Sekarang saya akan beranjak ke masalah yang ada di hadapan Anda juga yaitu mengenai Undang-Undang Pencemaran Nama Baik untuk melindungi reputasi lembaga. Apa saya benar bahwa itu sudah dipertimbangkan? Mahkamah Internasional belum mempunyai kesempatan untuk mempertimbangkan masalah ini karena di hadapan masalah Internasional tapi banyak sekali Mahkamah Internasional sudah membahas isu ini dan sudah banyak negara-negara lain seperti Inggris Raya, India, Afrika Selatan dan juga Zimbabwe di pengadilan. Mahkamah Internasional public body mereka tidak mempunyai hak untuk melakukan penuntutan untuk pencemaran nama baik. Public body atau misalnya badan umum atau badan pemerintah. Tetapi kalau badan umum atau public body tidak bisa melakukannya karena secara sifat mereka tidak mempunyai hak untuk melakukannya, dan Mahkamah ini mempunyai empat argumentasi kenapa badan-badan ini tidak berhak melakukannya. Yang pertama adalah demokrasi membutuhkan keterbukaan mutlak akan debat public body atau badan pemerintah. Dan mereka mengkritik atau badan-badan pemerintah ini dan ini adalah dengan tujuan demokrasi. Yang kedua pengadilan ini sudah melihat bahwa public bodies atau badan pemerintah tidak mempunyai reputasi sedemikian rupa, karena ini adalah badan pemerintah dan mereka mewakili pemerintah dan mereka mempunyai reputasi sendiri dan sebagai badan pemerintah mereka terdiri dari seluruh masyarakat tidak dianggap mempunyai reputasi tertentu, tentu saja berbeda dengan suatu perusahaan swasta tertentu dan juga badan pemerintah mempunyai cara-cara lain untuk membela diri mereka sendiri. Badan pemerintah mempunyai akses untuk atau kepada media atau mempunyai kemampuan untuk membuat pernyataan untuk membantah serangan-serangan kepada mereka yang mungkin dianggap sebagai pencemaran nama baik. Jadi mereka mempunyai cara-cara lain untuk bagaimana menanggulangi masalah tersebut daripada melalui jalur hukum dan pada akhirnya pengadilan mengatakan bahwa ini suatu penyalahgunaan dari denda dan masyarakat jika badan pemerintah melakukan penuntutan. Karena uang yang digunakan badan pemerintah ini lebih baik digunakan untuk kepentingan masyarakat, karena itulah yang seharusnya yang mereka lakukan dan bukan uang tersebut digunakan untuk membela badan pemerintah ini. Dan mereka bisa menganggap bahwa ini merupakan suatu penyalahgunaan dana-dana masyarakat jika badan pemerintah membela ini karena akhirnya mereka menggunakan dana-dana tersebut.

Jadi sekarang saya akan menekankan kepada poin-poin kunci yang akan saya ulangi kembali dan nanti saya akan menutup presentasi saya.

Hukum internasional mengakui adanya pentingnya fundamental mengenai kebebasan bereskspresi dan juga pentingnya kebebasan berekspresi sebagai titik dasar demokrasi namun ini harus adanya pembatasan-pembatasan yang setidaknya secara hati-hati dalam demokrasi ini, tapi yang paling penting suatu pembatasan itu harus perlu untuk bisa melindungi tujuan yang sangat legitimate jadi harus ada hal-hal yang dipertimbangkan secara hati-hati untuk melindungi hukumnya, yang ini berarti adanya keseimbangan atau proporsional dalam hal ini. Dan juga pencemaran nama baik pidana dalam hal undang-undangnya juga itu tidak diperlukan karena itu tidak sesuai, tidak seimbang karena itu tidak berlebihan dibandingkan dengan tindak perbuatannya dan terdapatnya langkah-langkah yang tidak terlalu intrusif atau pencemaran nama baik padahal tak bisa untuk melindungi reputasi ini. Jadi ini adalah suatu fenomena yang harus diakui secara jelas di banyak yurisdiksi-yurisdiksi lainnya dan secara prinsip sudah diakui oleh Mahkamah Internasional dan badan-badan internasional lainya. Dan terakhir terdapat sejumlah besar Mahkamah dan pengadilan yang tidak memperbolehkan badan-badan pemerintah untuk melakukan penuntutan akibat pencemaran karena dianggap badan-badan ini tidak mempunyai reputasi untuk dipertahankan. Itu memang benar bahwa jaminan internasional mengenai kebebasan berpendapat memang menganggap bahwa kebebasan berekspresi sebagai suatu fenomena yang luas dan harus dilindungi, contohnya hukum internasional melindungi hak tidak hanya untuk memberikan informasi, tidak hanya untuk berbicara tapi juga untuk mencari dan menerima informasi dan juga ide. Jadi dari perspektif hukum internasional hak untuk dapat untuk mendapat akses terhadap aliran informasi dan juga ide itu sama pentingnya dan sangat terkait dekat dengan hak para pembicara untuk berbicara. Jadi bukan hanya para pembicara yang dilindungi di bawah hukum internasional tapi juga mendengarnya dengan kata lain bahwa titik tolaknya bahwa ini satu kebebasan berpendapat dimana para warga negara mempunyai hak untuk mendapatkan informasi dari berbagai sudut pandang, jadi para pembicara juga diberi hak untuk berbicara. Tentu saja tidak adanya sanksi berlebihan berdasarkan hukum internasional, terdapat sekali banyak kasus dimana sanksi yang berlebihan merupakan suatu pelanggaran terhadap hukum. Tetapi masalahnya terhadap sanksi yang berlebihan yang pertama nanti si pembicara akan diberikan sanksi yang berlebihan atau diberikan hukuman yang berlebihan terhadap yang ia lakukan, tetapi yang lebih penting di sini berkaitan dengan sanksi yang berlebihan dan khususnya berkaitan dengan pidana penjara yang akan diterapkan, masalahnya akan hal tersebut adalah bahwa seluruh masyarakat akan mengamati aplikasi dari sanksi ini dan melihat kalau tidak diterapkan dengan demikian akan terdapat semacam keraguan untuk mengeluarkan pendapat mereka sendiri atau kebebasan berpendapat walaupun mereka sudah melakukannya sebelumnya, melakukan hal tersebut secara legitimate. Jadi mereka akan takut ketika penjara dan ini akan menjadi suatu fenomena yang diamati di seluruhdunia sebagai hasil dimana individu semakin membuat untuk tidak membuat pernyataan-pernyataan karena mereka takut akan mendapatkan sanksi tersebut, walaupun sebenarnya mereka tidak akan mendapatkan sanksi tersebut tapi mereka akan takut akan sanksi tersebut. Dan itu adalah dari chilling effect ini, dan ini adalah fenomena yang sudah diamati jika hukuman-hukuman pidana berat yang dilakukan. Anda akan melihat kritik-kritik akan semakin berkurang dan juga isi dari koran dan juga ekspresi masyarakat menjadi semakin sedikit karena orang tidak ingin mendapat dan mengambil resiko itu juga.

Pandangan saya adalah bahwa sanksi pidana untuk pencemaran nama baik secara keseluruhan itu tidak diperlukan untuk suatu negara demokratis dan memang tidak harus seluruhnya dihapus tetapi sudah jelas dalam kasus bahwa pidana penjara untuk pencemaran nama baik itu bukan suatu hal yang baik dan kita tahu bahwa pencemaran nama baik juga bisa menjadi suatu masalah terutama dalam masyarakat, tetapi masalah mengenai pencemaran nama baik itu juga dapat ditangani dengan cara-cara yang tidak terlalu ekstrim dan bukan melalui penjara misalnya melalui langkah-langkah keuangan atau misalnya melalui Undang-Undang Perdata dan untuk mengenai penjara saya rasa ini tidak ditentukan akan dilakukan secara tertulis atau pencemaran nama baik tertulis atau secara broadcast bukan suatu restriction untuk hal ini dan ini tidak cukup untuk mendapatkan sanksi pidana penjara.

Izinkan saya untuk menjelaskan kaitannya dengan terorisme mungkin atau mungkin juga permasalahan yang diajukan di Mahkamah Konstitusi ini. Seperti pencemaran nama baik saya melihat dalam demokrasi modern tidak ada lagi kaitan antara perlindungan reputasi dan perlindungan ketertiban umum dan juga permasalahan terorisme ini, adalah satu hal yang sangat serius dan juga negara-negara perlu ada langkah-langkah yang efektif untuk mengatasi tersebut. Tapi ini tidak memerlukan adanya kriminalisasi atau sanksi penjara untuk pencemaran nama baik untuk perlindungan reputasi. Menurut saya trend negara-negara demokrasi di seluruh dunia adalah mengakui apa yang tadi saya sampaikan. Yang sudah ditetapkan dalam hukum internasional adalah pemidanaan pencemaran baik ini bukanlah satu hal yang legitimate ataupun sah dan salah satu alasan penting dibalik hal tersebut adalah kebebasan berbicara atau berpendapat ini adalah merupakan dasar yang penting dari demokrasi dan menurut sejarah ini telah disalahgunakan. Untuk mengurangi arti dari demokrasi ini dan juga mengurangi adanya kritik-kritik yang sifatnya sah atau legitimate dan ini adalah satu hal yang perlu kita atasi atau kita tanggulangi dan dalam negara demokrasi kita perlu menjaga adanya kritik-kritik terbuka dan ini bukan hanya pemerintah tapi juga semua aktor sosial yang memiliki kekuasaan atau wewenang tertentu dan pembatasan ini akan memiliki dampak pada pembatasan kritik-kritik yang sifatnya terbuka dan tidak hanya kritik secara umum saja tetapi tentunya secara umum ini tidak sebaiknya membatasi kritik-kritik yang sifatnya umum dan juga pemenjaraan atau pemidanaan pencemaran nama baik ini membatasi kritik-kritik yang sifatnya umum dan ini bukanlah trend demokrasi yang sifatnya sehat.

Jadi saya akan tanggapi sekarang. Saya akan merangkum beberapa tema tentunya pertama yang mulia benar karena hukum internasional sebagaimana halnya dengan Undang-Undang Dasar atau Konstitusi nasional biasanya mengakui bahwa kebebasan pendapat ini perlu dibatasi ini bukan satu hak yang sifatnya mutlak, ini bukan satu hal yang mutlak dalam hukum internasional ataupun dinegara lain termasuk di Swedia, Jerman maupun di Amerika Serikat. Tadi Bapak juga, yang mulia juga menyampaikan Pasal 29 dari Deklarasi Universal PBB dan juga Pasal 23 dari Konvensi Hak sipil dan Politik Internasional dan ketentuan-ketentuan utama yang sudah tadi saya rujuk ketika saya membicarakan ujian 3 bagian untuk pembatasan ini, mungkin satu hal yang legitimate atau sah untuk menerapkan pembatasan tapi hanya jika pembatasan tersebut memenuhi ketentuan 3 ujian. Yang pertama ini diatur dengan undang-undang, yang kedua ini memiliki tujuan yang sah atau legitimate seperti yang tadi saya sudah sampaikan sebelumnya, ketiga ini adalah sifat penting atau necessary dalam sebuah negara demokrasi untuk melindungi tujuan-tujuan tersebut. Dan necessity atau perlunya pemetasan tersebut ini tentunya sangat penting jika dikaitkan dengan ketentuan yang mengatur pencemaran nama baik, tentunya benar jika semua anggota masyarakat mengakui bahwa pembatasan berpendapat ini perlu dibatasi karena kalau tidak akan terjadi masalah yang cukup besar. Tapi pada saat yang sama diakui juga bahwa jika pembatasan ini terlalu berlebihan kalau terlalu berat sanksinya maka kebebasan berpendapat atau berbicara ini tidak bisa memainkan perannya dalam meningkatkan akuntabilitas dalam negara demokrasi, dalam menjamin adanya penemuan akan kebebasan, meskipun kebebasan ini dibatasi karena pembebasan ini tentunya diakui dalam hukum internasional tapi tidak hanya semua pembatasan ini diakui.

Kita perlu membedakan antara pembatasan dan tujuan ini pembatasan yang ditentukan oleh untuk melindungi ketertiban umum, keamanan nasional dan juga pembatasan-pembatasan tersebut yang tentunya di desain untuk melindungi reputasi. Anda tadi menyampaikan misalnya dalam konteks Swedia pembatasan ini ada untuk inside to war yang menyebabkan terjadinya perang, spionase ataupun perdagangan pertukaran informasi yang sifatnya rahasia. Pembatasan-pembatasan tersebut ditujukan untuk melindungi keamanan nasional. Nah mungkin bukan ketertiban umum tapi ini adalah ketentuan-ketentuan yang tidak ditujukan untuk melindungi reputasi saja di Amerika Serikat ini ada uji clear and present danger test ataupun bahaya yang sifatnya jelas dan mendesak ini juga untuk menjamin keamanan nasional dan juga ketertiban umum. Jadi kalau ada yang berteriak kebakaran di sebuah teater publik dan orang mungkin akan lari dan juga mungkin akan saling mendorong, ini jika salah tentunya ini bisa dituntut tapi pelanggaran kebebasan berbicara itu tentunya pembatasan itu juga penting dan itu diakui dalam hukum Internasional, tapi pertanyaannya paling berat adalah ketika kita membicarakan pencemaran nama baik ataupun defamation semua negara di dunia mengakui adanya legitimasi pembatasan kebebasan berpendapat untuk melindungi reputasi Warga Negara, perseorangan tidak diperbolehkan untuk membicarakan gosip-gosip atau hal-hal yang berbahaya ataupun yang salah dan ini tidak diterima di Swedia, di Jerman, di Indonesia, di Amerika Serikat di Inggris maupun di negara lain. Dan ini adalah ketentuan-ketentuan yang membatasi pernyataan-pernyataan yang keliru, ini tentunya akan disebutkan sebagai ketentuan-ketentuan yang legitimate atau sah tapi bagaimana kita bisa menentukan sanksi pernyataan-pernyataan tersebut apakah ini sifatnya keuangan atau moneter, apakah sifatnya sanksi pidana dan ini di sini ada trend yang sangat jelas jadi ketentuan atau sanksi pidana ini mulai ditinggalkan di Amerika Serikat beberapa tahun yang lalu, kemungkinan adanya pemenjaraan terhadap pencemaran nama baik ini sudah dicabut oleh Mahkamah Agung atau dihapuskan oleh Mahkamah Agung. Di beberapa negara di Asia saya juga ingin menyebutkan beberapa negara seperti di Meksiko misalnya tidak ada kemungkinan adanya sanksi pemenjaraan untuk pencemaran nama baik. Di Kosta Rika situasinya juga sama, di Ghana, di Ukraina di, Georgia.

Jadi ini semakin banyak negara yang sudah meninggalkan kemungkinan pemenjaraan tersebut dan Anda tadi sudah menyebutkan satu hal yang benar tapi meskipun di negara-negara demokrasi yang sudah lama berkembang seperti Jerman bahkan di Inggris bahkan di Swedia, di Prancis mereka masih mengacu secara teknis pada aturan ketentuan undang-undang yang ada dalam buku. Mereka tetap mengacu kepada undang-undang yang ada terutama dalam pemenjaraan untuk pencemaran nama baik, tapi di negara-negara tersebut ketentuan pemenjaraan itu tidak pernah diterapkan selama bertahun-tahun lamanya jadi meskipun ada beberapa negara yang telah mengambil langkah proaktif yang menghilangkan ketentuan pemenjaraan tersebut misalnya seperti Prancis beberapa tahun yang lalu setelah dihapuskan adanya sanksi pemidanaan atau pemenjaraan untuk pencemaran nama baik, tapi di Jerman, Swedia, Inggris, di Belanda di negara-negara Eropa lainnya bahkan pemenjaraan ini tidak diterapkan dalam kasus pencemaran nama baik meskipun ketentuan yang ada dalam undang-undang belum dihapuskan. Jadi dalam kasus ini jika di negara-negara lain tentunya ini bisa mungkin bisa mengacu pada permintaan untuk pengujian apakah ini sesuai dengan Konstitusi, ini juga sudah diajukan ke Mahkamah Hak Asasi Manusia di Eropa dan ini mereka harus menangani permasalahan ini. Jadi cukup signifikan Mahkamah Hak Asasi Manusia di Eropa ini belum mengkonfrontasikan hak ini karena belum diajukan karena jarang sekali diterapkan pemidanaan ini di negara-negara tersebut, meskipun ketentuan perundang-undangannya masih ada. Lembaga dari hukum HAM internasional ini diterapkan secara berbeda dibandingkan dari isi hukum internasional yang mengatur hubungan antar negara yang mengatur tentang HAM ini juga mengatur hubungan antara negara atau pemerintah dengan warga negara karena ini juga melindungi hak perseorangan dari tindakan-tindakan tertentu yang diambil oleh Pemerintah atau negara jika dibandingkan dengan hukum internasional yang sifatnya umum yang mengatur antar negara.

Mahkamah Internasional ini tugasnya adalah mengatur persengketaan antar negara dan bukan negara atau pemerintah dengan rakyatnya atau warga negaranya. Jadi cukup berbeda, kita harus mempertimbangkan permasalahan hak asasi manusia karena ini juga mungkin muncul antara negara tetapi tidak terlalu sering hal ini muncul. Tetapi international court of justice menurut sepahaman saya belum mengatur mengenai kebebasan berpendapat ataupun memiliki jurisprudensi keputusanya mengenai hal tersebut. Mengenai apakah ini soft law atau hard law, Komite Hak Asasi Manusia yaitu lembaga yang menerapkan konvensi tertentu yang terkait dengan hak sipil ini bukanlah Mahkamah Internasional dan keputusannya tidak mengikat secara formal karena secara teknis ini disebut sebagai soft law bukan hard law. Meskipun demikian sebagian besar negara yang secara sukarela telah mengadopsi dan juga menundukkan diri terhadap jurisdiksi dari lembaga ini juga menghormati keputusan perseorangan yang duduk dalam komite ini dan ini diakui secara internasional karena mereka adalah ahli, ada 18 ahli di berbagai negara di seluruh dunia dan di sebagian besar negara ini adalah sebuah lembaga yang sifatnya autoritatif atau lembaga yang berhak mengambil suatu keputusan meskipun keputusannya tidak mengikat secara formal. Ini adalah soft law tapi cukup persuasif, cukup meyakinkan bagi para hakim-hakim dalam membuat atau mengeluarkan suatu keputusan terkait dengan kebebasan berbicara atau berpendapat. Mungkin saya tidak terlalu memahami pertanyaan kedua, tetapi banyak sekali kasus di pengadilan di tingkat nasional dimana ini ada pembatasan terhadap kebebasan berpendapat, mungkin ini di seluruh negara demokrasi yang ada di dunia, termasuk mungkin di Indonesia. Dan ada beberapa negara dimana sanksi pidana untuk pencemaran nama baik sebagai suatu hal yang telah disebutkan sebagai suatu hal yang tidak konstitusional jika ini merupakan inti dari pertanyaannya.

Untuk pertanyaan yang kedua adalah organisasi saya bekerja di seluruh dunia, saya sendiri telah bekerja di berbagai organisasi yang berbeda di seluruh dunia, dalam artikel saya, saya telah mengunjungi Indonesia, mungkin saya sudah 15 kali saya berkunjung ke Indonesia. Jadi menurut saya, mungkin saya cukup mengenal perbedaan antar berbagai negara dan juga saya cukup mengenal situasi yang ada di Indonesia dan saya setuju bahwa berbagai budaya, berbagai nilai yang dianut ada beberapa hal yang dianggap penting dan tentunya ini terkait dengan isu reputasi. Saya sendiri berasal dari Kanada dan di negara saya, dan sudut pandang kita mengenai reputasi ini juga berbeda dengan negara lain dan dalam hukum internasional saya juga mengakui perbedaan tersebut dan juga menyadari perbedaan tersebut dalam kaitannya dengan definisi atau pengertian apa yang disebut dengan pencemaran nama baik. Jadi ada beberapa pernyataan yang mungkin di negara saya tidak akan disebut sebagai merusak reputasi saya tapi di Indonesia ini bisa dianggap sebagai satu hal yang merusak reputasi seseorang dan inilah dimana hukum internasional cukup sensitif terhadap perbedaan tersebut tetapi menurut saya perbedaan kultural atau kebudayaan tersebut tidak penting atau kurang penting dalam kaitannya dengan sifat pemidanaan yang dikenakan terhadap pencemaran nama baik. Saya sudah mendengarkan argumentasi pada beberapa kali di berbagai negara, perlu adanya pemenjaraan dan pemenjaraan ini satu-satunya cara untuk menghentikan pernyataan-pernyataan, menurut saya ini tidak benar secara faktual. Dan saya akan menyebutkan beberapa negara berbeda di berbagai kawasan di dunia dimana pemenjaraan atau pemidanaan atas pencemaran nama baik telah dilakukan secara formal, secara undang-undang atau dipraktikan. Ini bukan suatu fenomena yang sifatnya barat tapi ini juga satu hal yang berkembang di Asia dan di kawasan Asean dan menurut saya mungkin anda juga bisa melihat bahwa di negara-negara lain jenis pemidanaan untuk pencemaran nama baik, tanpa pemenjaraan sudah cukup untuk mengatasi masalah, jika ada sebuah niat untuk merusak reputasi seseorang dan referensi terhadap kasus-kasus. Jika ini memang permasalahannya maka masalahnya harus dianggap sebagai satu pelanggaran dibandingkan dengan seseorang yang membuat satu kekeliruan dan mengutip fakta secara keliru jika dibandingkan dengan ada niat untuk merusak, dengan sengaja merusak reputasi seseorang. Ini mungkin bisa dipertimbangkan dalam sanksi, denda dan kita bisa merefleksikan beratnya satu pelanggaran tersebut dan menurut saya denda ini bisa mengatasi pelanggaran tersebut dan bagaimana beratnya, pelanggaran tersebut jika ini pengertiannya bisa dijelaskan maka tidak akan perlu ada pemidanaan atau pemenjaraan.

Artikel Terkait

  • 17/10/2011 Keterangan Nono Anwar Makarim Dalam Pengujian KUHP di Mahkamah Konstitusi[2]
  • 24/01/2012 Keterangan Ifdhal Kasim pada Persidangan di Mahkamah Konstitusi[3]
  • 26/08/2012 Pernyataan Politik Tidak Bisa Dikriminalisasi, ICJR Serukan Penghapusan Pidana Penghinaan[4]
  • 03/11/2011 Ir. HRD v Negara Republik Indonesia[5]
  • 05/10/2011 Rtn v. Negara Republik Indonesia[6]
Endnotes:
  1. unduh disini: http://anggara.files.wordpress.com/2008/07/risalah_sidang_perkara-14-puu-vi-2008-24-juli-2008.pdf
  2. Keterangan Nono Anwar Makarim Dalam Pengujian KUHP di Mahkamah Konstitusi: https://icjr.or.id/keterangan-nono-anwar-makarim-dalam-pengujian-kuhp-di-mahkamah-konstitusi/
  3. Keterangan Ifdhal Kasim pada Persidangan di Mahkamah Konstitusi: https://icjr.or.id/keterangan-ifdhal-kasim-pada-persidangan-di-mahkamah-konstitusi/
  4. Pernyataan Politik Tidak Bisa Dikriminalisasi, ICJR Serukan Penghapusan Pidana Penghinaan: https://icjr.or.id/pernyataan-politik-tidak-bisa-dikriminalisasi-icjr-serukan-penghapusan-pidana-penghinaan/
  5. Ir. HRD v Negara Republik Indonesia: https://icjr.or.id/ir-hrd-v-negara-republik-indonesia/
  6. Rtn v. Negara Republik Indonesia: https://icjr.or.id/rtn-v-negara-republik-indonesia/

Source URL: https://icjr.or.id/keterangan-toby-daniel-mendel-dalam-pengujian-kuhp-di-mahkamah-konstitusi/