Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendidikan Tanpa Kekerasan Seksual Mengajukan Amicus Curiae Untuk Majelis Hakim pada Kasus Kekerasan Seksual di Universitas Riau
Kasus kekerasan seksual dalam lingkup perguruan tinggi menjadi salah satu poin perhatian kami, lembaga dan yayasan yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendidikan Tanpa Kekerasan Seksual. Selama ini, publik dihantui oleh tindakan kekerasan seksual yang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Indonesia memiliki komitmen untuk memberikan ruang aman kepada siapapun, termasuk ruang aman untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual dengan adanya UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Salah satu perhatian kami terhadap kasus kekerasan seksual di Perguruan Tinggi adalah pada kasus yang terjadi di Universitas Riau. Kasus ini telah melalui proses pengadilan pada tingkat pertama dengan putusan Hakim yang pada pokoknya menyatakan bahwa terdakwa Dr. Syafri Harto M.Si. Bin Alm. Agus Salim tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalahmelakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Primair, dakwaan Subsidair, dakwaan Lebih Subsidair Penuntut umum.
Selanjutnya, Jaksa Penuntut Umum telah mengirimkan berkas kasasi pada Rabu, 20 April 2022 dengan nomor WA.U1/2383/HK.01/IV/2022 berdasarkan
penelusuran SIPP Pengadilan Negeri Pekanbaru. Kami memandang bahwa putusan hakim pada tingkat pertama memiliki beberapa kejanggalan dan sangat tidak mengedepankan kesaksian dan kepentingan dari korban. Atas dasar hal ini, terdapat penerapan hukum yang salah dilakukan oleh Majelis Hakim tingkat pertama.
Kami memberikan beberapa catatan pada setiap tingkatan argument yang diberikan Majelis Hakim, yaitu soal penerapan hukum dalam pembuktiaan unsur kekerasan dan ancaman kekerasan, pengesampingan alat bukti yang ada utamanya tentang pemeriksaan psikologi korban yang berkaitan dengan kecondongan hakim yang lebih membela terdakwa dalam proses persidangan tanpa sama sekali mempertimbangkan alat bukti lain yang jumlahnya lebih dari cukup, hingga tidak terimplementasikannya Perma No. 3 Tahun 2017, bahkan justru digunakan untuk menginvalidasi korban.
Catatan ini kemudian kami jabarkan dalam bentuk tertulis untuk kemudian menjadi bahan pertimbangan pada pengadilan tingkat kasasi untuk mengadili perkara ini dengan adil dan mempertimbangkan kesaksian korban dan para ahli, serta menerapkan Perma No. 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuam berhadapan dengan Hukum yang sangat progresif dibentuk oleh Mahkamah Agung.
Jakarta, 14 Juni 2022
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendidikan Tanpa Kekerasan Seksual
Unduh Amicus Curiae di sini
Artikel Terkait
- 04/11/2011 An v. Negara Republik Indonesia
- 09/05/2017 Tanggapan ICJR Atas Keterangan Pemerintah yang dibacakan dalam Persidangan JR Pasal-Pasal Makar di KUHP di Mahkamah Konstitusi
- 06/01/2019 Penal Populism: ICJR Ingatkan Perlakuan terhadap Tersangka/Terdakwa untuk Selaras dengan Mandela Rules 2015
- 09/01/2021 [Siaran Pers Aliansi Organisasi Masyarakat Sipil Menyikapi Temuan Hasil Investigasi Komnas HAM RI terkait Peristiwa Karawang]: Hasil Temuan Komnas HAM Penting Ditindaklanjuti
- 30/01/2009 Nasakah Akademis dan RPP Tata Cara Penentuan Kelayakan, Jangka Waktu, dan Besaran Biaya Pemberian Bantuan bagi Saksi dan Korban
Related Articles
ICJR : Sebagai Judex Juris, MA Harus Berikan Kepastian Hukum Dalam Putusan Praperadilan Budi Gunawan
MA Punya Alasan Kuat Untuk Menguji Praperadilan Budi Gunawan Baru baru ini dikabarkan bahwa PN JakSel tidak akan menerima kasasi
ICJR Menyambut Baik Langkah Malaysia untuk Menghapuskan Ancaman Hukuman Mati terhadap 33 Jenis Tindak Pidana
Pemerintah Malaysia akhirnya mengambil langkah konkret untuk menghapus hukuman mati secara hukum terhadap 33 jenis tindak pidana yang tersebar dalam
Segera Proses Pidana Pelaku Kekerasan pada Tindakan Main Hakim Sendiri terhadap Dua Perempuan di Lengayang, Pesisir Selatan!
Dua orang perempuan yang berprofesi sebagai pemandu karaoke mengalami kekerasan dari sejumlah warga di Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera