Sejak awal Komite untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana (KuHAP) telah mengingatkan pemerintah tentang standar hukum acara pidana yang saat ini berlaku di Indonesia. Komite berpendapat bahwa Hukum Acara yang digunakan dalam memproses hukum para terpidana mati masih lemah dalam hal standar fair trialnya. Oleh karena itu Komite menyatakan keprihatinan yang mendalam dengan rencana eksekusi tahap II oleh pemerintahan Presiden Jokowi yang akan dilakukan dalam waktu dekat.
Komite berpendapat bahwa dari normanya saja KUHAP yang berlaku saat ini belum layak untuk digunakan untuk mengadili para terpidana mati. Paling tidak ada hal- hal khusus yang tidak dicantumkan secara tegas dalam KUHAP pertama adalah perlindungan, standar bantuan hukum, dan ketersediaan advokat yang kompeten; kedua, problem miscariege of justice maupun larangan praktek intimidasi dan peyiksaan yang sama sekali tidak diatur dalam KUHAP; dan ketiga minimnya Hak terdakwa untuk melakukan Peninjauan Kembali secara memadai.
Hal-hal diatas merupakan yang paling krusial yang terkait dengan pelaksanaan Pengadilan bagi para terpidana mati. Komite menduga ada banyak pelanggaran Fair Trial yang dialami oleh para terpidana mati. Temuan dalam “Potret 42 pengadilan hukuman mati” yang telah di lakukan oleh Institute for Criminal Justice Reform juga telah menkonfirmasi dugaan ini. Komite juga menyatakan keprihatinan dengan minimnya dukungan serta akses bantuan hukum yang memadai bagi para terpidana mati sejak tahap penyidikan. Minimnya Bantuan Hukum ini menjadi peluang pelanggaran Fair Trial yang terjadi di tingkat sekanjutnya.
Hal lain yang menjadi penyebab terjadinya praktik unfair trial adalah tidak tersedianya penerjemah untuk bahasa-bahasa ibu terdakwa. Seharusnya pemerintah Indonesia tidak hanya menyediakan penerjemah dalam bahasa asing (khususnya Inggris), namun bahasa-bahasa ibu terdakwa, sehingga terdakwa dapat memahami dakwaan yang disangkakan dan mampu untuk membela diri. Karenanya Pengadilan Negeri seharusnya membangun partisipasi publik untuk membuka relawan penerjemah dari berbagai bahasa, baik bahasa ibu maupun bahasa asing,
Oleh karena eksekusi mati tidak mungkin dapat diperbaiki lagi, jika dikemudian hari ditemukan kesalahan penghukuman maka Komite mendesak Presiden Jokowi secara arif untuk menunda eksekusi terpidana mati dan sekaligus segera memperbaiki seluruh mekanisme hukum acara dalam KUHAP lebih dahulu. Percepatan pembahasan Rancangan KUHAP penting untuk memperkuat Fair Trial bagi orang – orang yang diancam dengan pidana mati.
Komite untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana (KuHAP)