ICJR Dukung Pemerintah untuk Mengusut Dugaan Perdagangan Orang ABK di Kapal Tuna Berbendera RRC
Belakangan ini dihebohkan pemberitaan mengenai adanya Prosesi Larung jasad ABK WNI yang diduga korban Perdagangan Orang di kapal nelayan asal Cina. Pemberitaan ini dimulai oleh unggahan video di sosial media oleh YouTuber asal Korea Selatan, Jang Hansol, yang berisi mengenai pemberitaan MBC News tentang perlakuan-perlakuan terhadap ABK di kapal itu. Adapun perlakuan-perlakuan yang disampaikan di dalam video itu dilihat sudah bisa memenuhi sebagai tindak pidana perdagangan orang berdasarkan hukum Indonesia dan ataupun hukum internasional tentang perdagangan orang.
Di dalam pemberitaannya diperlihatkan video mengenai prosesi Larung atau Burial at Sea, serta beberapa wawancara yang berisi pengakuan mantan ABK Kapal yang diberitakan sedang menjalani masa karantina di Busan, Korea Selatan.
Di dalam pengakuan ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi, khususnya mengenai pengakuan pembayaran atau gaji yang diberikan terhadap ABK dalam kurun waktu 13 bulan sebanyak 130 Dolar, atau 10 Dolar per bulan, passport milik ABK juga diakui ditahan, dan akibat besarnya Biaya dan Deposit ABK pada masa rekrutmen, sehingga ABK tidak bisa begitu saja meninggalkan kapal. Perlaku-perlakuan ini telah menandakan adanya eksploitasi kepada para ABK, hal ini mengindikasikan adanya tindak pidana perdagangan orang, paling tidak ketentuan Pasal 4 UU TPPO tentang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Pemerintah Indonesia melalui kerja sama internasional, baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral harus mampu mengusut tuntas tindak pidana ini, dan menangkap serta mengadili pelaku utama dalam eksploitasi ini, tidak hanya pelaku lapangan.
Diakui juga bahwa ABK diatas Kapal terlibat dalam penangkapan ikan illegal, yang mengakibatkan jarangnya kapal tersebut menepi. ABK tersebut diduga dieksploitasi untuk pemrosesan ikan dan mengalami perlakuan yang tidak layak selama diatas kapal. Di dalam pengakuannya disebutkan ABK kapal mendapat perlakuan diskriminatif kepada ABK WNI, dimana air minum yang diberikan hanya berupa air laut yang disuling sedangkan ABK lain mendapat air mineral botol. Waktu bekerja juga kadang tanpa kenal henti bisa bekerja berdiri dalam 30 jam dan hanya diberikan waktu untuk istirahat pada saat makan setiap 6 jam. Adapun kondisi pekerjaan yang tidak baik dapat berujung ke keluhan-keluhan penyakit yang lain, salah seorang ABK dikatakan mengeluh sakit di kaki, yang berujung pada pembengkakkan di sekujur tubuh dan susah bernapas. Sehingga perlu untuk mengusut secara tuntas penyebab kematian 4 orang ABK Indonesia.
Dalam video diperlihatkan juga akan adanya Surat Pernyataan yang mana jika ABK meninggal, jasad akan dikremasi dan dikirimkan kembali ke keluarga. Akan tetapi, jasad ABK yang meninggal terlihat diproses dengan cara dilarung atau Bury at Sea. Proses ini dilakukan dengan batasan merujuk pada Seafarer Service’s Regulation yang dikeluarkan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Pasal 31 dari aturan tersebut menyatakan bahwa prosesi pelarungan dilakukan setelah diinformasikan ke keluarga, hanya dapat dilakukan dalam beberapa kondisi hanya pada dugaan ABK meninggal dikarenakan penyakit menular yang dapat menjadi alasan mengapa jasad harus segera dilarung. Selain itu beberapa persyaratannya juga, kapal harus sedang berada di perairan internasional, tidak dapat menyimpan jasad dengan alasan higienitas atau tidak diberikan izin membawa jasad ke Pelabuhan, dan juga akta kematian harus segera dikeluarkan, tidak serta merta dapat dilarung, apalagi penyebab kematian bukan karena penyakit namun karena indikasi eksploitasi.
Sebagai catatan, TPPO pada ABK bukan yang pertama kali terjadi, pada 2016 lalu Pengadilan Negeri Tual memutus bersalah terdakwa perdagangan orang terhadap ABK PT. Pusaka Benjina Resource (PBR). Saat ini diketahui bahwa 14 korban ABK WNI sudah dipulangkan, maka pengusutan indikasi TPPO terhadap ABK WNI ini harus dilakukan. Perlindungan dan pemulihan bagi korban yang selamat mutlak harus diberikan. Bantuan medis segera harus diberikan.
Atas dasar itu ICJR memanggil pemerintah Indoensia, khususnya Kementrian Luar Negeri, Kepolisian RI, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban:
- Melakukan investigasi secara komprehensif terhadap dugaan-dugaan TPPO dan eksploitasi terhadap ABK WNI. Pastikan penyebabkan kematian ABK WNI dan usut sampai dengan pelaku utama
- Pastikan perlindungan untuk proses hukum dan pemulihan bagi korban selamat
- Pastikan kompensasi diberikan kepada keluarga WNI yang meninggal, sedangkan untuk ABK WNI yang selamat pastikan proses hukum juga untuk menganti semua kerugian yang dialami ABK
Artikel Terkait
- 04/10/2017 Respon dan Pencegahan Perdagangan Manusia di ASEAN Perlu Segera Ditingkatkan
- 27/07/2016 Parliamentary Brief #2: Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam Rancangan KUHP
- 28/07/2023 Kasus TPPO Penjualan Ginjal di Kamboja: Perlu Peran Aktif Jaksa Sedari Awal untuk Memastikan Penyidikan Kasus Tuntas sampai Pelaku Intelektual dan Hak Korban Diakomodir
- 04/07/2023 Evaluasi Kerangka Hukum Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Bentuk Eksploitasi Lain yang Berkaitan
- 10/06/2021 [Siaran Pers Aliansi Nasional Reformasi KUHP] Rancangan KUHP dan Pasal-Pasal Pembunuh Demokrasi
Related Articles
Pendampingan Hukum Dalam RPP SPPA Harus direvisi
Paska berlakunya UU SPPA, pemerintah kini menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Pelaksanaan Atas UU SPPA (RPP SPPA). Sebagai aturan
A Myth Entitled: Death Penalty to Deter Crimes
Indonesia has failed to prevent crimes and moratorium of death row inmates is exigent. Death penalty has always been triggering
[MEDIA RILIS ICJR dan ELSAM] Pak Manre, Seorang Nelayan Yang Memperjuangkan Isu Lingkungan Tidak Tepat Diproses Pidana
Seorang nelayan bernama Pak Manre ditahan oleh Polisi Perairan (Polair) Polda Sulawesi Selatan dengan alasan malakukan tindak pidana perusakan mata