Mendorong Optimalisasi Pengawasan Parlemen dalam Penanggulangan Terorisme
Jumat, 25 Mei 2018 akhirnya pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan RUU Perubahan UU No 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU No 5 Tahun 2018 yang selanjutnya disebut sebagai UU Terorisme.
Terlepas dari berbagai apresiasi dan kritik yang menyertai perjalanan tentang UU No 5 Tahun 2018 ini, Indonesia perlu lebih serius untuk memikirkan langkah-langkah nonpunitif untuk menangani terorisme. Akar persoalan dari kemunculan terorisme sangat terhubung dengan situasi lingkungan dimana ekstrimisme kekerasan (violent extremism) mendapatkan lahan suburnya. Ban Ki Moon, Sekjend PBB, menyatakan bahwa gerakan terorisme bukan muncul tanpa penyebab, ia menyatakan bahwa faktor penindasan, korupsi, dan ketidakadilan merupakan bahan bakar untuk kemunculan gerakan ekstimisme kekerasan.
Terorisme adalah kejahatan serius lintas batas yang memiliki dimensi kuat dari sisi ideologis, karena itu pendekatan hukum pidana bukanlah satu-satunya cara dalam melawan terorisme. Diperlukan berbagai pendekatan untuk menimalkan sekaligus menangkal perkembangan terorisme.
Kemiskinan, pengangguran, persepsi ketidakadilan, pelanggaran hak asasi manusia, penyingkiran dari partisipasi sosial dan politik, korupsi yang tersebar luar, lemahnya institusi penegakkan hukum, dan perlakuan buruk secara terus menerus terhadap kelompok tertentu dapat memicu kemunculan gerakan ekstrimisme kekerasan. Apalagi jika dibarengi dengan ketidakmampuan Negara untuk menyediakan hak-hak dasar, layanan dasar, dan keamanan. Kesemua hal ini mendorong munculnya persepsi ketidakadilan dan ketidaksetaraan sekaligus menciptakan ruang yang lebar untuk menyambut lahirnya kelompok-kelompok nonnegara untuk mengambil alih kendali negara di wilayah negara tersebut.
UU Terorisme, meskipun masih sebagai langkah awal, telah menyediakan perangkat dan kelembagaan untuk mendorong dan mengawasi penanggulangan terorisme melalui pembentukan Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme (TPPT) yang diatur oleh Peraturan DPR dan TPPT ini merupakan lembaga yang dibentuk oleh DPR. Lembaga ini berikut perangkatnya akan mengawasi dan memberikan rekomendasi kepada lembaga-lembaga pemerintah dalam penanggulangan terorisme. Tantangan yang akan dihadapi dengan Laporan dan Rekomendasi dari TPPT adalah bagaimana meningkatkan komitmen dan kepatuhan lembaga-lembaga pemerintah untuk menindaklanjuti Laporan dan Rekomendasi dari TPPT tersebut.
Kertas kebijakan yang disusun oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) ini adalah upaya untuk memperkuat mandat, perangkat, pengaturan, dan kelembagaan dari TPPT untuk memastikan TPPT DPR dapat bekerja dengan maksimal dan menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif untuk penanggulan terorisime di Indonesia
Mendorong Optimalisasi Pengawasan Parlemen dalam Penanggulangan Terorisme
—
Kami memahami, tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjadi pendukung dari ICJR. Namun jika anda memiliki kesamaan pandangan dengan kami, maka anda akan menjadi bagian dari misi kami untuk membuat Indonesia memiliki sistem hukum yang adil, akuntabel, dan transparan untuk semua warga di Indonesia tanpa membeda-bedakan status sosial, pandangan politik, warna kulit, jenis kelamin, asal-usul, dan kebangsaan.
Hanya dengan 15 ribu rupiah, anda dapat menjadi bagian dari misi kami dan mendukung ICJR untuk tetap dapat bekerja memastikan sistem hukum Indonesia menjadi lebih adil, transparan, dan akuntabel.
Klik taut berikut ini https://icjr.or.id/15untukkeadilan
Artikel Terkait
- 21/02/2020 2 Peraturan Pelaksana UU Terorisme Belum Selesai, ICJR Ingatkan DPR dan Pemerintah Untuk Segera Menyelesaikannya!
- 12/02/2020 ICJR: Sebagai Negara Hukum, Pemerintah Harus Punya Opsi Lain Soal WNI Simpatisan ISIS
- 20/01/2019 ICJR: Presiden Harus Lakukan 3 Langkah Penting Lainnya terkait dengan Rencana Pembebasan Abu Bakar Basyir
- 20/05/2018 Catatan dan Rekomendasi ICJR Terhadap RUU Perubahan UU Terorisme
- 13/05/2018 ICJR : Korban Harus Diutamakan dalam Teror Bom di Surabaya
Related Articles
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendidikan Tanpa Kekerasan Seksual Mengajukan Amicus Curiae Untuk Majelis Hakim pada Kasus Kekerasan Seksual di Universitas Riau
Kasus kekerasan seksual dalam lingkup perguruan tinggi menjadi salah satu poin perhatian kami, lembaga dan yayasan yang bergabung dalam Koalisi
Pidana Mati dan Posisi Indonesia terhadap Resolusi Majelis Umum PBB dan Resolusi Dewan HAM PBB
Majelis Umum PBB telah mengukuhkan dan menegaskan posisinya menolak hukuman mati pada Desember 2007 ketika Majelis Umum mengadopsi resolusi pertama
2018 Indonesian Death Penalty Report: “Perpetuating Lies”
The fight to abolish death penalty in Indonesia is still a long way to go and it continues from now