Matraman, Wartakotalive.com – Institute for Criminal Justice Reform (ICR) mengemukakan, hasil kajian khusus tentang kondisi anak pelaku tindak pidana di Jakarta dengan basis Putusan Pengadilan Negeri (PN) se-Jakarta tahun 2012 menunjukkan bahwa antara tuntutan JPU (Jaksa Penuntut Umum) dan putusan hakim menunjukkan kesesuaian paradigma.
Kajian khusus ICJR ini melibatkan 115 putusan PN yang melibatkan 146 orang anak. Dari kajian yang dilakukan ICJR dalam rangka menyambut Hari Anak Nasional 2013 ini ditemukan bahwa paradigma pemenjaraan anak masih menjadi terasa kuat pada dua institusi ini
“Sanksi pidana secara mutlak menjadi prioritas dalam tuntutan JPU, di mana dalam seluruh perkara tidak ada satupun tuntutan JPU yang berjenis tindakan,” papar Sufriadi, Peneliti sekaligus Manager Program ICJR dalam refleksi ICJR yang diterima Warta Kota rabu malam.
Sementara itu dari sisi putusan pengadilan, hasil kajian ICJR menunjukkan, jenis hukuman tindakan yang dijatuhkan sangatlah minim, yakni hanya di 2 perkara saja. Dari sanksi pidana yang hendak dijatuhkan, tuntutan JPU dan putusan pengadilan juga memberi kesan sama, lebih memprioritaskan bentuk pidana penjara bagi anak.
“Dalam tuntutan JPU, hanya terdapat dua perkara di mana JPU menuntut bentuk pidana percobaan bagi anak. Sementara di putusan pengadilan terdapat empat perkara yang dijatuhi pidana percobaan bagi anak,” papar Sufriadi lagi.
Perbedaan yang cukup signifikan antara tuntutan JPU dan putusan pengadilan terlihat dalam hal penentuan lama masa penjara yang harus dijalani anak. Secara keseluruhan, hasil kajian menunjukkan, tuntutan JPU dengan kisaran waktu 90-180 hari mendominasi putusan ini, yakni 46 perkara. Hal itu diikuti tuntutan penjara 181-365 hari (25 perkara).
JPU, kata Sufriadi, sangat jarang menuntut anak dengan tuntutan di bawah 90 hari. Hal ini berbeda dengan putusan pengadilan yang justru lebih didominasi penjara di bawah 90 hari menjadi yang terbanyak (42 perkara) dan rentang waktu 91-181 hari menjadi terbanyak kedua dengan 33 perkara.
Tuntutan JPU di atas 731 hari (dua tahun) cukup tinggi, yakni 18 perkaa dari total putusan, dan tujuh di antaranya bahkan melebihi tiga tahun.
Meski jumlahnya lebih sedikit, penjatuhan pidana dengan total hukuman penjara semacam ini juga bisa didapati di putusan pengadilan. Penjatuhan pidana penjara lebih dari 731 hari (dua tahun) terdapat pada 5 perkara. Empat dari lima perkara itu dijatuhkan dengan pidana penjara di atas 1095 hari (tiga tahun).
ICJR mengemukakan, berbagai kelemahan yang terdapat dalam pasal-pasal UU Pengadilan Anak pada dasarnya tidak hanya menimbulkan kerugian besar bagi anak. Ia tampak memberikan andil dalam pembentukan (atau penguatan) budaya penegakan hukum yang buruk dalam perkara pidana anak.
“Ini diperparah oleh begitu melekatnya paradigma pembatasan kebebasan dalam bentuk penahanan dan perampasan kemerdekaan dalam bentuk pemenjaraan anak, yang seolah-olah harus dilakukan, sebagaimana selama ini terjadi terhadap orang dewasa,” katanya.
ICJR mengingatkan, kuatnya kerentanan dan budaya hukum yang tidak baik dalam proses peradilan pidana anak ini secara praktis akan berimplikasi pada pengulangan ketidakramahan sistem ini pada masa mendatang ketika UU Pengadilan Anak digantikan dengan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Sumber: wartakota