Kepolisian dituntut untuk menuntaskan kasus penyiksaan oleh aparatnya saat penyidikan kepada tersangka tindak pidana. Pasalnya, penyiksaan tersebut dinilai telah melanggar HAM dari para terperiksa. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak kepolisian menuntut penuntasan kasus tersebut.
“Kami ingin 2015 stop penyiksaan di penyidikan,” ujar Supriyadi saat jumpa pers “Catatan Akhir Tahun dan Rekomendasi Awal Tahun ICJR” di Cikini, Jakarta, Minggu (11/1).
Salah satu kasus yang mencuat di penghujung 2014 yakni dialami oleh Kuswanto (29). Pria asal Kudus, Jawa Tengah tersebut ditangkap Polrea Kudus pada 21 November 2012 silam dengan sangkaan perampokan toko es krim. Sebanyak 13 aparat kepolisian menyiksa dirinya dengan menutup mata, menyiram bensin, dan membakar.
Sebagai langkah hukum lain, Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi W Eddyono mengatakan pemerintah perlu meratifikasi Optional Protocol to the Convention against Torture and Other Cruel (OPCAT) dan membahas RUU Anti Penyiksaan. ICJR juga mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk tidak menggunakan bukti yang terkumpul dari penyiksaan. “ICJR mendorong MA untuk mengeluarkan Surat Edaran agar bukti-bukti tersebut tidak sah,” ujar Ketua ICJR Anggara Wahyu dalam jumpa pers tersebut.
Merujuk catatan ICJR, sebanyak 36 kasus diindikasikan terjadi penyiksaan saat penyidikan di sejumlah rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia selama tahun 2014. Sebagian besar, penyiksaan terjadi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jakarta. Penyiksaan tersebut menyebabkan enam orang meninggal dunia. Pelakunya yakni aparat penegak hukum baik dari anggota polisi, sipir lapas, maupun TNI.
Sementara itu, berdasar data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, jumlah kasus penyiksaan oleh aparat setiap tahunnya bertambah. Pada rentang 2010 – 2011 terjadi 56 kasus; sementara pada 2011 – 2012 terjadi 86 kasus; pada 2012 -2013 tercatat 100 kasus; dan 2013 – 2014 terjadi 108 kasus.
Dari 108 kasus, sebanyak 155 orang luka-luka, 107 orang mengalami trauma dan kerugian fisik maupun psikis, serta satu orang tidak diketahui keberadannya.
Sumber: CNN Indonesia