Pada 24 Januari 2024, Manajer Tim Sepak Bola Kalteng Putra melaporkan 23 pemainnya dengan dugaan pencemaran nama baik. Kasus-kasus pencemaran nama baik menggunakan UU ITE ini masih terus terjadi walaupun sudah direvisi. Sebelumnya Fatia dan Haris harus masuk ke ruang sidang untuk menyelesaikan kasusnya. Di Jepara, aktivis lingkungan Save Karimunjawa juga dilaporkan pencemaran nama baik dan kasusnya sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Berdasarkan berbagai pemberitaan, Manajer Tim Sepak Bola Kalteng Putra membuat laporan kepolisian karena 23 pemainnya memposting surat pernyataan di Instagram yang captionnya menggiring wacana publik bahwa manajemen tim tidak membayar gaji pemain selama 2 bulan. Padahal tidak demikian. Menurut kuasa hukum manajer Tim Sepak Bola Kalteng Putra, keterlambatan sebenarnya hanya 15 hari.
Postingan tersebut yang menjadi dasar laporan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27A UU ITE (UU No. 1 Tahun 2024). Perlu diketahui perubahan rumusan pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE ini merujuk pada rumusan Pasal 433 KUHP baru. Ketika KUHP baru ini belum berlaku, penegak hukum harus merujuk pada peraturan yang ada yaitu Pasal 27A UU ITE, dan Pasal 310 KUHP lama serta Keputusan Bersama Kemenkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri No. 229 tahun 2021/No. 154 Tahun 2021/No. KB/2/V1/2021 (SKB UU ITE).
Bahwa sejalan dengan KUHP, ketentuan pasal 27A UU ITE merupakan delik aduan absolut, sehingga hanya individu (naturlijke person) yang dapat mengadu, bukan badan hukum (rechtperson), manajemen, atau sekelompok orang tidak dapat melakukan pengaduan.
Pasal UU ITE juga mengatur rumusan yang pada dasarnya menitikberatkan adanya kesengajaan merendahkan martabat dan kehormatan orang dengan menuduhkan suatu hal. Jadi, tuduhan yang merupakan kenyataan yang mengandung kebenaran (kebenaran pernyataan/truth) tidak dapat dipidana. Ketentuan tersebut lahir dalam praktik di pengadilan, yang terbaru dapat dijumpai penerapannya dalam putusan kasus Haris-Fatia. Dalam putusan nomor 202/Pid.Sus/2023/Pn.Jkt.Tim., hakim menyatakan bahwa apa yang diungkapkan oleh Fatia dan Haris merupakan suatu kebenaran sehingga bukan merupakan bentuk pencemaran nama baik.
Perlu diingat, dalam pergeseran pemaknaan pencemaran nama baik ini, suatu kebenaran walaupun akan membuat orang lain malu, tetaplah kebenaran dan tidak seharusnya dipidana. Mengutip tulisan Meiring De Villiers (2008) berjudul “Substantial Truth in Defamation Law,” pembebasan terhadap orang yang berkata jujur terjadi karena pernyataan tersebut hanya merampas reputasi dari pelapor yang sebenarnya memang tidak pantas. Dengan kata lain, kepentingan umum jauh lebih besar dibandingkan dengan kepentingan pelapor dalam menyembunyikan informasi yang tidak nyaman terhadap dirinya.
Laporan dugaan pencemaran nama baik oleh manajer Tim Sepak Bola Kalteng Putra, juga sama dengan kasus Fatia dan Haris. Manajer tidak mengelak bahwa terdapat keterlambatan pembayaran gaji pemain. Selanjutnya, dari artikel yang ditayangkan oleh Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) pada 27 Januari 2024, berjudul “Perselisihan Kontrak Pesepakbola (Tunggakan Gaji) Klub Kalteng Putra”, terdapat fakta keterlambatan pembayaran gaji pemain selama 1-2 bulan. Selain itu, para pemain juga telah melakukan berbagai upaya komunikasi namun, kabarnya, mereka tidak mendapatkan respons positif dari pihak klub.
Berdasarkan di atas, seharusnya Kepolisian atau Penyidik Polda Kalteng harus sangat berhati-hati dalam menangani kasus ini. Apabila terdapat kondisi sejalan dengan catatan di atas, maka Kepolisian wajib tidak melanjutkan pemeriksaan laporan dugaan pencemaran nama baik ini.