Program Dukungan Litigasi

Back to homepage

Dukungan Litigasi

Program ini ditujukan secara khusus untuk mendukung proses litigasi yang mendukung adanya perubahan dari sistem peradilan pidana dan juga hukum pidana di Indonesia dan berdampak luas terhadap upaya menjamin perlindungan hak asasi manusia. ICJR secara aktif terlibat dalam program dukungan litigasi melalui litigasi langsung (direct litigation) di Pengadilan atau melalui litigasi tidak langsung (non direct litigation) melalui pengiriman Amicus Brief.

2009

Pada 2009, ICJR bersama – sama dengan organisasi masyarakat sipil lainnya terlibat dalam Pengujian Pasal 27 ayat (3) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ketentuan ini dianggap dapat mengancam kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi di ranah internet. Namun permohonan pengujian ini ditolak oleh Mahkamah Konstitusi

Pada 2009, ICJR bersama – sama organisasi masyarakat sipil lainnya membuat dan mengirimkan Amicus Brief untuk mendukung Pembelaan terhadap kasus pidana pencemaran nama yang sedang dihadapi oleh Prita Mulyasari. Amicus Brief ini disampaikan kepada PN Tangerang yang sedang mengadili kasus tersebut

2011

Pada 2011, ICJR bersama – sama organisasi masyarakat sipil lainnya juga membuat dan mengirimkan Amicus Brief untuk mendukung Pembelaan terhadap Erwin Arnada, Mantan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia yang sedang dalam proses pengajuan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Amicus Brief ini disampaikan kepada Mahkamah Agung yang sedang mengadili kasus tersebut.

Pada 2011, ICJR juga mendukung pengujian Pasal 31 ayat (4) UU ITE yang mengatur bahwa intersepsi (penyadapan) diatur melalui Peraturan Pemerintah. Dalam pengujian kali ini ICJR diwakili oleh Anggara dan Supriyadi W. Eddyono mengajukan permohonan pengujian ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan pengujian Pasal 31 ayat (4) UU ITE ini dikabulkan seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi

2012

ICJR berupaya mengajukan permohonan Pengujian UU No 16/Prp/1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP ke Mahkamah Konstitusi. Meski sudah memasuki dua kali sidang panel, namun sayang disayangkan MK menilai bahwa MK tidak berwenang untuk melakukan pengujian terhadap UU dimaksud karena ini merupakan wewenang pembentuk UU