RUU Sistem Peradilan Pidana Anak akhirnya disahkan oleh DPR dan kini tengah menunggu untuk ditandatangani oleh Presiden. Secara umum ICJR memandang terdapat banyak kemajuan dalam RUU Sistem Peradilan Pidana Anak ketimbang UU No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Salah satu hal terpenting adalah masuknya kewajiban untuk menyediakan bantuan hukum bagi anak – anak yang berhadapan dengan hukum. Selain itu proses diversi atau penyelesaian perkara – perkara anak di luar sistem peradilan pidana juga mulai diakui secara resmi sebagai bagian dari mekanisme keadilan restoratif
Meski, demikian RUU SPPA yang sudah disahkan ini tentu memiliki sejumlah kelemahan mendasar yang patut disesalkan. Sebagai contoh adalah diversi, meski diversi telah diakui secara resmi sebagai bagian dari mekanisme keadilan restoratif, namun diversi dalam RUU SPPA ini sangat mengedepankan faktor perdamaian antara korban tindak pidana dengan anak yang berhadapan dengan hukum. Selain itu proses diversi hanya bisa dilakukan bila tindak pidana tersebut diancam dengan pidana kurang dari 7 tahun penjara dan bukan pengulangan tindak pidana.
ICJR memandang bahwa mestinya proses diversi mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak, bukan perdamaian antara korban dengan anak. Selain itu proses diversi semestinya tidak terkungkung dengan batasan ancaman penjara dibawah 7 tahun. Pada prinsipnya sesuai dengan prinsip – prinsip hukum internasional, proses diversi haruslah mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.
Walaupun demikian, RUU SPPA membuka kemungkinan proses diversi terhadap tindak pidana yang dilakukan anak tanpa harus ada kesepakatan diversi apabila tindak pidana tersebut bersifat pelanggaran, bagian dari tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.
Hal lain yang patut disesalkan adalah munculnya tindak pidana baru, yaitu tindak pidana diversi. Dalam RUU SPPA ini, diversi menjadi sesuatu yang wajib dilakukan pada penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan negeri. Apabila diversi tidak dilaksanakan, maka oleh karena itu para pembentuk UU diancamkan pidana terhadap para pelanggarnya. Sekilas model ini seperti yang sangat baik, karena berusaha agar diversi dilakukan oleh para pejabat penegak hukum dari level kepolisian hingga ke Pengadilan Negeri. Namun memperkenalkan tindak pidana baru juga bukan sesuatu yang bijak. Jika ditelisik lebih dalam, diversi merupakan bagian khusus dari acara peradilan pidana anak, oleh karena itu pilihan yang paling tepat adalah membatalkan prosesnya dan bukan mengancamkan tindak pidana.
Namun nasi sudah menjadi bubur, meski IKAHI akan melakukan pengujian UU SPPA ini, tapi dengan amat menyesal kami mengucapkan selamat datang tindak pidana diversi
Catatan:
Terima kasih untuk PUSKA PA UI yang telah memberikan RUU SPPA ini