SIKA Desak Seluruh Proses Pembahasan RUU Perubahan UU ITE Terbuka
Pada Senin 14 Maret 2016, Komisi I DPR RI dijadwalkan akan mengadakan rapat kerja tentang penyampaian keterangan Presiden dan pandangan umum fraksi2 mengenai RUU Perubahan UU ITE. Cakupan materi RUU Perubahan UU ITE yang saat ini disampaikan oleh pemerintah dan DPR dalam pandangan Sahabat Informasi dan Komunikasi yang Adil (SIKA) masih belum menyentuh berbagai persoalan – persoalan penting mestinya diatur dalam RUU tersebut
SIKA mencatat khusus untuk ketentuan penghinaan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, pemerintah hanya mengubah ancaman pidana dari 6 tahun menjadi 4 tahun didalam RUU Perubahan UU ITE. Perubahan ancaman pidana ini tidak substansial karena sama sekali tidak menyentuh persoalan pada problematika elemen – elemen tindak pidana yang dirumuskan secara kabur, samar, dan tidak pasti. Selain itu RUU Perubahan UU ITE yang disusun oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika sama sekali tidak mencerminkan upaya harmonisasi dengan Rancangan KUHP yang juga disusun oleh Kementerian Hukum dan HAM
SIKA mendesak agar seluruh ketentuan pidana yang diatur dalam RUU Perubahan UU ITE harus diharmonisasi dengan pengaturan dalam R KUHP, bagi pasal-pasal yang bentuknya duplikasi maka harus segera diintegrasikan dalam pasal-pasal yang ada dalam KRUHP.
SIKA juga menyesalkan upaya pemerintah dengan meniadakan mekanisme ijin dari Ketua Pengadilan dalam kaitannya untuk upaya penegak hukum untuk melakukan penahanan dalam RUU Perubahan UU ITE. Padahal ijin dari Pengadilan ini sejalan dengan kewajiban – kewajiban internasional Indonesia yang diatur dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. Ketentuan yang terdapat dalam ICCPR harus menjadi pertimbangan dan dasar utama pengaturan penangkapan dan penahanan dalam RUU Perubahan UU ITE sebab Indonesia merupakan negara pihak dalam ICCPR.
Untuk itu, agar pembahasan RUU Perubahan UU ITE lebih mencerminkan proteksi terhadap hak asasi manusia, SIKA mendesak agar Komisi I DPR RI dan Pemerintah untuk membahasnya secara terbuka baik dalam rapat dengan pendapat ataupun rapat – rapat lain yang diselenggarakan oleh DPR bersama – sama dengan pemerintah
Pelibatan publik dari awal seharusnya dilakukan oleh Pemerintah dan DPR dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat, pelibatan itu tidak terbatas kepada informasi agenda, namun juga rapat yang terbuka. Komisi I DPR RI harus secara konsisten menginformasikan secara terbuka dan tepat waktu hasil rapat-rapat Panja R KUHP. Termasuk secara cepat dan akurat hasil – hasil kesepakatan rapat antara Komisi I dan Pemerintah.
Karena itu SIKA menuntut agar seluruh rapat-rapat pembahasan RUU Perubahan UU ITE terbuka untuk umum dan dapat diliput oleh media, jurnalis dan masyarakat secara konsisten. Komisi I DPR RI juga diharapkan untuk mengurangi rapat pembahasan di hotel-hotel secara tertutup, lebih lebih di waktu malam hari, karena potensi akses publik akan terbatas pada waktu tersebut.
Sahabat Informasi dan Komunikasi yang Adil (SIKA) : Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), LBH Pers, Yayasan Satu Dunia, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia,Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) , ICT Laborary fo Social Change (ILAB) , Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) , Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Medialink, Offstream, Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media), Public Virtue Institute (PVI), Remotivi, Rumah Perubahan Lembaga Penyiaran Publik, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET), dan Yayasan TIFA
Artikel Terkait
- 05/02/2014 Pasal 27 Ayat (3) UU ITE kembali memakan korban: Waktunya Memperbaharui Hukum Pidana Penghinaan
- 22/04/2016 Perubahan RUU ITE Harus Berperspektif HAM, Bukan Hanya Mengejar Target Produk Legislasi
- 23/06/2016 Menguatnya Soal Duplikasi Pidana Penghinaan dalam Pembahasan “Rahasia” Revisi UU ITE
- 23/12/2015 ICJR: Arah Revisi UU ITE Harus Sejalan dengan Pembahasan RKUHP
- 16/07/2015 ICJR: RUU Revisi UU ITE adalah Langkah Mundur Menkominfo
Related Articles
Constitutional Court Rejected the Petition for a Judicial Review of Article 284, paragraph (1), paragraph (2), paragraph (3), paragraph (4) and paragraph (5), Article 285 and Article 292 of the Indonesian Criminal Code
In Decision No. 46/PUU-XIV/2016 dated 14 December 2017, the Constitutional Court rejected Case No. 46/PUU-XIV/2016 on a Judicial Review of
Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak: Himbauan untuk Tidak Melakukan Kekerasan terhadap Anak Dan Tidak Menyebarkan Identitas Anak Korban Persekusi
SIARAN PERS ALIANSI PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP ANAK Himbauan untuk Tidak Melakukan Kekerasan terhadap Anak Dan Tidak Menyebarkan Identitas Anak
Implementasi PP Restitusi Anak Korban Butuh Kemauan Aparat Penegak Hukum
Pada 17 Oktober 2017 lalu, Presiden telah menandatangi sebuah regulasi baru terkait restitusi korban tindak pidana khususnya terkait anak korban.