Tahan Tersangka Kasus Penghinaan Di Facebook, ICJR Anggap Kepolisian Tidak Patuhi Aturan Penahanan

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengecam tindakan Kepolisian Jogja yang melakukan penahanan terhadap Ervani Emihandayani (29) karena memposting ungkapan perasaannya di media sosial Facebook .
Ervani dilaporkan ke Polisi pada 9 Juni 2014 usai menuliskan curahan hatinya di media sosial grup Facebook Jolie Jogja Jewellery soal kejadian yang dialami suaminya pada 30 Mei 2014. Alfa, suami Ervani, yang bekerja sebagai petugas keamanan di Toko Jolie Jogja Jewellery. Karena laporan tersebut, maka pada 9 Juli 2014, Ervani dipanggil polisi untuk dimintai keterangan. Usai pemeriksaan, dirinya langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Sampai dengan saat ini, Ervani masih mendekam di tahanan Rumah Tahanan Wirogunan karena disangka melakukan pencemaran nama baik, dirinya dikenakan Pasal 27 ayat (1) UU ITE.
Anggara, Peneliti Senior Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), mengecam tindakan penahanan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap Ervani. Anggara mengatakan bahwa Penahanan terhadap Ervani sama sekali tidak diperlukan.
Menurut Anggara, penahanan terhadap Ervani, hanyalah berdasarkan alasan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun, karena Ervani dikenakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang ancaman hukumannya 6 tahun. Selebihnya, polisi mengabaikan tiadanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa adanya kemungkinan tersangka untuk melarikan diri, mengulangi perbuatan dan menghilangkan barang bukti. “Untuk kasus seperti penghinaan, dan ada itikad baik dari tersangka untuk memenuhi panggilan polisi dan memberikan keterangan, maka seharusnya tidak ada keadaan yang menimbulkan kekhawatiran untuk dilakukannya penahanan” sebut Anggara. Selain itu, dirinya juga meragukan bahwa Kepolisian memiliki ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan penahanan terhadap Ervani
Anggara menambahkan, “Latar belakang, kasus posisi dan keberadaan Ervani jelas, dengan begitu tidak ada indikator kekhawatiran yang jelas dari Kepolisian, penahanan harusnya tidak perlu dilakukan, ini bertentangan dengan KUHAP” tambah Anggara.
Praktik-praktik penahanan seperti ini hanya menunjukkan bahwa Polisi tidak memahami konsep penahanan dalam KUHAP, “Dengan kewenangan begitu besar, harusnya Polisi memahami konsep penahanan, menggunakan kewenangan dengan matang dan profesional, tidak asal saja seperti ini” ujar Anggara.
Untuk kasus Ervani yang dijerat dengan UU ITE, Anggara menyebutkan bahwa Polisi seharusnya berhati-hati melakukan penahanan, perlu dicatat bahwa berdasarkan Pasal 43 ayat (6) UU ITE, dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam. “harus dipastikan apakah Polisi memenuhi prosedur ini, apabila tidak, ini bentuk penahanan sewenang-wenang oleh Polisi” ujar Anggara.
Untuk itu, Anggara menyebutkan bahwa ICJR menghimbau Kapolri untuk melakukan evaluasi pada anggota kepolisian yang masih belum memahami konsep penahanan dalam KUHAP. Lebih lanjut untuk kasus Ervani, ICJR menyerukan agar Polisi segera mengeluarkan Ervani dari tahanan karena penahanan yang dilakukannya tidak berdasar, atau apabila tidak, ICJR mendorong Ervani untuk melakukan praperadilan pada penahanan yang dikenakan padanya.
Artikel Terkait
- 01/09/2014 ICJR: Segera Keluarkan Florence dari tahanan
- 08/04/2014 Persidangan Kasus Penghinaan BBM M. Arsyad, Dirancang Untuk Dipaksakan!
- 27/10/2016 Respon atas Rencana Penetapan Revisi UU ITE: Lima Masalah Krusial Dalam Revisi UU ITE yang Mengancam Kebebasan Ekpresi di Indonesia
- 01/10/2015 ICJR: Penahanan Adlun Fiqri Bungkam Pengungkap Kebenaran
- 29/01/2015 Mengkritik Bupati Gowa, Pasal 27 Ayat (3) UU ITE Kembali Disalahgunakan Untuk Membungkam Fadli
Related Articles
Belum juga menetapkan terjemahan Resmi KUHP/Wetboek van Strafrecht (WvS), YLBHI, ICJR, dan LBH Masyarakat Somasi Presiden RI karena Tidak Melaksanakan Perintah UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
Sampai saat ini tidak ada teks resmi terjemahan Wetboek van Strafrecht yang dikeluarkan oleh Negara Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Aliansi Nasional Reformasi KUHP Ingatkan Pemerintah dan DPR Kaji Ulang soal Asas Legalitas dan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat
Aliansi Nasional Reformasi KUHP meminta DPR untuk terus menagih penjelasan dari pemerintah soal kompilasi hukum adat mana saja yang bisa
ICJR dan ELSAM Minta Aparat Penegak Hukum Hati – Hati Menggunakan Ketentuan Makar Untuk Aktivis Papua
Apabila benar pasal Makar digunakan untuk memberangus diskusi, ekspresi dan pendapat politik, hal ini juga bertentangan dengan UUD 1945 yang