Jakarta – Aturan tentang tata cara penyadapan seharusnya dimasukkan dalam KUHAP (Hukum Acara Pidana). Bukan Peraturan Pemerintah (PP) seperti dimaksud Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring.
Empat organisasi masyarakat sipil, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), dan Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN), dalam rilisnya, Rabu (25/11), di Jakarta, menyatakan, ketentuan penyadapan harus diatur dalam PP haruslah ditolak karena akan sangat mengancam perlindungan hak atas kebebasan pribadi yang dijamin dalam konstitusi dan juga ketentuan perundang–undangan lainnya di bidang hak asasi manusia.
“Apa yang hendak diatur dalam PP tersebut adalah mengenai tata cara penyadapan dalam rangka penegakan hukum, sehingga seharusnya diatur dalam UU Hukum Acara Pidana yang mengatur tata cara penyadapan untuk penegakan hukum dalam perkara pidana,” kata Supriyadi W. Eddyono dari IMDLN.
Menurut Supriyadi, persoalan penyadapan ini dilatarbelakangi oleh belum lengkapnya hukum acara yang mengatur mengenai penyadapan. Sampai saat ini hanya UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) yang secara eksplisit mengatur mengenai penyadapan ini.
Oleh karena itu, Supriyadi mendesak agar Menkominfo menarik kembali RPP tentang Tata Cara Penyadapan dan menyusun rencana pembaharuan hukum acara pidana terkait dengan ketentuan penyadapan dengan membuka partisipasi masyarakat luas.
diambil dari Primair Online – Portal Berita Hukum dan Politik