Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) sangat prihatin atas ditemukannya perlakuan khusus bagi narapidana dalam bentuk penyediaan fasilitas-fasilitas khusus bagi napi tertentu di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Ini jelas peristiwa yang memalukan dan menambah deret panjang daftar kasus komodifikasi di lapas. ICJR juga mengkritik keras perbuatan yang dilakukan oleh petugas Lapas Cipinang yang membiarkan praktik ini. Praktik ini bahkan diduga dilakukan di kalangan pejabat Lapas. Perlu ada langkah langkah hukum yang tegas untuk menindak perilaku koruptif yang dilakukan oleh petugas yang seharusnya menjadi contoh dalam melakukan pembinaan bagi para warga binaan. Tindakan tegas juga harus dilakukan bagi narapidana yang mendapatkan layanan illegal tersebut.
Bahwa sistem pemasyarakatan yang dibangun sesuai dengan UU No 12 tahun 1995 jelas mencamtumkan asas persamaan perlakuan dan pelayanan dalam hal pembinaan bagi warga binaan. Proses pembinaan dalam pemasyarakatan juga bertujuan untuk membentuk warga binaan agar menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi tindak pidana yang dilakukkannya. Bagaimana mungkin proses pembinaan tersebut dapat terlaksana jika tindakan koruptif para petugas lapas dan narapidana masih terus dilakukan.
Namun ICJR juga mengingatkan, bahwa disamping ada persoalan sifat koruptif dari oknum oknum yang mencari keuntungan. Ada situasi khusus yang pasti akan tetap menyuburkan praktik-praktik komodifikasi yang koruptif ini. Situasi khusus ini adalah overcrowding yang selalu menjadi biang masalah utama lapas Indonesia. Temuan dari berbagai studi ICJR dan berbagai lembaga telah menunjukkan pola yang seragam.
Data Per Juni 2017 tercatat bahwa jumlah narapidana di Indonesia sebanyak 153.312 sedangkan kapasitas yang dapat ditampung hanya 122.114 narapidana. Secara keseluruhan Lapas di Indonesia mengalami kelebihan penghuni mencapai 84%. Angka yang lebih parah pun terjadi di Lapas Klas I Cipinang. Per Juni 2017 Lapas Cipinang diisi oleh 2926 narpidana dan tahanan, padahal kapasitasnya hanya untuk 880 narapidana. Kelebihan penghuni pada Lapas-lapas di Indonesia menimbulkan dampak langsung bagi praktek komodifikasi lapas.
Overcrowding jelas mengakibatkan tidak terakomodirnya pelayanan dan fasilitas yang memadai bagi warga binaan. Kondisi yang layak hanya dapat terjadi manakala Lapas menampung penghuni yang sesuai dengan kapasitas. Bagaimana mungkin kelayakan dapat diperoleh disaat kelebihan muatan mencapai 332% hampir 3 kali lipat dari kondisi normal. Overcrowding ini juga mengakibatkan layanan standar minimum bagi lapas, menurun ke tingkat yang semakin mengkhawatirkan. Layanan dasar berupa air minum, makanan, komunikasi, ruang tidur termasuk kesehatan akan menerima dampak langsung. Negara terbukti mengalami kesulitan membiayai pengeluaran lapas untuk memenuhi standar minimum ini.
Situasi ini mendorong warga binaan harus mencari alternatif dalam menyokong standar hidup minimum dalam lapas. situasi ini jugalah yang akhirnya mendorong dukungan kehidupan dari pihak luar yakni para keluarga-handai tolan warga binaan. Masalahnya dukungan keluarga ini pasti akan digantungkan kepada kondisi ekonomi masing-masing, ada yang kaya dan banyak yang miskin. Hal ini lah yang menjadikan penyediaan fasilitas tertentu selalu menjadi komoditas subur bagi petugas Lapas yang koruptif. Narapidana yang tergolong memiliki kemampuan finansial yang lebih kuat akan menyuap petugas untuk mendapat fasilitas yang lebih memadai bahkan cenderung mewah.
ICJR mendukung Pemerintah dan DPR agar lebih bekerja keras untuk reformasi Lapas, Di samping menindak tegas oknum oknum yang menyalahi peraturan, kebijakan pemidanaan yang dihasilkan harusnya juga rasional jangan hanya melulu mendorong ketentuan pidana yang selalu menjebloskan pelaku tindak pidana ke dalam penjara yang saat ini sudah penuh sesak.