Kamis, 20 Januari 2011
JAKARTA (Suara Karya): Tiga LSM hukum menyatakan telah mengajukan Komentar Tertulis (Amicus Curiae) kepada Mahkamah Agung (MA) tentang delik kesusilaan dan kemerdekaan pers dalam perkara Majalah Playboy Indonesia dengan terpidana Erwin Arnada.
Tiga LSM hukum tersebut yaitu Intitute for Criminal Justice Reform (IJCR) Indonesia, Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam).
Koordinator IMDLN, Supriyadi Widodo Eddyono dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu, mengatakan, mereka telah menyerahkan Komentar Tertulis tersebut ke MA pada Senin (14/1).
Mereka mengirimkan Komentar Tertulis karena mempertanyakan apakah MA tepat menggunakan standar agama, khususnya Islam, sebagai tolok ukur penilaian kasus Pemred Majalah Playboy, Erwin Arnada, yang diputuskan melanggar kesusilaan.
Komentar Tertulis tersebut berisi beberapa rekomendasi IJCR, IMDLN dan Elsam kepada Majelis Hakim Peninjauan Kembali pada MA yang memeriksa perkara Erwin Ernada selaku Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia.
Rekomendasi mereka antara lain agar MA juga menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan Erwin Arnada melanggar unsur kesusilaan dalam KUHP, karena Dewan Pers telah menetapkan Majalah Playboy Indonesia sebagai produk pers yang tunduk pada UU Pers.
Pada kesempatan yang sama, Mitra Senior ICJR Indonesia, Anggara, mengatakan, Dewan Pers tidak mempermasalahkan konten Majalah Playboy, tetapi mempermasalahkan peredaran majalah dewasa tersebut yang dijual di pinggir jalan yang dikhawatirkan diakses oleh anak kecil.
Sekretaris IMDLN, Zainal Abidin, mengatakan, Amicus Curiae belum dikenal dalam sistem hukum Indonesia, akan tetapi dalam beberapa kasus hukum, telah ada yang mengajukan Komentar Tertulis.
Meski begitu, Zainal mengatakan bahwa Pasal 5 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 180 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bisa menjadi dasar hukum bagi pengajuan Komentar Tertulis oleh Majelis Hakim suatu perkara.
Mereka mencatat ada tiga Komentar Tertulis yaitu Komentar Tertulis yang diajukan kelompok pegiat kemerdekaan pers kepada MA terkait peninjauan kembali kasus majalah Time versus Soeharto, Komentar Tertulis dalam kasus `Upi Asmaradana` yang digunakan Majelis Hakim PN Makassar sebagai tambahan informasi.
Komentar Tertulis juga pernah digunakan sebagai pelengkap informasi oleh Majelis Hakim yang memeriksa perkara Prita Mulyasari di PN Tangerang. (Ant/Jimmy Radjah)