Matraman, Wartakotalive.com – Institute for Criminal Justice Reform (ICR) yang baru melakukan kajian khusus tentang kondisi anak pelaku tindak pidana di Jakarta memperoleh kesan bahwa pendampingan oleh penasehat hukum belum maksimal karena pembelaan didominasi cara lisan.
Karena itu pendampingan oleh penasehat hukum perlu ditinjau lebih lanjut. Hal itu disampaikan ICJR melalui hasil refleksi tentang Hari Anak Nasional tahun 2013.
Sebelumnya ICJR telah mengadakan kajian khusus tentang Kondisi Anak Pelaku Tindak Pidana di Jakarta dengan berbasis pada Putusan Pengadilan Negeri (PN) se-Jakarta tahun 2012.
ICJR memaparkan, jumlah putusan PN se-Jakarta tahun 2012 mencapai 115 putusan dan melibatkan 146 anak. Dari 115 putusan itu ditermukan, sebanyak 46 perkara melibatkan pembelaan penasehat hukum. Namun 27 di antaranya dilakukan secara lisan. Hanya 19 perkara yang dilakukan secara tertulis.
“Sementara dari dalam 68 perkara yang ada pendampingan dari penasehat hukumnya, sebanyak 22 di antaranya juga tidak disebutkan adanya pembelaan dari penasehat hukum anak,” papar Sufriadi, Peneliti sekaligus Manager Program ICJR dalam refleksinya yang diterima Warta Kota, Rabu (24/7) malam.
ICJR juga menemukan, kondisi umum anak pelaku tindak pidana di Jakarta menunjukkan, penahanan masih menjadi pilihan yang dilakukan petugas dalam proses perkara pidana anak. Prioritas utamanya adalah penahanan di rumah tahanan negara (rutan).
Adapun persentase penahanan terhadap anak pelaku tindak pidana di Jakarta mencapai angka 97 persen (112 perkara), berbanding tiga persen (tiga perkara) anak pelaku yang tidak ditahan.
Dari 112 perkara itu, hanya satu yang ditentukan menjadi tahanan kota. ICJR juga menemukan, penahanan terhadap anak pada umumnya sudah mulai dilakukan sejak proses hukum anak di tingkat penyidikan, dan terus berlanjut hingga putusan.
Alhasil, lama masa penahanan menjadi panjang, yang reratanya mendekati jangka waktu maksimal di semua tingkat pemeriksaan. Studi ICJR juga menunjukkan, pada umumnya anak ditahan dalam rentang waktu 61 hingga 90 hari yakni pada 67 perkara (60 persen).
Kemudian anak ditahan dalam rentang waktu antara 31 – 60 hari sebanyak 37 perkara (33 persen). Bahkan empat perkara di antaranya melebihi waktu penahanan normal yang ditentukan dalam UU Pengadilan Anak.
Sumber: wartakota