Kemenkes Segera Tunjuk Fasilitas Kesehatan Penyedia Aborsi Aman dan Pemerintah serta DPR Perkuat Jaminan Aborsi Aman dalam RKUHP

Menurut Bearak (2020) dijelaskan bahwa sepanjang tahun 2015 sampai dengan 2019, kejadian kehamilan tidak diinginkan mencapai angka 121 juta per tahun. Angka ini menunjukkan bahwa terdapat 64 kehamilan tidak diinginkan terjadi pada setiap 1.000 perempuan berusia 15-49 tahun. Secara umum jika dibandingkan dengan data periode waktu sebelumnya, angka kehamilan tidak diinginkan menurun sejak tahun 1990-1994. Dengan data ini, maka dapat ditunjukkan bahwa 73,3 juta aborsi setiap tahunnya, yang setara dengan adanya 39 aborsi per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun (Bearak:2020). Dari angka tersebut, juga dapat dihitung bahwa tiga dari 10 kehamilan berakhir dengan aborsi (WHO:2021). 

Penelitian yang dipublikasikan pada 2014 yang mengkaji data kematian ibu dari 2003 sampai dengan 2012 menemukan bahwa 7,9% kematian ibu dikarenakan aborsi tidak aman dengan rentang nilai estimasi dari 4,7% – 13,2% Angka Kematian Ibu (AKI) atau setara dengan 193.000 kehamilan (Say:2014) Namun data penyebab AKI dikarenakan aborsi tidak aman juga dapat dikatakan tidak menggambarkan kondisi sebenarnya, karena masalah tidak terlaporkan, yaitu karena ketentuan hukum yang masih melarang aborsi. Dalam konteks aborsi diperbolehkan oleh hukum negara, persepsi budaya dan agama masih membuat pelaporan aborsi tidak dapat dilakukan. Penyebab utama kematian akibat aborsi tidak aman tersebut adalah perdarahan, infeksi, sepsis, trauma genital, dan usus nekrotik (B. Haddad:2019).  

Dalam konteks Indonesia, tidak banyak penelitian yang berhasil melaporkan kebutuhan aborsi aman atau penghentian kehamilan di Indonesia, hal ini dikarenakan ketentuan hukum yang masih melarang sepenuhnya kegiatan berkaitan dengan aborsi, hanya dengan pengecualian yang terbatas. Terdapat hanya dua penelitian yang mencoba menunjukkan estimasi tingkat aborsi terhadap 1000 perempuan per tahunnya di Indonesia. Pada tahun 2000, berdasarkan penelitian yang dilakukan di enam wilayah di Indonesia, estimasi aborsi adalah 37 aborsi untuk setiap 1000 perempuan berusia 15-49 tahun (Guttmacher Institute: 2008), Perempuan yang melakukan aborsi rata-rata berusia 20-29 tahun (46%), menikah (66%) (Guttmacher Institute: 2008). Penelitian terbaru di Indonesia menemukan pada 2018 tingkat aborsi di pulau Jawa adalah 42,5 aborsi per 1000 perempuan berusia 15-49 tahun (Giorgio, M. M, et.al, 2020). Tingkatan ini lebih tinggi dibandingkan tingkat aborsi secara global yaitu 39/1000 perempuan (WHO:2020). 

Dalam kerangka hukum di Indonesia saat ini, yaitu di dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah menyatakan bahwa aborsi diperbolehkan untuk korban perkosaan dan aborsi atas dasar indikasi medis. Aturan turunan penyelenggaraan aborsi aman ini juga telah dibentuk yaitu PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, Permenkes No. 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi hingga Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi Kementerian Kesehatan RI. ICJR pada 2020 menerbitkan laporan penelitian yang berjudul Penyelenggaraan Kebijakan Aborsi Aman, Bermutu, dan Bertanggung Jawab sesuai dengan UU Kesehatan di Indonesia, melakukan analisis berkaitan dengan kerangka hukum dan kepentingan stakeholders mengenai penyelenggaraan aborsi aman tersebut. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa hingga saat ini Menteri Kesehatan belum menunjuk fasilitas kesehatan yang dapat menyediakan layanan aborsi aman, padahal ketentuan aturan ini telah berlaku sejak 2016. 

Tidak ditunjuknya layanan tersebut berdampak pada korban perkosaan, Seperti yang terjadi di Jombang, Juli 2021 lalu, anak korban perkosaan (12 tahun) oleh laki-laki 56 tahun mengalami kehamilan tidak diinginkan, permohonan aborsinya ditolak oleh penyidik dengan alasan “belum ada pengalaman” Hal ini jelas dikarenakan tidak ada fasilitas kesehatan yang ditunjuk. 

Selain kendala layanan yang belum ditunjuk, kendala lainnya yang dihadapi adalah sulitnya memberikan layanan aborsi aman untuk korban perkosaan adalah dikarenakan ketentuan hukum yang masih terbatas memberikan batasan usia kehamilan yang dapat dilakukan aborsi untuk korban perkosaan hanya 40 hari. 

Pada 9 Maret 2022 WHO menerbitkan panduan baru tentang Abortion Care untuk memberikan panduan kepada negara-negara untuk menyusun kebijakan aborsi aman. Dalam panduan tersebut dijelaskan bahwa negara harus menghapuskan ketentuan hukum yang membatasi aborsi dengan batasan usia kehamilan. WHO menyatakan bahwa batasan usia tersebut bersifat tidak berbasis ilmu pengetahuan, dan saat ini aborsi aman dengan perkembangan teknologi dapat dilakukan hingga usia kehamilan 28 minggu. 

Dalam perkembangan pembahasan RKUHP juga pada November 2019 lalu pernah dijelaskan bahwa terdapat upaya pembaruan hukum terkait dengan pengaturan pengecualian kriminalisasi aborsi dalam RKUHP, dengan memperkenalkan bahwa aborsi bagi korban perkosaan dapat dilakukan hingga usia kehamilan 120 hari. 

Lantas pada perkembangan lanjutan pada RKUHP terbaru yang dikirimkan oleh Pemerintah kepada DPR versi 4 Juli 2022, terdapat beberapa perubahan dengan rumusan Pasal 467 ayat (2) menjadi: 

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 12 (dua belas) minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis. 

Terdapat pengurangan usia kehamilan dari 120 hari (16 minggu) menjadi 12 minggu. Hal ini masih perlu didorong untuk mengikuti panduan terbaru WHO pada 2022. 

Atas dasar hal tersebut, dalam rangka memperingati Hari Aborsi Aman Sedunia, ICJR menyerukan: 

  1. Kementerian Kesehatan harus segera menunjuk fasilitas kesehatan yang menyediakan aborsi aman di Indonesia sesuai dengan amanat UU saat ini
  2. Untuk pembaruan hukum, Pemerintah dan DPR memperkuat pengaturan kebolehan aborsi untuk korban kekerasan seksual bisa sampai dengan 28 minggu atau dikembalikan pada angka 16 minggu untuk memberikan peluang lebih besar untuk membangun sistem kesehatan yang menyediakan aborsi aman. 

 

Hormat Kami, 

ICJR


Tags assigned to this article:
Aborsi AmankemenkesWHO

Related Articles

ICJR Desak Presiden Serius Mencegah dan Mencabut Undang – Undang Yang Menyulitkan Rakyat

Dalam pidato kenegaraan di 16 Agustus 2019 dalam Sidang Tahunan MPR, Presiden menekankan bahwa Undang-undang yang menyulitkan rakyat harus dibongkar.

Mendagri Mengaku Tak Bisa Lakukan “Eksekutif Review” atas Qanun Aceh No 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat

“ICJR Menyesalkan Gagalnya Upaya Uji Sahih oleh Pemerintah” Pada 27 September 2014 DPR Aceh mengesahkannya Qanun Aceh Nomor 6 Tahun

Aliansi PKTA mendorong Polres Kediri Kota untuk Mengusut Tuntas Pelaku Kekerasan terhadap Anak Korban di Pondok Pesantren

Kekerasan terhadap anak terjadi lagi di sebuah pondok pesantren di Kediri, seorang anak berusia 14 tahun mengalami kekerasan oleh seniornya

Verified by MonsterInsights