KBR68H, Jakarta – Mahkamah Agung diminta melakukan moratorium penjatuhan pidana penjara bagi terdakwa yang terlibat kasus penghinaan dan dinyatakan terbukti bersalah. Ketua Badan Pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengatakan, MA harus mempertimbangkan dengan serius untuk tidak menjatuhkan pidana penjara bagi para terdakwa perkara penghinaan yang dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan.
“MA masih dapat menjatuhkan pidana bentuk lain bagi para terdakwa yang dinyatakan bersalah yaitu dengan menjatuhkan pidana bersyarat sesuai ketentuan Pasal 14 C KUHP. Pidana penjara bagi perkara penghinaan juga tidak lagi relevan, karena saat ini MA juga sudah mengeluarkan Peraturan MA No 2 Tahun 2012 tentang penyesuaian nilai denda dalam KUHP. Dengan kedua instrumen hukum tersebut, MA meninggalkan pola Pidana Penjara dan mengefektifkan Pidana Denda dalam perkara – perkara tindak pidana penghinaan,”kata Anggara dalam keterangan pers yang diterima KBR68H, Selasa (19/11).
Sekretaris Indonesia Media Defense Litigation Network (IMDLN) Wahyudi Djafar menambahkan, sebagai salah satu Negara pihak dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, Indonesia seyogianya mengikuti Komentar Umum No 34 dari Pasal 19 Kovenan Hak Sipil dan Politik. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa penjatuhan pidana penjara dalam perkara penghinaan adalah bentuk sanksi yang tidak sesuai dengan ketentuan HAM Internasional.
Berdasarkan hasil riset ICJR pada 2012 dari 275 perkara ditemukan bahwa sepanjang 2001 – 2012 fakta bahwa sebagian besar pelaku tindak pidana penghinaan dituntut dengan tuntutan penjara (205 kasus) dan pidana percobaan. Sementara itu dalam penjatuhan putusan pengadilan, Mahkamah Agung telah banyak mengkoreksi hukuman penjara yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi menjadi putusan bebas/lepas dan/atau hukuman percobaan.
Meski dalam beberapa kasus, MA masih menjatuhkan hukuman penjara namun rata – rata hukuman yang jatuhkan hanya mencapai 112 hari. Hukuman percobaan yang dijatuhkan rata – rata mencapai 252 hari. Berdasarkan hal – hal tersebut, ICJR dan IMDLN mendesak Mahkamah Agung mengefektifkan penjatuhan pidana bersyarat dan pidana denda bagi terdakwa yang dinyatakan bersalah oleh Pengadilan. Hal ini diperlukan untuk mengurangi chilling effect dari penjatuhan pidana penjara bagi kebebasan berpendapat/berekspresi.
Selain itu, Mahkamah Agung diminta mengeluarkan Surat Edaran agar Pengadilan – Pengadilan di seluruh Indonesia melakukan moratorium penjatuhan pidana penjara bagi terdakwa dalam perkara Penghinaan yang diputus bersalah oleh Pengadilan, berdasarkan syarat – syarat tertentu seperti terpidana tidak mau membayar denda dan/atau tidak mau memenuhi memenuhi syarat – syarat yang telah ditetapkan oleh Pengadilan.