Pada Senin, 3 Desember 2018 Menteri Hukum dan HAM menyatakan menunda pembahasan RKUHP bersama dengan DPR sampai dengan selesainya pemilu 2019 mendatang. Dia menjelaskan bahwa hal tersebut terkait dengan kuorum anggota DPR yang tidak tercapai ditengah masuknya masa kampanye untuk pemilu 2019.
Aliansi Nasional Reformasi KUHP mendukung keputusan untuk menunda pembahasan RKUHP . Namun begitu, alasan penundaan pembahasan bukan hanya karena alasan kuorum anggota DPR selaku pembahas bersama dengan pemerintah. Menurut Aliansi, penundaan jelas harus dilakukan dikarenakan draft terakhir yang dihasilkan oleh Pemerintah dan DPR yaitu per 28 Mei 2018, masih menyisakan banyak masalah yang harus diatasi yang jelas membutuhkan pembahasan mendalam dari berbagai pihak, termasuk perwakilan kemeterian terkait, lembaga negara lain, dan seluruh institusi penegak hukum dalam sistem peradilan pidana.
Permasalahan dalam draft 28 Mei 2018 tidak hanya sebatas pada 9 pending issue yang disampaikan Pemerintah dalam Rapat Tim Perumus 30 Mei 2018 lalu. Lebih dari itu, sampai dengan draft 28 Mei 2018, Aliansi Nasional Reformasi KUHP mencatat sedikitnya ada 16 masalah yang belum terselesaikan dalam RKUHP, terdiri dari:
- Masalah pengaturan hukum yang hidup di masyarakat yang akan memberikan ketidakpastian hukum
- Masalah pidana mati yang seharusnya dihapuskan
- Masalah minimnya alternatif pemidanaan yang jelas tidak akan mengatasi overcrowding Lapas dan Rutan
- Masalah pengaturan tindak pidana korporasi yang masih tumpang tindih antar pengaturan
- Masalah pengaturan “makar” yang masih tidak merujuk pada makna asli “serangan”
- Masalah kriminalisasi promosi alat kontrasepsi yang bertentangan dengan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS
- Masalah kriminalisasi semua bentuk hubungan seksual di luar perkawinan yang justru akan melanggengkan perkawinan anak
- Masalah kriminalisasi tindak pidana contempt of court yang memuat rumusan karet berpotensi mengekang kebebasan berpendapat termasuk kebebasan pers
- Masalah pengaturan tindak pidana penghinaan yang masih memuat pidana penjara sebagai hukuman
- Masalah wacana kriminalisasi hubungan sesama jenis yang akan menimbulkan stigma terhadap orang dengan orientasi seksual berbeda
- Masalah pengaturan tindak pidana perkosaan yang justru mengalami kemunduran rumusan
- Masalah hadirnya kembali pasal-pasal kolonial yang sudah tidak relevan untuk masyarakat demokratis, seperti pasal penghinaan presiden dan pasal penghinaan pemeritah yang sah
- Masalah rumusan tindak pidana penghinaan terhadap agama, yang justru tidak menjamin kepetingan hak asasi manusia untuk memeluk agam dan menjalankan agamanya
- Masalah tindak pidana korupsi yang akan melahirkan duplikasi rumusan
- Masalah tindak narkotika yang seharusnya tidak diatur dalam RKUHP, karena merupakan masalah kesehatan masyarakat bukan pidana
- Masalah tindak pidana pelanggaran HAM yang berat yang masih diatur tidak sesuai dengan standar Hak Asasi Manusia secara internasional
Namun dalam berbagai kesempatan, pihak pemerintah selalu menyatakan bahwa proses pembahasan RKUHP di pemerintah sudah hampir selesai. Bahkan tak jarang pemerintah menyatakan telah 99% menyelesaikan permasalah dalam RKUHP. Pemerintah juga terus menyatakan bahwa mereka melakukan pembahasan secara intensif. Hal ini jelas menimbulkan pertanyaan, karena perkembangan pembahasan dalam internal pemerintah tidak dapat diakses publik.
Dari awal tahun 2018 hingga 9 Juli 2018, Aliansi Nasional Reformasi KUHP telah mendapatkan 6 versi draft mulai dari
- draft per 2 Februari 2018,
- draft 8 Maret 2018,
- draft 9 April 2018,
- draft 28 Mei 2018 ,
- draft 26 Juni 2018 dan
- draft 9 Juli 2018.
Dalam berbagai draft tersebt terjadi banyak perubahan rumusan pasal di RKUHP yang tidak jelas. Banyak rumusan yang telah diubah tersebut langsung begitu saja dibawa ke pembahasan DPR, yang dibahas dalam sidang terbuka hanya rumusan tindak pidana yang masuk ke dalam daftar pending isu.Proses perubahan dan pembahasan dalam internal pemerintah dilakukan tertutup tanpa dapat diawasi oleh masyarakat dan DPR
Berdasarkan draft terakhir yang dapat diperoleh Aliansi, sedikitnya terdapat 9 Rapat internal pemerintah yang telah dilakukan, semua pembahasan dalam rapat tersebut tidak dapat diakses oleh publik, terdiri dari:
- Rapat internal pemerintah 26 Maret 2018
- Rapat internal pemerintah 9 April 2018
- Rapat internal pemerintah 16 Mei 2018
- Rapat internal pemerintah 28 Mei 2018
- Rapat internal pemerintah 5 Juni 2018
- Rapat internal pemerintah 25 Juni 2018
- Rapat internal pemerintah 26 Juni 2018
- Rapat internal pemerintah 28 Juni 2018
- Rapat internal pemerintah 9 Juli 2018
Proses pembahasan RKUHP yang tidak akuntabel ini secara jelas bertentangan dengan prinsip dan asas pembentukan peraturan perundangan yang mewajibkan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Selain itu Aliansi Nasional Reformasi KUHP juga mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap prinsip – prinsip keterbukaan yang menjadi dasar dari demokrasi
Pada dasarnya Aliansi mendukung penundaan pembahasan dan pengesahan RKUHP. Namun terdapat 4 hal yang perlu dicermati yaitu:
- Penundaan pembahasan dan pengesahan bukan hanya sebatas pada kourum anggota DPR, namun harus berdasarkan substansi RKUHP, jika masih bermasalah maka RKUHP tidak dapat disahkan
- Pembahasan RKUHP nanti setelah pemilu harus dilakukan secara sungguh-sungguh tidak terburu-buru, tidak dengan asumsi “kejar target”
- Jika permasalahan RKUHP tidak terselesaikan maka pemerintah perlu mempertimbangkan opsi lain dalam upaya reformasi KUHP, yaitu dengan mekanisme amandemen bertahap, untuk memastikan RKUHP disahkan tanpa adanya permasalahan
- Segala jenis perubahan rumusan beserta pembahasannya sekalipun di internal pemerintah harus dapat diakses publik sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan
–
Kami memahami, tidak semua orang orang memiliki kesempatan untuk menjadi pendukung dari ICJR. Namun jika anda memiliki kesamaan pandangan dengan kami, maka anda akan menjadi bagian dari misi kami untuk membuat Indonesia memiliki sistem hukum yang adil, akuntabel, dan transparan untuk semua warga di Indonesia tanpa membeda – bedakan status sosial, pandangan politik, warna kulit, jenis kelamin, asal – usul, dan kebangsaan. Hanya dengan 15 ribu rupiah, anda dapat menjadi bagian dari misi kami dan mendukung ICJR untuk tetap dapat bekerja memastikan sistem hukum Indonesia menjadi lebih adil, transparan, dan akuntabel