Perlu Alat Hukum Formal untuk Setop Kriminalisasi KPK
Pembentukan tim independen oleh Presiden Joko Widodo, Minggu malam (25/1), baru langkah awal pemerintah untuk mencoba menyelesaikan konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Republik Indonesia.
Namun untuk mengatasi konflik berkepanjangan dua lembaga penegak hukum itu, dibutuhkan instrumen atau alat hukum formal untuk menghentikan kriminalisasi KPK. Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan Presiden sebaiknya melakukan klarifikasi secara politik.
“Pembentukan tim independen bukan alat hukum formal,” kata Supriyadi saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (26/1).
Keputusan Presiden untuk membentuk tim independen, menurut Supriyadi, karena ketiadaan mekanisme atau solusi lain yang disiapkan pemerintah untuk mengatasi kisruh dua lembaga.
Supriyadi menilai reposisi struktur kelembagaan lebih penting dan mendesak dilakukan untuk membatasi upaya kriminalisasi dan memojokkan individu tertentu
“Kalau tidak, kriminalisasi tidak akan berhenti dan akan terus digunakan untuk menghajar orang,” kata dia.
Supriyadi mengatakan kriminalisasi mudah dilakukan karena di Indonesia tidak ada mekanisme atau rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mempersulit penetapan tersangka atas seseorang.
“Begitu mudahnya di Indonesia jadi tersangka. Satu laporan, satu keyakinan dari penyidik atas laporan, dan satu bukti awal, sudah bisa jadi tersangka. Kalau begini, semua pemimpin dan penyidik di KPK bisa jadi tersangka, bahaya,” kata Supriyadi.
Presiden juga dinilai perlu memperkuat kewenangan Komisi Kepolisian Nasional. “Kompolnas tidak bisa berada di bawah ketiak Mabes Polri. Posisinya mestinya tidak di bawah Kapolri, tapi langsung di bawah Presiden. Ini utang lama yang belum selesai hingga kini,” ujar Supriyadi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi membentuk tim independen yang bertugas mengevaluasi pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri sekaligus mengusut rentetan kriminalisasi atas dua Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan Adnan Pandu Praja.
“Semuanya, termasuk hubungan KPK dan Polri maupun berkenaan dengan personel mereka yang menghadapi proses hukum. Kita harus menyelamatkan dua institusi,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidique yang menjadi salah satu anggota tim independen.
Tim independen beranggotakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie, mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (Purn) Oegroseno, mantan Wakil Ketua KKPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapamekas, mantan staf ahli Kapolri Bambang Widodo Umar, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana, dan mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif.
Sumber: CNN Indonesia
Artikel Terkait
- 01/05/2015 ICJR Appreciates the Constitutional Court Decision for Broadening the Ambit of Pretrial Hearing
- 28/04/2015 ICJR Apresiasi Putusan MK yang Memperluas Objek Praperadilan
- 23/02/2015 ICJR : Sebagai Judex Juris, MA Harus Berikan Kepastian Hukum Dalam Putusan Praperadilan Budi Gunawan
- 16/02/2015 Tiga Langkah yang Dilakukan oleh KPK Pasca Putusan Praperadilan BG
- 30/01/2015 KPK Dinilai Tak Butuh Imunitas, Tapi Penghentian Penyidikan
Related Articles
ICJR Mempersiapkan Pedoman Penahanan dan Praperadilan
Guna melanjutkan kegiatan riset dan advokasi ICJR terkait praktik praperadilan di Indonesia, pada 21-22 Desember 2013, dilakukanlah konsinyering bertema “Mempersiapkan
Penyebaran Pengacara Dinilai Bisa jamin Hak Bantuan Hukum Napi
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai untuk menjamin pemenuhan hak bantuan hukum terhadap narapidana dengan memfasilitasi penyebaran advokat ke
KUHAP, Court Reform Needed to Uphold Justice and Legal System, Activists Say
Activists on Friday called on the government and legislature to deliberate on a planned revision of the Criminal Code of Procedures following