Perubahan dalam KUHP 2023, UU Kesehatan 2023, dan PP 28 Tahun 2024 menghadirkan beberapa perubahan kunci dalam mengatur abosi aman. Pertama, pengecualian pidana aborsi kini berlaku tidak hanya bagi korban perkosaan, tetapi juga bagi korban kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan serta individu dengan kondisi darurat medis. Kedua, batas usia kehamilan untuk aborsi diperpanjang dari 6 minggu menjadi 14 minggu, selaras dengan panduan WHO. Ketiga, prosedur aborsi hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Keempat, terhadap korban kekerasan seksual, surat keterangan dokter dan surat dari penyidik yang menyatakan adanya dugaan perkosaan.
Berbagai perubahan tersebut diharapkan dapat memperkuat akses layanan aborsi aman. Namun, berbagai tantangan krusial masih ditemukan guna mendukung implementasi aborsi aman yang inklusif dan tidak restriktif. Beberapa di antaranya adalah belum adanya prosedur internal Kepolisian dalam menerbitkan surat keterangan bagi korban kekerasan seksual yang membutuhkan akses aborsi aman, keterbatasan fasilitas kesehatan yang bisa menjadi acuan sebagai akses utama layanan aborsi aman di berbagai daerah, serta terbatasnya akses edukasi mengenai metode aborsi aman yang masih bergantung pada penyedia layanan kesehatan formal.
Penelitian ini membahas perkembangan regulasi dan implementasi layanan aborsi aman pasca disahkannya KUHP 2023. Dalam penelitian ini, pemetaan berbagai kebijakan dilakukan untuk melihat tantangan dan peluang dalam pengarusutamaan aborsi aman sebagai respons terhadap KUHP 2023. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam menyusun aturan teknis sebagai bagian dari komitmen untuk memperluas akses aborsi aman di Indonesia.
Buku dapat Anda akses di sini