Peraturan Menteri Kominfo No 19 Tahun 2014 Tentang Blokir Konten Dianggap Bermasalah, ICJR Segera Ajukan Judicial Review ke MA

Peraturan Menteri Kominfo No 19 Tahun 2014 Tentang Blokir Konten Dianggap Bermasalah, ICJR Segera Ajukan Judicial Review ke MA

Menkominfo, Tifatul Sembiring, telah menandatangani Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (RPM Blokir Konten) dan saat ini telah disahkan menjadi Peraturan Menteri Kominfo No 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif yang ditandatangani pada 7 Juli 2014 dan telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI pada 17 Juli 2014.

Dari sejak awal, Anggara – Ketua Badan Pengurus Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), mengatakan bahwa materi Peraturan Menteri Kominfo tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif tidak tepat jika diatur dalam bentuk Peraturan Menteri, seharusnya diatur dalam bentuk Undang-Undang. “Peraturan Menteri ini memuat materi yang melakukan pembatasan terhadap hak asasi manusia, sehingga materi pembatasan dalam bentuk apapun haruslah diatur berdasarkan Pasal 28J ayat 2 UUD 1945 yaitu dengan menggunakan Undang-Undang” tegas Anggara.

Menurut Anggara, ICJR telah menyerukan agar Peraturan Menteri tersebut tidak disahkan dengan alasan bentuk pengaturan yang tidak tepat. “Sudah berkali-kali kami sampaikan dalam forum resmi dengan Kominfo maupun dalam diskusi terbuka dan media, bahwa materi Peraturan Menteri tersebut harus diatur dalam UU” Jelasnya.

Selain itu menurut Anggara, momentum disahkannya Peraturan Menteri ini tidak tepat. Usai Pilpres dan masih berlangsungnya proses sengketa pilpres di MK, Pemerintah saat ini bisa disebut sebagai pemerintahan dalam masa-masa transisi, meskipun pelantikan Presiden baru sebagai kepala Pemerintahan masih belum dilakukan. “Idealnya, materi kebijakan yang sangat penting dan strategis seperti penanganan situs internet bermuatan negatif ini tidak dikeluarkan pada masa-masa seperti sekarang, karena akan menjadi beban pemerintahan berikutnya” sebut Anggara.

Selain melanggar aturan pembatasan yang diamanatkan dalam UUD 1945, materi muatan dari Peraturan Menteri ini sangat merugikan masyarakat, dan berpotensi justru menimbulkan iklim negatif pengekangan kebebasan hak asasi oleh negara. “Secara mendasar saja, pengertian “konten negatif” sangat luas dan multitafsir, tidak ada indikator yang jelas dan pengertian serta defenisi yang memadai dan ujungnya berpotensi besar dalam melanggar hak asasi manusia” jelas Anggara.

Anggara menambahkan bahwa kewenangan pemerintah dalam hal ini Kominfo, sangat besar dan terlalu luas. “Peraturan Menteri ini memposisikan menkominfo sebagai pelapor, pengadu, penyidik, penuntut, pembuat standar penilaian sekaligus  penilai atau hakim dan sekaligus pula eksekutor dalam kebijakan blocking dan filtering” sebutnya. Kewenangan yang terlalu luas dan nyaris tak tersentuh dan tanpa kontrol. Anggara beranggapan bahwa kominfo bukanlah aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan dalam menilai suatu konten bertentangan dengan hukum atau tidak. “Kominfo memainkan peran yang begitu besar dengan mengambil kewenangan badan lain terutama Pengadilan dan lebih buruknya lagi dilakukan tanpa kontrol dari manapun” tegasnya.

ICJR berpandangan, bahwa Pemerintah harus serius dalam membahas persoalan Pemblokiran Konten tersebut, pembahasan materi pemblokiran konten harus berada di level UU. ICJR juga merekomendasikan agar pertemuan National Dialogue pada 20 Agustus 2014 yang diselenggarakan oleh Forum Tata Kelola Internet Indonesia (ID-IGF) membahas secara serius keberadaan Peraturan Menteri yang jelas – jelas mengancam kebebasan – kebebasan sipil dan politik masyarakat di Internet.

Karena itu Anggara menegaskan bahwa ICJR segera mengajukan judicial review Peraturan Menteri Kominfo No 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif ke Mahkamah Agung.



Related Articles

ICJR: Almost 4 years neglected, Jokowi’s Administration must accelerate provisions on comprehensive crime assets forfeiture

“Forfeiture and crime assets management can contribute as a source of state finance” A while ago, several media reported an

ICJR: Personal Conversation Should Not Be Criminalized

A private conversation between two adults is not the domain of criminal law. Cases of personal conversation, including conversations containing

A Myth Entitled: Death Penalty to Deter Crimes

Indonesia has failed to prevent crimes and moratorium of death row inmates is exigent. Death penalty has always been triggering

Verified by MonsterInsights