Dalam KUHAP, saat ini belum termuat bahwa penahanan bersifat exceptional, artinya tidak wajib, tidak harus digunakan, hanya apabila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan. Sayangnya ketika bicara tindak pidana diancam dengan pidana penjara lebih dari 5 tahun, maka penahanan seolah wajib, ketika bicara narkotika? Pasal pengusaan, kepemilikan mengancam pidana penjara di atas 5 tahun, jelas mudah untuk melakukan penahanan.
Penahanan memberikan kompleksitas tersendiri dalam masalahan sistem peradilan pidana di Indonesia. Satu per tiga penghuni rutan dan lapas berasal dari penahanan pra persidangan, yang harusnya tidak mudah dilakukan.
Lantas apa saja sebenarnya yang perlu diperbaiki dalam hukum penahanan di Indonesia? Penelitian ini memaparkan aspek-aspek penting yang harus diperhatikan yang membawa masalah dalam praktik penahanan saat ini.
Terkait dengan pengguna dan pecandu narkotika? ICJR telah berulang kali menyerukan agar Pemerintah dan DPR melakukan reformasi Kebijakan Narkotika di Indonesia. Saat ini Indonesia merupakan negara yang masih represif dalam menyelenggarakan kebijakan narkotikanya dalam UU No. 35 tahun 2009. UU ini belum memberikan jaminan rehabilitasi pecandu narkotika dan dekriminalisasi kepada pengguna narkotika. Akibatnya, angka pecandu dan pengguna narkotika di dalam Lapas dari tahun ke tahun terus meningkat, tanpa intervensi kesehatan mengakibatkan hak atas keamanan dan kesehatan mereka terlanggar.
Pemenjaraan jelas bukan merupakan solusi bagi pengguna narkotika, malah akan menyebabkan Lapas sebagai “surga” bagi peredaran narkotika yang dapat menimbulkan sistem dan aparatur negara yang koruptif. Tak heran, pihak Kementerian Hukum dan HAM serta Ditjen PAS kewalahan menangani kasus peredaran narkotika di dalam Lapas.
Semoga tulisan ini dapat menambahkan pukulan bagi kita untuk segera berbenah.
Selamat Membaca!