Cukup memprihatinkan memang, jika kita melihat berbagai pemberitaan di media-media yang satu pekan terakhir ini membahas mengenai kebijakan kenaikan harga BBM yang direncanakan oleh pemerintah. Berbagai kalangan masyarakat mengecam kebijakan tersebut dengan berbagai cara. Aksi massa pun terjadi diberbagai daerah.
Namun, menjadi kontradiktif kemudian apabila kita bandingkan dengan ketentuan mengenai nilai harga barang yang diatur dalam KUHP. Dimana sejak tahun 1960 sampai dengan detik ini, ketentuan mengenai nilai harga barang tidak pernah dirubah sama sekali oleh pemerintah dan DPR. Alhasil, ketentuan mengenai tindak pidana ringan yang diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384 dan 407 ayat (1) KUHP tidak pernah dapat untuk diberlakukan.
Hal tersebut dikarenakan, nilai harga barang sebagaimana yang diatur oleh Pasal 1 Perpu No. 16 Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang dengan UU No. 1 Tahun 1961, sudah tidak bersesuaian dengan kondisi ekonomi saat ini. Perppu No. 16 Tahun 1960 ini memuat ketentuan mengenai perubahan nilai harga barang dalam tindak pidana ringan yaitu Pasal 364, 373, 379, 384 dan 407 ayat (1) KUHP. Dengan adanya Perppu ini, nilai harga barang yang semula ditentukan “vijf en twintig gulden” kemudian setelah Indonesia merdeka pada 1945 dibaca sebagai “vijf en twintig rupiah” yang berarti “dua puluh lima rupiah”, diubah menjadi “dua ratus lima puluh rupiah”.
Dengan tidak berlakunya ketentuan tindak pidana ringan, maka para Tersangka/Terdakwa yang seharusnya dapat diadili berdasarkan ketentuan tersebut, kini diadili berdasarkan ketentuan pencurian biasa.