ICJR Kecam Penangkapan Bambang Widjajanto

Ada ketidakwajaran dari prosedur penangkapan Bambang Wijayanto, kewenangan tanpa kontrol, bisa menjadikan Polisi alat kekuasaan yang efektif dan korup

Berita penangkapan pimpinan KPK, Bambang Wijayanto, oleh anggota Bareskrim Mabes Polri mencuat. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengecam penangkapan yang dilakukan oleh Kepolisian. Menjadi pertanyaan besar adalah apa dasar dilakukannya penangkapan Bambang Wijayanto?

Polisi harusnya disadarkan bahwa dasar melakukan penangkapan adalah KUHAP. Pasal 16 dan Pasal 17 KUHAP jelas menyebutkan bahwa penangkapan dilakukan hanya kepada tersangka tindak pidana, didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. Dengan kata lain, proses penangkapan tidak dilakukan semudah membalikkan telapak tangan, ada syarat dan ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi Polisi.

Polisi harus membuktikan adanya proses yang dijalani terlebih dahulu, setidaknya penetapan Bambang Wijayanto sebagai tersangka yang menjadi dasar utama penangkapan, bila tidak, itu artinya Polisi telah menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang.

Lebih jauh ICJR memandang bahwa minimnya mekanisme kontrol dan pengawasan terhadap kewenangan penyidik dalam KUHAP dengan Diskresi tanpa kontrol dalam melakukan upaya paksa atau bahkan menetapkan seseorang menjadi tersangka, dapat membuat institusi sekelas Polisi cenderung menjadi korup dan alat politik penguasa yang efektif apabila tidak diawasi dengan baik.

ICJR dengan ini mengecam penangkapan tanpa prosedur yang jelas oleh Polisi, lebih jauh ICJR meminta segera dilakukan reformasi pada KUHAP, terutama dalam hal mekanisme kontrol dan pengawasan terhadap kewenangan penyidik.



Related Articles

Fasilitas Baru Narapidana: “Perubahan atau Penyesuaian Sanksi Pidana” dalam Pasal 58 R KUHP

UU Pemasyarakatan No. 12 Tahun 1995 telah memberikan landasan hukum ke arah politik kriminal modern dengan mengubah paradigma dari pembalasan

Bersama Mencegah Covid-19, Majelis Hakim Harus Maksimalkan Penggunaan Hukuman Non-Pemenjaraan

Di tengah upaya pencegahan pandemi COVID-19, majelis hakim dituntut untuk lebih banyak menggunakan opsi alternatif pemidanaan non-pemenjaraan. Upaya ini dapat

Salah Arah Penanganan Narkotika

Di Mei 2018 terdapat 30,641 penghuni Lapas yang merupakan pengguna dan pecandu narkotika. Masuknya para pecandu dan pengguna ke dalam